Tiga Bulan Penjara untuk Guru Agama

by
Yadi Arodhiskara, Ketua Pemuda Muhammadiyah Parepare, Sulawesi Selatan.

Darmawati, seorang guru yang sudah 13 tahun mengabdi di bidang Agama Islam divonis 3 bulan penjara dengan 7 bulan masa percobaan. Ia dituduh telah menganiaya murid yang tidak shalat Dzuhur.

Wartapilihan.com, Parepare –Yadi Arodhiskara, Ketua Pemuda Muhammadiyah Parepare melakukan advokasi sejak kasus guru Darmawati berlanjut ke pengadilan hingga mendapatkan vonis 3 bulan penjara lamanya, jika dalam waktu 7 bulan mengulanginya lagi. Yadi mengatakan, ada beberapa kejanggalan dalam kasus ini, sehingga perlu untuk diadvokasi.

“Pertama, para saksi yang dihadirkan sebenarnya tidak ada yang secara langsung selain korban dan melihat kejadian. Jadi, ada teman korban, tapi hanya melihat di awal ketika sedang berdua tersebut, tapi ketika kejadian, ia sudah berlalu. Tidak liat apa kejadian secara utuh,” ujar Yadi kepada Warta Pilihan, Selasa sore (8/8/2017).

“Yang kedua, ada pihak ketiga yang mengaku dari LSM yang menekan mengancam Bu Darma di awal pada saat persiapan proses mediasi yang dilakukan pihak sekolah,” lanjutnya.

Ketiga, Yadi menduga terjadi kejanggalan pada bukti visum. Pasalnya, luka yang dialami di kepala oleh korban, menurutnya tidak berbekas luka. Ditambah lagi bukti dari dokter yang bukan spesialis, melainkan hanya dokter umum. “Kami melihat bukti visum yang dijadikan alat oleh hakim untuk memberatkan Bu Darma di kasus tersebut ada keanehan, karena anak itu menyatakan terdapat nyeri di kepala. Tapi tidak ada luka dan memar sedikitpun. Ini bagaimana bisa nyeri kalau disimpulkan terjadi benturan benda tumpul. Ini kan ada ketidakkonsistenan di situ. Itu pun dokter umum bukan dokter forensik. Jadi bukti lemah di situ,” ungkap Yadi.

Kemudian, kejanggalan selanjutnya, Yadi mengatakan, dalam web yang tertera sudah terdapat keputusan yurisprudensi. “Bahwasanya guru yang mendisiplinkan siswa itu tidak usah dituntut ke pengadilan pidana. Jadi itu hal yang kami dan teman-teman merasa ada kejanggalan, sehingga kasus Bu Darma didampingi dan diadvokasi,” papar Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Parepare ini.

Yadi mengungkapkan, guru saat ini dihadapkan pada dilema sehingga jadi mudah dikriminalisasi. Di satu sisi, ia memiliki kewenangan mendidik dan mendisiplinkan murid; tetapi di sisi lain rentan dikriminalisasi karena UU yang mengatur perlindungan anak. “Kami sepakat bahwa UU perlindungan anak itu harus dilakukan Judicial Review mengenai pasal kekerasan. Yang mana pasal kekerasan itu jangan sampai melanggar hak guru untuk mendisiplinkan anak. Jadi, di satu sisi kan punya kewenangan untuk mendisiplinkan anak. Tapi UU kan menggarisbawahi kondisi kekerasan. Dan itu sangat berbahaya bagi guru ke penuntutan pidananya,” tegasnya.

Dosen yang mengajar bidang Akuntansi Muhammadiyah Parepare ini menyayangkan sikap pemerintah, pasalnya akan berimplikasi pada guru yang jadi cenderung ‘cuek’ agar tak tersandung kasus seperti Darma. “Banyak yang terjadi seperti itu (menjadi tidak peduli). Akhirnya guru menjadi kehilangan semangat dalam pendisiplinan. Yang ada (hanya) bagaimana menggugurkan kewajiban mengajar saja. Tidak mendidik lagi. Kalau kita terus begini, ibaratnya kita masuk sekedar msuk menjalankan tugas mengajar. Persoalan anaknya mau jadi apa terserah. Ini kan sikap yang kita sayangkan juga,” Yadi menambahkan.

Yadi berharap, sebelum masuk ke pidana ya polisi meminta kepada orang tua membawa kasusnya dulu ke PGRI untuk diselesaikan oleh dewan etik. “Untuk bagaimana penafsiran para guru yang tergabung pada Dewan Guru, apakah kasus ini bisa diselesaikan cukup lewat mediasi atau bagaimana? Atau ada hukuman apa dari Dewan kode etik? Karena kalau langsung di bawa ke pidana ini seakan-akan dengan mudah dapat dikriminalisasi,”

Untuk diketahui, saat ini Pemuda Muhammadiyah Parepare tengah menyiapkan memori banding yang berangkat dari kejanggalan yang telah disebutkan di atas. “Satu-dua hari lagi akan lapor ke pengadilan tinggi. Kami mohon doanya dari masyarakat agar hal ini tdak terjadi lagi. Kemudian, ibu dharma bebas dan direhabilitasi lagi nama baiknya,”

“Kami melihat 13 tahun pengabdian Ibu Darma tidak dilihat oleh hakim sebagai bentuk pengabdian untuk meringankan, tapi langsung vonis jatuh. Kan, tanda tanya besar, sementara dalam kejadian Bu D (berada) dalam proses di sekolah untuk menjadi bagian tugasnya (mendidik) siswa di sekolah,” pungkasnya.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *