Sungguh unik kehidupan sebagian warga di negeri aneh tapi nyata ini, dimana warganetnya tidak sedikit yang memiliki “rasa pistanthrophobia” yang diapresiasikan melalui tulisan-tulisannya di jagad media sosial (medsos).
Wartapilihan.com, Jakarta –Sebelum melanjutkan membaca tulisan ini sampai tuntas, sidang pembaca layak kiranya lebih dahulu mengetahui tentang apa yang disebut dengan “rasa pistanthrophobia”. Dikutip dari website klikdokter.com, pistanthrophobia adalah rasa takut mempercayai orang lain. Fobia ini sering kali disebabkan oleh hasil dari kekecewaan serius atau akhir yang menyakitkan dari hubungan sebelumnya.
Selanjutnya timbul pertanyaan, apa keterikatan dan keterkaitannya rasa pistanthrophobia dengan insiden pascapenusukan Syeikh Ali Jaber yang notabene sebagai pendakwah? Jawabnya tentu bisa dilihat dan dibaca respon warganet di jagad medsos, yang nadanya banyak kekecewaan yang serius yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Uniknya di negeri aneh tapi nyata ini, beberapa saat saja setelah melihat dan mendengar pemberitaan lewat siaran TV tentang insiden penusukan Syeikh Ali Jaber yang sedang mengisi kajian tiba-tiba ditusuk oleh orang tak dikenal, dalam hitungan menit saja nyaris tidak sedikit warganet menuliskan jawabannya di medsos pasti pelaku penusuk akan disebut “orang gila atau tidak waras”. Padahal aparat yang berwenang belum memberikan keterangan rinci terkait insiden yang terjadi.
Kenapa tidak sedikit warganet yang bersikap seolah mendahului keterangan aparat dengan insiden yang menimpa Syeikh Ali? Terindikasi para warganet bersikap demikian sepertinya berdasar pengalaman dalam insiden serupa tapi tak sama waktu dan tempatnya yang menimpa diri para ulama atau pendakwah, para pelaku kriminalnya biasanya disebut orang gila atau tidak waras. Tapi sebaliknya, jika insiden serupa menimpa non-ulama atau pendakwah, maka para pelakunya akan segera disebut teroris, radikalis, intoleran dan lain sebagainya.
Terlepas dari insiden yang terjadi pada diri Syeikh Ali Jaber yang notabene beliau kelahiran Medinah yang telah secara resmi rela pindah kewarganegaraannya menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Menurut pengakuannya, beliau sangat cinta Indonesia dan bercita-cita mulia ingin membumikan Al Qur’an di Indonesia dengan program menciptakan jutaan kader muda “Good Looking” yang hafidz Qur’an.
Oleh karenanya, semoga aparat segera bisa secara objektif memberikan keterangan rinci setelah interogasi pelaku apa yang menjadi motif di balik penusukan Syeikh Ali Jaber. Hal ini untuk dapat meredam isu-isu liar yang berkembang, khususnya terkait dengan kegaduhan soal “Good Looking” yang dilontarkan orang yang tidak bertanggung jawab.
Semoga aparat berwenang segera dapat mengungkap secara objektif motif insiden yang terjadi, agar sebutan negeri aneh tapi nyata bisa segera dihapus menjadi negeri yang nyata hukum menjadi panglimanya.
Tardjono Abu Muas
Pemerhati Masalah Sosial