Rezeki Tidak Selalu Harta Benda

by

Banyak orang berpandangan bahwa yang dimaksud dengan rezeki itu hanyalah uang atau harta benda. Sehingga apabila mereka sedang dalam kondisi tidak memiliki harta, mereka merasa tidak mendapatkan bagian rezeki dari Allah.

Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan Cahayadi Takariawan, Konsultan Keluarga. Ia mengatakan, rasa memiliki banyak rezeki datang bila dalam kondisi banyak uang, harta melimpah dan kekayaan materi yang banyak.

“Pandangan ini terlalu sempit, dan bisa membuat kurang mensyukuri berbagai anugerah serta nikmat yang Allah berikan setiap saat,” tutur Cahayadi, Rabu, (20/6/2018).

Menurut dia, rezeki tidak terbatas pada bentuk harta benda saja, namun mencakup makna yang sangat luas. Bahkan ketika dicermati, ternyata terdapat hubungan antara rezeki, keberkahan dan kepemimpinan.

Ia mengutip perkataan Prof. Mutawalli Sya’rawi, “Rezeki ialah apa yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, yang halal maupun haram, yang baik maupun buruk”. Ada orang mendapatkan rezeki dengan cara yang halal, ada pula yang mendapatkan dengan ara yang haram. Tentu saja yang dikehendaki oleh Allah adalah rezeki halal dan baik saja yang kita manfaatkan, bukan rezeki yang haram dan tidak baik.

“Memang, salah satu bentuk rezeki adalah uang atau harta kekayaan. Namun rezeki bukan hanya uang dan harta kekayaan semata. Ada sangat banyak bentuk nikmat Tuhan yang kita manfaatkan dalam kehidupan,” terangnya.

Di antara rezeki yang yaitu waktu, kesempatan, kesehatan, kekuatan, organ dan fungsi-fungsi tubuh, teman, persahabatan, persaudaraan, keluarga, semua adalah contoh rezeki. Setiap saat kita memanfaatkan. Ilmu, pengetahuan, informasi, teknologi yang kita manfaatkan adalah rezeki.

“Apabila ada manusia yang memiliki banyak sekali harta kekayaan, sesungguhnya yang menjadi rezeki baginya hanyalah sejumlah yang dapat dimanfaatkan. Jika seseorang memiliki uang seratus milyar rupiah hari ini, tidak seluruh uang itu menjadi rezekinya.

Rezekinya hari ini hanyalah sejumlah yang bisa dimanfaatkan, misalnya digunakan untuk makan tigaratus ribu rupiah, untuk membeli pulsa telepon, untuk membeli bensin, untuk sedekah, membantu fakir miskin, dan lain sebagainya,” tukasnya.

Keberkahan Rezeki

“Ketika kita berdoa setiap hari agar diberikan rezeki halal yang melimpah, jangan terpikir bahwa yang akan kita dapatkan hanyalah bertambahnya nominal harta yang kita terima.

Bisa jadi jumlah harta yang kita terima bulan ini sama dengan jumlah yang kita terima bulan kemarin, namun Allah memberikan pengabulan doa kita dalam bentuk keberkahan dari harta yang kita terima,”

Cahayadi menerangkan, jika harta kita penuh berkah, dengan jumlah yang sama, bisa memiliki kemanfaatan yang bertambah banyak. Misalnya bulan kemarin kita mendapatkan penghasilan lima juta rupiah, bulan ini total penghasilan kita juga lima juta rupiah. Namun dengan jumlah yang sama tersebut, kemanfaatan yang dihasilkan bisa berbeda.

“Maka diantara hal yang selalu kita minta kepada Allah adalah keberkahan rezeki, bukan hanya bertambahnya jumlah atau nominal rezeki,” tegasnya.

Kata berkah (Arab : al barakah) secara bahasa berarti berkembang, bertambah dan kebahagiaan. Demikian yang ditulis dalam kitab Lisanul Arab karya Ibnu Manzhur. Imam An Nawawi berpendapat, “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.”

“Sebagian ulama berpendapat bahwa berkah adalah ziyadatul khair, bertambahnya kebaikan. Jadi, dari berbagai makna di atas dapat dipahami bahwa berkah adalah kebaikan dan kebahagiaan yang banyak dan terus bertambah,”

Kepemimpinan dan Keberkahan Negeri

Sebuah negeri yang berkah adalah negeri yang aman dan menenteramkan semua penduduk yang tinggal di dalamnya, sebagaimana ungkapan ayat, “(Negerimu adalah) negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun” (Saba’: 15).

Saba’ adalah suatu negeri yang penduduknya beriman dan banyak beramal shalih, sehingga mereka dipenuhi keberkahan. Sebagian ahli tafsir mengisahkan, bahwa para wanita kaum Saba’ tidak perlu memanen buah-buahan dari kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, cukup membawa keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebunnya, maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan dan memenuhi keranjangnya.

“Mereka tidak perlu bersusah-payah untuk memetik atau mendatangkan pekerja yang memanen buah-buahan,” imbuh Cahayadi.

Kitab Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan, bahwa dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya. Hal itu berkat udara di negeri Saba’ yang bagus, cuaca yang bersih, karena keberkahan Tuhan yang senantiasa meliputi mereka. Nabi mulia pernah memberikan gambaran tentang bumi yang dipenuhi berkah, sebagaimana sabda beliau:

“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh di bawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor unta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah“ (Riwayat Imam Muslim).

Menurut dia, adalah hal yang luar biasa besar pengaruh kepemimpinan dengan keberkahan. Apabila para pemimpin bisa menegakkan keadilan, maka masyarakat akan terpimpin dan terbiasakan hidup dalam suasana adil.

“Pada masa keadilan mampu ditegakkan, ternyata hasil panen melimpah ruah dan bentuk fisiknya pun lebih besar dari apa yang ada pada masa dimana keadilan tidak ditegakkan. Para ulama menggambarkan, pada zaman kekhalifahan yang adil, seperti di zaman Umar bin Abdul Aziz, bahkan binatangpun tidak ada yang bertengkar,”

Maka ia menekankan, sudah seharusnya Indonesia sebagai bangsa yang religius kembali kepada jati diri bangsa yang bermartabat dan penuh kemuliaan.

“Apabila para pemimpin dan seluruh masyarakat Indonesia memenuhi konsekuensi keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta selalu menebar dan menghadirkan amal salih dalam kehidupan keseharian, maka keberkahan layak kita dambakan untuk lahir di bumi Indonesia tercinta.

Sebuah negeri yang oleh para pujangga diistilahkan dengan tata tentrem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi, atau dalam bahasa lainnya baldatun thayibatun wa Rabun gahfur,” pungkas dia.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *