Tri Rismaharini: Di Surabaya, Orang Tidak Boleh Jadi Pengemis

by
Foto: Eveline

Saya dipilih oleh masyarakat. Oleh karena itu, saya tidak mau mengusir masyarakat saya sendiri.

Wartapilihan.com, Depok –Negeri tanpa pengemis, apakah ada? Di Provinsi Ibukota Jawa Timur, Kota Surabaya, semenjak Tri Rismaharini menjabat sebagai walikota Surabaya pada tahun 2010-2015, lanjut lagi pada tahun 2016-2021, ia hampir merombak semua elemen yang ada.

Salah satu kebijakan unik yang dia ambil, yaitu tidak boleh ada pengemis di Surabaya. Alih-alih diamankan di Rumah Dinas Sosial, justru pengemis tersebut direkrut menjadi pengaman di kota. Sehari ia menjadi pengaman, mendapat gaji hingga 2,5 juta.

“Di Surabaya, kalau ada yang jadi pengemis ditangkap. Kita suruh jadi pengaman dengan gaji 2,5 juta sekali menjadi pengaman,” tutur Risma, yang membuat para hadirin terbelalak mendengarnya, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, Kamis pagi, (5/10/2017).

Tidak hanya itu. Mulai dari pinggiran kali yang dirombak hingga jadi taman-taman yang indah; penduduknya pun tidak dengan cara diusir, justru diberi tempat tinggal dengan harga yang sangat murah per bulannya, sebesar Rp. 80.000 saja. Tidak hanya murah, penduduk di Rumah Susun juga bisa melakukan aktivitas ekonomi dari Koperasi yang terhubung dengan area penjualan komersil di mall-mall besar.

“Saya mengubah pinggiran kali tidak dengan mengusir mereka, tetapi dengan memberikan rumah susun. Mereka justru senang tinggal di sana. Harga per bulan hanya Rp 80.000 saja, kemudian juga dilengkapi fasilitas. Ada perpustakaan gratis, les bahasa Inggris gratis, les matematika gratis,” ujar Risma, dalam acara bertajuk ‘Lanscaping Lovable and Livable Cities – Jakarta’s Orde and Chaos Development’ ini.

Selain sewa rumah susun yang murah, setiap taman-taman di Surabaya memiliki Wi-Fi gratis yang dapat diakses oleh warga setempat. “Semua taman ada free Wi-Fi nya. Internet yang sehat. Situs-situs yang jelek bisa di-block. Ada 1.900 tempat untuk free Wi-Fi,” ungkap Walikota yang sudah menjabat dua periode ini.

Terobosan-terobosan kebijakannya kadang tidak terpikirkan. Termasuk investasi ruang hijau berupa penanaman mangrove yang ia lakukan. Investasi ruang hijau ini awalnya dianggap tidak begitu menjanjikan, namun dia dapat membuktikan bahwa penanaman mangrove ini menuai hasil yang baik.

“Awalnya saya dibilang ‘Ngapain investasi ruang hijau (mangrove)? Itu kan sayang space-nya’. Saya maju terus. Kalau terjadi tsunami bisa diredam dengan adanya mangrove,”

“Mangrove menghidupkan lingkungan yang bagus untuk biota laut. Nelayan bisa hidup di kampung-kampung Surabaya,” lanjut Risma.

Kampung Dolly Hari Ini

Kampung Dolly yang ditutup di Surabaya, pada 19 Juni 2014 lalu sempat menuai protes dari warga dan para kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK).

Risma yang dulu tetap bersikukuh menutup Dolly kini membuahkan hasil yang manis. Sekarang, para warga Kampung Dolly sangat produktif membuat produk-produk Usaha Kecil Menengah (UKM). Mulai dari makanan ringan ala Dolly, Batik Dolly, juga toko sablon di Dolly; yang omzetnya mencapai jutaan per harinya.

“Sekarang, kampung Dolly jadi kampung wisata, tembok rumahnya diwarna-warnai. Selain itu, ada lapangan futsal. Anak-anaknya pada seneng semua,” tukas dia.

Selain Dolly, 5.300 kampung di Surabaya memiliki UKM yang spesifik yang disebut Kampung Pahlawan Ekonomi. Ada kampung yang khusus menanam secara organik, ada yang khusus membuat batik, ada yang khusus menanam cabai Bali, dan sebagainya.

“Kenapa hotel-hotel bintang 5 banyak yang tertarik beli (tanaman) ke kampung, karena penanaman organik itu lama busuknya. Semua sejahtera, bahkan petaninya saja sampai punya mobil masing-masing, saking omzetnya banyak.” lanjut Risma.

Untuk diketahui, Kota Surabaya sebagai jantung di Jawa Timur ini pada tahun 2016 Human Development Index-nya tertinggi sebesar 80,36 melebihi Bandung dan Jakarta. Kota ini mulai banyak jadi perhatian publik semenjak Tri Rismaharini melakukan gebrakan-gebrakannya dan terkenal sering mengungkapkan amarahnya di publik jika melihat suatu ketimpangan di instansi pemerintah maupun pada masyarakat.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *