Pesantren Jangan Jadi Menara Gading

by

Dari lahan wakaf keroyokan seluas satu hektar dan modal tunai Rp 5 juta, kini jelang 10 tahun usianya Ma’had Islamic Center eLKISI Mojokerto telah berkembang pesat.

Lahan memanjang dan melebar hingga 12 hektar luasnya. Unit pendidikan komplit sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Santri mukimnya hampir 900 anak tingkat SMP-SMA. Unit usahanya terus berkembang seperti Biro Umroh, Mart, Pabrik Roti ‘Sehati’, dan air kemasan ’Aslim’. Sebuah masjid megah empat lantai sebagai pusat peribadahan dan manajemen senilai Rp 16 Milyar, sedang dalam proses pembangunan.

‘’Orang sering terheran-heran dengan perkembangan eLKISI ini,’’ ungkap KH Fathur Rohman, Direktur Ma’had Islamic Center eLKISI. “Dari mana semuanya ini? Saya jawab, ya dari saku Bapak Ibu semua yang menjadi jamaah eLKISI,” jelasnya di sela Silaturahmi Nasional (Silatnas) eLKISI ke-9 di Pondok Pesantren eLKISI Mojokerto, Jawa Timur, Ahad (21/7).

Sekitar 6.000 jama’ah dari berbagai kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan NTT serta NTB, hadir dalam perhelatan yang mendatangkan pembicara Dr Daud Rasyid Sitorus, itu. Mereka adalah wali santri, calon wali santri, donatur, dan masyarakat umum.

Kyai Fathur yang juga pengurus teras Dewan Dakwah Jawa Timur, menuturkan bahwa Ma’had eLKISI pun dirintis dengan aktivitas keroyokan buka dan keluarkan isi dompet.

‘’Dulu kami dikomandoi Kyai Fathur Rohman aktif menghimpun dan menyalurkan donasi untuk korban bencana mulai dari Tsunami Pancer Banyuwangi (2002), Tsunami Aceh (2004) tanah longsor Jember (2005), banjir di Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Pasuruan (2008-2009),’’ ungkap Prabowo, pengusaha alat berat asal Sidoarjo, yang turut mendampingi Direktur eLKISI sejak awal.

Jamaah Lembaga Kajian Islam Intensif (eLKISI) itu juga menghimpun donasi untuk membantu korban Gempa Bumi Bantul Jogja (2006), Lapindo Sidoarjo (2006), Gempa Padang Pariaman (2009) erupsi Merapi (2010), erupsi Kelud (2014), sampai pengungsian Rohingnya di Bangladesh (2017).

Karenanya, tandas Kyai Fathur, eLKISI dan pesantren lainnya tidak selayaknya menjadi ‘menara gading’ atau elitis di tengah masyarakat. Apalagi jika berada di lingkungan warga yang kebanyakan dhuafa.

‘’Pesantren harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi lingkungan sekitar,’’ Kyai Fathur mengemukakan salah satu prinsip pengelolaan pesantrennya.

Dalam pembiayaan pendidikan, eLKISI mengajak wali santri dari keluarga aghniya untuk membantu (subsidi silang) santri dari kalangan dhuafa. ‘’Kita memberikan beasiswa santri dhuafa dengan porsi sekitar 15%,’’ papar Ustadz Ainul Rofiq, Wakil Direktur eLKISI.

Ia menambahkan, eLKISI mulai tahun ini juga memberikan beasiswa penuh kepada 20 santri SMA untuk menempuh pendidikan Program Kader Ulama eLKISI. Program ini, kata Ainul Rofiq, dimaksudkan untuk melahirkan dai-dai muda yang akan ditempatkan di lokasi yang paling membutuhkan.

Untuk lingkungan terdekat, salah satu program sosial eLKISI adalah benah rumah dhuafa. Hingga saat ini, sudah 35 unit rumah senilai belasan juta dinikmati penduduk dhuafa di sekitar pesantren. Pembenahan hunian layak dikerjakan bersama aparat TNI (Koramil) dan masyarakat.

“Tiap bulan kita menyalurkan 12 ton beras untuk membantu masyarakat sekitar yang sangat membutuhkan,” Kyai Fathur menambahkan amalan sosial pesantren.

Di luar itu, setiap event ma’had seperti pendaftaran santri baru, kedatangan dan kepulangan santri, munaqosah dan silatnas yang dihadiri ribuan orang, juga mencipratkan rejeki bagi warga. Yaitu dari hasil jasa parkir kendaraan dan penjualan makanan serta souvenir.

Kemaslahatan eLKISI juga dirasakan masyarakat Indonesia di banyak tempat lain, bahkan hingga ke Singapura dan Rohingya. Bentuknya berupa hewan atau daging qurban, bantuan kemanusiaan korban bencana, serta santunan bagi guru taman kanak-kanak. ‘’Kami juga punya program rutin Program Dakwah Ramadhan, yakni mengirim santri-santri pilihan untuk memakmurkan Bulan Ramadhan di Indonesia dan luar negeri seperti Singapura,’’ tutur Kyai Fathur yang pernah mengantarkan bantuan ke Kamp Pengungsian Rohingya di Bangladesh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *