Remaja dan Sesat Pikir Rokok

by

WARTAPILIHAN.COM, Jakarta. 31 Mei merupakan hari tanpa tembakau sedunia. Berkaca pada negeri kita, Indonesia sedang terancam wabah berupa epidemi rokok sebagai perang candu gaya baru, khususnya pada anak-anak dan remaja. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2014 menyatakan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok remaja tertinggi di dunia.

Menurut WHO, epidemi rokok telah membunuh kurang lebih 6 juta orang per tahunnya. Berdasarkan data ASEAN Tobacco Atlas, 240.618 orang meninggal karena penyakit terkait tembakau, sama dengan 521 hari setiap harinya. Penelitian yang dilakukan Indonesia Institute For Social Development menyatakan, satu hal yang mendorong remaja untuk merokok ialah akibat masifnya promosi rokok dalam berbagai bentuk.

Data dari GYTS menunjukkan, 3 dari 5 anak usia 13-15 tahun di Indonesia pernah melihat iklan rokok di tempat penjualan rokok; 3 dari 5 anak di Indonesia melihat iklan rokok di TV; 3 dari 5 anak secara bebas dapat membeli rokok di toko, swalayan, dan warung tanpa adanya pelarangan; 20% remaja SMP atau 1 dari 5 anak usia 13-15 tahun di Indonesia sudah pernah merokok.

Masifnya iklan rokok sejak usia dini dapat menyebabkan sesat pikir atau persepsi yang tidak benar terhadap rokok. Pasalnya, industri tembakau telah sukses menyebarkan kesesatan berpikir, khususnya pada anak muda tentang persepsi bahwa merokok ialah sesuatu yang normal. Tidak dapat dipungkiri juga, fakta rokok yang dapat diakses semua kalangan dari seluruh tingkatan usia.

Strategi Industri Rokok

Indonesia Institute For Social Development memberikan paparan tentang rahasia industri rokok. Mereka menjadikan generasi muda menjadi sasaran konsumen utama dalam rangka mengganti konsumen rokok usia tua. Dalam Memorandum Internal Perusahaan Rokok RJ Reynolds, pada 29 Februari 1984 menuliskan: “Jika para remaja tidak merokok, maka industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus. Akan musnah,”

Bagi industri rokok, anak-anak dan remaja merupakan calon pelanggan setia pada masa selanjutnya. Gangguan bahaya rokok semakin kentara apabila industri rokok terus-menerus melakukan iklan, promosi maupun sponsor rokok. Bagaimana tidak? Sedangkan mereka telah terpapar iklan-iklan rokok sepanjang perjalanan menuju sekolah. Di taman, di jalan raya, di mall, dan tempat-tempat umum lainnya.

Khusus untuk negara Indonesia, industri rokok ditargetkan kepada anak muda dengan berbagai tema semacam petualangan, keberanian, mengambil resiko, macho, setia kawan, kebersamaan, kreativitas, peduli, kerjasama, tanggungjawab, dan lain sebagainya. Sehingga dalam otak anak dan remaja, ada suatu pikiran manipulatif tentang kesan penggunaan tembakau ialah suatu yang biasa, bahkan dinilai hebat. Kemudian, meski sudah diingatkan tentang bahaya rokok, dampak jangka panjang tersebut tidak berhasil membuat orang berhenti. Hal itu yang menyebabkan terjadinya sesat pikir terhadap rokok.

Pemerintah pun secara inkonsisten memberlakukan izin beriklan, yang telah nyata rokok setara dengan miras dan narkoba–yang notabene sama-sama mengandung zat adiktif. Hal ini berdampak pada Indonesia yang menjelma surga bagi para industri rokok, namun neraka bagi masyarakat serta keluarga Indonesia. Perlu dilakukan pelarangan upaya pelarangan penuh pada iklan, promosi maupun sponsor rokok sebagai upaya melindungi generasi muda dari sesat pikir terhadap rokok, sang linting berisi tembakau itu. Hal itu dapat diatur melalui perundang-undangan Republik Indonesia tercinta ini. Selain itu, penting sekali edukasi dari orang tua kepada sang anak yang hendak menginjak usia remaja untuk memberitahu bahaya-bahaya merokok untuk menghindari candu yang sesat pikir itu.

Reporter: Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *