Rencananya, 28 September mendatang, Mahkamah Konstitusi sudah memberikan putusan permohonan pemohon tentang legal formal Pansus Angket KPK.
Wartapilihan.com, Jakarta –Tarik ulur permasalahan antara Tim Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK dari DPR RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi terus berlanjut. Kemarin, Rabu (6/9), KPK dijadwalkan akan bertemu dengan Komisi III DPR RI, tetapi tidak datang kembali dan rapat ditunda pekan depan.
Mangkirnya KPK dari beberapa rapat yang diselenggarakan oleh DPR RI membuat tim pansus mencari cara lain agar dapat menemukan titik temu persoalan. Terlebih, beberapa waktu lalu, sejumlah LSM mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi tentang keabsahan (legalitas) Pansus. Merespon dinamika di atas, Pansus bertemu dengan Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H di Gedung ICMI, Jl. Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (7/9).
“Saya melihat kasus ini momentum untuk perbaikan ke depan. Tidak sehat membentur-benturkan lembaga negara. Bangsa kita sendiri nanti yang rugi. DPR sebagai lembaga pengawasan bukan hanya mengawasi, pasca pembentukan Undang-Undang ketika di dapat ada yang bertentangan, maka di atur dalam norma,” ujar Jimly Asshiddiqie.
Menurutnya, ada 2 jenis perkara yang bisa diajukan di Mahkamah Konstitusi ketika ditemukan dugaan pelanggaran yang bertentangan dengan Undang-Undang. Pertama, judicial review (JR). Kedua, sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN). Jimly menyarankan, kedekatan antara DPR dengan lembaga anti rasuah tersebut harus dibatasi. Diantaranya saat rekruitmen anggota KPK, pemberhentian jabatan, policy making yang dibuat DPR, dan anggaran (budgeting). Termasuk dalam pengawasan anggarannya.
“Jadi kewenangan DPR hanya 4 itu saja. Tidak perlu ada RDP rutin, nanti yang dikembangkan malah kasus. Ini juga harus diterapkan baik kepada Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK. Sehingga tidak ada lagi intervensi politik dari lembaga manapun. Tetapi kalau terus overleap, saya yakin proses hukum akan trus mengalami politisasi dari penegak hukum, dan yang lebih parah lagi dari pemilik modal he he he,” ungkapnya berseloroh.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengajak semua pihak bersabar dalam menunggu putusan dari MK. Namun, konsekuensinya setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merekomendasikan kepada MK terkait keabsahan Pansus, maka KPK wajib hadir dalam agenda-agenda selanjutnya dengan DPR.
“Tidak perlu ada konstruksi kalau lembaga independen tidak menjadi pengawasan DPR. Semua lembaga yang dibentuk Undang-Undang pantasnya mendengar, tetapi tidak boleh menentukan karena bukan policy maker. Kalau DPR nnti harus berurusan dengan publik, itu urusan DPR. Apapun putusan MK, saya yakin Pak Agus (Ketua KPK) dan kawan-kawan menghormati putusan MK,” jelasnya.
Sebab, kata Jimly, banyak persoalan kebangsaan dan keindonesiaan yang harus diselesaikan. Dia menilai, ada kemerosotan dalam mengelola hubungan antara KPK dengan DPR. Namun polemik pansus harus segera diselesaikan demi membangun demokrasi berdasarkan hukum, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
“Mari kita evaluasi secara komprehensif. Ke depan, saya berharap, hubungan antara DPR dengan KPK berjalan baik. Saya menganjurkan KPK, apabila di panggil oleh DPR harus datang setelah ada putusan MK,” tutupnya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar menyatakan, tata kelola negara yang baik akan memberikan dampak yang baik terhadap rakyat. Namun sebaliknya, apabila elite (lembaga struktural/non struktural) tetap mengedepankan ego sektoral, akan menghilangkan fungsi check and balance masyarakat.
“Tidak ada ittikad kami untuk mempertentangkan pansus dengan KPK. Dari awal pimpinan kami selalu mengajak bicara, tetapi selalu saja konten yang disampaikan tidak mau. Menurut kami ini sangat mengganggu dan berpotensi abuse of power dalam negara hukum,” tutur Agun.
Terlebih, jelas Agun, KPK sebagai lembaga hukum seperti lembaga yang super antibody dan tidak ingin di kritik. Ketika bertemu dengan KPK, Agun selalu mendapati respon lembaga anti rasuah tersebut bukan membantah tetapi mengembangkan isu baru.
“Saya tidak ingin mengatakan media mainstream sebagai bagian dari kekuatan KPK, tapi embrio opini yang dibangun seperti itu. Oleh karena itu, masukan dari Prof (Jimly) menjadi bagian penting dari kami. Saya mengusulkan ke MK untuk disegerakan putusannya,” ujar dia.
Ahmad Zuhdi