Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sekitar sebulan lagi, bulan Ramadhan 1445 Hijriah akan tiba. Inilah bulan yang sangat mulia, dan sekaligus bulan pendidikan. Bahkan, Ramadhan bisa dikatakan sebagai bulan puncak pendidikan nasional. Inilah bulan yang paling kondusif untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu terwjudnya manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
Betapa tidak! UUD 1945 pasal 31 (3) sudah mengamanahkan bahwa pemerintah harus menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia. Ini sejalan dengan tujuan puasa Ramadhan agar kita menjadi manusia yang bertaqwa (QS al-Baqarah: 183)
Salah satu tugas Rasulullah saw mensucikan jiwa manusia (yuzakkihim) – QS Al-Baqarah: 151). Pensucian jiwa adalah dasar manusia meraih keunggulan dan kesuksesan. “Sungguh telah meraih kemenangan, orang yang mensucikan (jiwa)nya, dan merugikan orang yang mengotorinya.” (QS Asy-Syams:9-10).
Nabi Muhammad saw bersabda: “Allah SWT berfirman bahwa sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif, kemudian datanglah setan kepada mereka, maka kemudian setan pun menyelewengkan mereka dari agama mereka.” (HR Muslim).
Imam Ibn Katsir, dalam tafsirnya, menjelaskan, bahwa maksud mensucikan jiwa adalah menjalankan ketaatan kepada Allah SWT. Ada doa khusus yang dibaca Rasulullah saw saat membaca ayat ini: “Allahumma Ẩti nafsiy taqwâhâ Anta waliyyuhâ wa-mawlâhâ wa khayru man zakkâhâ.” (Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaannya, Engkaulah wali dan Tuannya; dan Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya).
Rasulullah saw telah memberikan panduan yang jelas bagaimana mengisi bulan Ramadhan sebagai puncak pendidikan insan. Selama puasa, kita dilatih secara fisik, menahan lapar dan dahaga. Pada saat yang sama, kita diharuskan menjalani puasa batin agar menjaga diri dari berbagai penyakit hati yang dapat merusak ibadah puasa. Niat baik saja tidak cukup. Niat baik harus juga disertai dengan cara yang baik, yang sesuai dengan ajaran Nabi saw.
Saat Ramadhan, kita dilatih dengan disiplin untuk mensucikan jiwa dengan cara menundukkan hawa nafsu. Manusia harus mengendalikan nafsunya; dan bukan sebaliknya, dikendalikan oleh hawa nafsunya. “Adapun orang yang durhaka, dan mengutamakan kehidupan dunia, maka neraka Jahim-lah tempat dia. Sedangkan orang yang takut akan kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sorgalah tempat dia.” (QS an-Nazi’at:37-41)
Nabi saw bersabda: “al-mujaahid man jaahada nafsahu” (HR Tirmidzi). Seorang mujahid adalah orang yang berjuang menundukkan nafsunya. Menundukkan nafsu adalah jihad yang besar, sehingga perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dengan segala macam latihan ibadah yang sungguh-sungguh (mujahadah), kita berharap menjadi mukmin yang bahagia, memiliki nafsu yang tenang (nafsul-muthmainnah). “Wahai nafsul-muthmainnah (wahai jiwa yang tenang), kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh ridha dan diridhai.” (QS al-Fajr:27-28).
Imam Ibn Katsir menyatakan, bahwa saat sakaratul maut, dan saat di akhirat nanti, hamba Allah dengan jiwa yang tenang (muthmainnah) akan mendapatkan seruan: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu,” dengan hati yang ridha dan diridhai, yakni “dia rela menjadikan Allah sebagai Tuhannya dan Allah pun ridha menjadikan dia sebagai hamba yang dikasihi-Nya.
Ibnu Katsir mengutip sebuah doa Rasulullah saw: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu akan jiwa yang tenang yang beriman akan perjumpaan dengan-Mu dan ridha atas keputusan-Mu dan merasa puas dengan pemberian-Mu.” (Allahumma inniy as’aluka nafsan muthmainnatan tu’minu bi-liqâika wa-tardha bi-qadhâika wa-taqnau bi-‘athâika).
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, dalam pidatonya, 2 Mei 2021, menyatakan: “Pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah menuju arah lahirnya kebahagiaan batin serta juga keselamatan hidup. Esensi mendasar pendidikan haruslah memerdekakan kehidupan manusia.”
Nah, “kebahagiaan batin dan keselamatan hidup” itu tidaklah mungkin dicapai tanpa iman dan taqwa kepada Allah SWT. Hanya manusia yang mau mengikuti petunjuk Allah SWT yang akan merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki. Tidak ada ketakutan dan duka cita melanda dirinya (QS al-Baqarah: 38).
Karena itu, sepatutnya, pemerintah sangat serius dalam menjadikan bulan Ramadhan sebagai puncak pendidikan nasional. Alokasikanlah anggaran seoptimal mungkin untuk proses pendidikan manusia-manusia Indonesia agar sukses menjalani pendidikan Ramadhan. Ini juga harapan untuk presiden dan pemerintah yang baru.
Semoga Allah SWT memberkati hidup kita di bulan Sya’ban dan memberi kesempatan kepada kita untuk menjalani ibadah Ramadhan 1445 Hijriah. Amin. (Depok, 12 Februari 2024).