Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar rapat koordinasi nasional (rakornas) banjir yang melanda khususnya Jabodetabek pada Kamis, 2 Januari 2020. Rakornas dipimpin Kepala BNPB, Letjen Doni Monardo, serta dihadiri unsur pemerintah dan masyarakat kemanusiaan.
Wartapilihan.com, Jakarta– Di antara hadirin tampak Staf Khusus Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, BNPD DKI Jakarta, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), dan Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).
Mewakili unsur masyarakat kemanusiaan, Aksi Relawan Mandiri (ARM) Himpunan Alumni IPB (HA-IPB) mengutus Wakil Sekjen 2 Hendra Hidayat.
Agenda pokok rakornas banjir adalah: Mengurus pengungsi, penanganan korban, dan penanganan listrik, air dan fasilitas vital masyarakat lainnya.
Dari rapat terungkap, jumlah pengungsi akibat banjir di Jabodetabek per 2 Januari 2020 telah mencapai 62.000 orang, yang tersebar di 34 kecamatan terdampak bencana. Korban meninggal tercatat sebanyak 9 orang (kini sudah sekitar 30 orang) dan terdapat 300-an titik pengungsian. Kejadian banjir meluas dari Jakarta hingga wilayah Bogor, Bekasi, dan Banten. Berdasarkan laporan BNPB & BNPD DKI Jakarta, saat ini terdapat 268 titik banjir se-Jabodetabek dengan pola mengikuti aliran DAS (daerah aliran sungai).
BNPB mengimbau pihak-pihak yang akan menggelar respon tanggap bencana banjir untuk dapat melaporkan ke Pusdalog. Sementara, BNPD menyampaikan bahwa kebutuhan mendesak bagi para pengungsi saat ini adalah obat-obatan, selimut, dan trauma healing. Adapun Kapus Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaporkan terdapat 18 orang korban meninggal dunia sejauh ini.
Dalam rapat koordinasi Nasional itu, Basarnas memperkirakan, akan terjadi musibah yang lebih besar dari banjir Jabodetabek, pada 2-3 bulan mendatang. Laporan ini senada dengan informasi Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, bahwa puncak musim hujan yang diawali pada Desember 2019 ini, akan jatuh pada Februari 2020. Sementara akhir musim hujan diperkirakan akhir Maret-April 2020.
‘’Hujan di awal tahun ini belum masuk dalam intensitas hujan yang tertinggi. Sampai 4 Januari 2020 potensi cuaca ekstrem masih akan terjadi bukan hanya di wilayah Jabodetabek. Ini karena adanya fenomena atmosfer skala regional dan monsun Asia,’’ kata Karnawati.
Kondisi cuaca saat ini, hampir sama dengan peristiwa Siklon Cempaka yang pernah terjadi. ‘’Pada 11-15 Januari akan masuk aliran udara basah ke daerah Sumatera, Jabodetabek, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi sehingga intensitas hujan menjadi tinggi. Peristiwa ini akan berulang di akhir Januari dan awal Februari,’’ kata Kepala BMKG.
Selain itu, diperkirakan potensi hujan lebat dan gelombang pasang akan terus terjadi sampai 5 dan 6 Januari di sekitar pantai utara Jawa. Air pasang akan menghambat masuknya aliran air dari DAS sehingga akan ada potensi banjir di sekitar daerah pantai.
Wilayah Lampung, Banten, Jabar, DKI Jakarta , Jateng, Jatim, Jogja, sebagian Sulawesi, Maluku dan sebagian Papua, berpotensi mengalami hujan dengan intensitas tinggi pada 6-7 Januari 2020. Hujan dengan intensitas tinggi khusus di DKI Jakarta terjadi di waktu dini hari.
Guna mengurangi resiko bencana, dalam rapat koordinasi itu BPPT menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan modifikasi cuaca. Teknik ini pernah dilakukan pada 2013-2014 dan menargetkan dapat mengurangi curah hujan di Jabodetabek dengan menjatuhkan awan-awan yang akan turun di Jabodetabek ke sekitar Selat Sunda. Usaha ini mampu mengurangi curah hujan hingga 30-40%.
Mengantisipasi situasi dan perkiraan-perkiraan ini, Kepala BNPB menegaskan bahwa penanganan banjir dalam 2 pekan ke depan harus terintegrasi. Setiap daerah harus punya posko dan subposko, serta memastikan pemenuhan kebutuhan primer, khususnya air bersih.
Sesuai kapasitasnya, ARM HA-IPB akan membantu kerja BNPB dalam sosialisasi pencegahan bencana. Badan Otonom HA-IPB ini juga menyalurkan bantuan alumni IPB untuk para korban terdampak bencana banjir.