Setiap tanggal 30 Januari diperingati sebagai Hari Primata Dunia. Di antara lebih dari 600 jenis primata (bangsa kera dan monyet) di dunia, setidaknya 40 jenis dapat ditemukan di Indonesia . Sayangnya, primata Indonesia itu terancam punah akibat kehilangan habitat dan perdagangan liar.
Wartapilihan.com, Jakarta- Hal itu disampaikan oleh Erick Yanuar selaku narahubung Profauna. Ia menekankan, butuh kepedulian manusia untuk menjaga agar primata Indonesia tetap lestari.
Ada banyak cara yang kalian bisa ikut berpartisipasi dengan melakukan salah satu kegiatan, seperti kampanye publik (demo damai) dengan membawa banner dan poster tema pelestarian primata. Kedua melakukan edukasi dengan berkunjung ke sekolah atau kampus untuk sosialiasi tentang pelestarian primata Indonesia,” tutur Erick dalam website resminya, Profauna.com, Selasa, (30/1/2018).
Sementara itu, Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI mengatakan hal senada, butuh kepedulian kita bersama untuk menjaga agar primata Indonesia tetap lestari.
“Saat ini diperkirakan hanya terdapat 57.350 individu Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) di habitat seluas 181.692 Kilometer persedi (PHVA, 2016). Mencakup Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sarawak-Malaysia.
Di Kalimantan Barat, diperkirakan terdapat sekitar 4.520 individu untuk sub jenis Pongo pygmaeus pygmaeus dan 15.810 individu sub jenis Pongo pygmaeus wurmbii, yang tarsebar di dalam dan Iuar kawasan konservasi,” ungkap Dahono.
Naiknya status ini, Dahono menduga disebabkan adanya konversi dan kebakaran habitat, serta perburuan yang bukan hanya untuk perut tetapi juga diperdagangkan. Lantaran memiliki nilai ekonomi tinggi.
Seorang aktivis Greenpeace pun menyuarakan hal yang kurang lebih sama tentang hutan yang semakin hilang sebagai habitat manusia dan hewan, Jane Yolanda. Jane mengatakan, dua tahun lalu ia kehilangan seorang teman yang meninggal dunia karena ISPA akibat kabut asap dari kebakaran hutan.
“Yang saya tahu, ribuan masyarakat di Sumatra dan Kalimantan juga menderita karena kabut asap selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Hingga negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga ikut terpapar asap. Belum lagi jutaan hektar hutan dan lahan gambut musnah dilalap api dan satwa langka seperti Orangutan Kalimantan berada di ambang kepunahan,” tutur Jane prihatin, dikutip dari laman act.greenpeace.org yang ia tulis pada hari ini.
Mahasiswi Politeknik Negeri Ketapang, Kalimantan Barat ini melanjutkan, tahun 2015 di Paris, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk mengurangi kontribusi emisi Indonesia terhadap perubahan iklim dunia, yang sumber utamanya berasal dari kebakaran hutan dan lahan gambut.
“Saya dan ribuan masyarakat Sumatra dan Kalimantan menunggu realisasi dari komitmen untuk melindungi hutan dan gambut Indonesia agar dapat mengakhiri penderitaan kami yang setiap tahun terpapar asap kebakaran hutan dan lahan yang mengancam kesehatan dan nyawa kami,” tukas Jane.
Eveline Ramadhini