Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim telah mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang “Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.” Ada sejumlah hal yang patut diapresiasi dalam Permendikbud ini. Misalnya, ciri-ciri profil Pelajar Pancasila.
Dalam pasal 17 Permendikbud No 12/2024 itu disebutkan, enam ciri profil Pelajar Pancasila, yaitu: (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, (2) bergotong royong, (3) bernalar kritis, (4) berkebinekaan global, (5) mandiri, (6) kreatif.
Keenam ciri profil Pelajar Pancasila itu tampak begitu ideal. Ciri pertama saja begitu berat untuk diraih. Mendidik pelajar agar menjadi insan beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia sungguh tidaklah mudah. Perlu keikhlasan, kesungguhan, dan keteladanan para pejabat dan para guru. Sebenarnya ciri pertama ini saja jika diterapkan sudah cukup! InsyaAllah, pendidikan nasional kita akan melahirkan manusia-manusia hebat.
Orang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, pasti akan suka tolong menolong, pasti bernalar kritis, berkebinekaan global, mandiri, dan kreatif. Masalahnya, apakah benar pendidikan kita diarahkan untuk membentuk manusia-manusia hebat seperti itu!
Atau, sebaliknya, pendidikan kita justru diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang – istilah Ki Hajar Dewantara – memiliki sifat “kemurkaan diri” (individualis) dan “kemurkaan benda” (materialis)! Silakan meneliti sendiri, apa yang terjadi di lapangan pendidikan kita!
Dalam pandangan Islam, seorang yang beriman dengan benar, pasti akan memiliki akhlak mulia. Kata Nabi Muhammad saw: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya.” Nah, iman yang benar hanya bisa diraih dengan proses penanaman nilai-nilai aqidah yang benar dan sungguh-sungguh.
Manusia yang bertaqwa adalah manusia paling mulia. Taqwa artinya tunduk patuh kepada Allah dengan ikhlas. Orang yang bertaqwa pasti berusaha keras untuk senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Nah, apakah konsep pendidikan yang dirumuskan oleh Kemendkbud dan kemudian diberikan kepada anak-anak muslim sudah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya!
Sementara itu, ciri Pelajar Pancasila adalah yang berakhlak mulia, sungguh merupakan rumusan sangat indah dan tepat. Hanya saja, pertanyaan yang sama kita ajukan, “Apakah pemerintah benar-benar serius dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang sangat mulia itu?”
Rasulullah saw bersabda bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak. Bahkan, menurut Aisyah r.a., akhlak beliau adalah al-Quran. Kita berterimakasih Mendikbud Nadiem Makarim mau mengeluarkan kriteria Pelajar Pancasila yang sangat ideal ini. Tentu saja cara untuk menanamkan nilai-nilai akhlak mulia yang terbaik adalah dengan memberikan keteladanan.
Karena istilah “akhlak” itu berasal dari khazanah keilmuan Islam, maka sepatutnyalah, konsep pendidikan akhlak yang diterapkan harus juga mengambil dari konsep akhlak dan pendidikan akhlak dalam Islam. Bahkan, jika profil Pelajar Pancasila ditentukan hanya satu ciri, yaitu pelajar yang berakhlak mulia, itu pun sudah cukup. Asalkan, konsep dan pelaksanaannya dirumuskan dan dilaksanakan dengan benar.
Islam sangat kaya dengan teori-teori pendidikan akhlak yang dirumuskan oleh para ulama besar, seperti Imam al-Ghazali, Ibn Haitsam, Ibn Miskawaih, dan sebagainya. Dalam kitabnya, “Tahdzib al-Akhlaq” (Pendidikan Akhlak), Ibn Haitsam menjelaskan tentang cara menuntun manusia menuju manusia sempurna, yang diistilahkan dengan beberapa ungkapan seperti al-insān al-tāmm (manusia sempurna), al-insān al-kāmil (manusia seutuhnya atau manusia paripurna).
Menurut Ibn al-Haitsam, manusia sempurna biasanya memiliki empat kebajikan utama yaitu: (1) adil (‘adl), (2) berani (shajāʿah), (3) menjaga kesucian (ʿiffah), dan (4) bijaksana (ḥīkmah). Ini sama dengan yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam Kitab Iḥyāʾ ʿUluumiddiin.
Proses pendidikan akhlak dalam Islam harus dilakukan melalui proses pensucian jiwa (tazkiyatun nafs). Dalam bahasa kita disebut: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Jadi, tugas mendidik manusia agar berakhlak mulia adalah tugas kenabian, yaitu “wa-yuzakkiihim”. (QS al-Baqarah: 151 dan al-Jumuah: 2).
Jadi, tujuan Permendikbud No 12/2024 untuk melahirkan Pelajar Pancasila yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, benar-benar sangat dahsyat! Kita berharap, para pemimpin bangsa, baik ulama maupun penguasanya, dapat menjadi teladan dalam proses pendidikan kita.
Selanjutnya, praktik keteladanan itu diikuti para pimpinan sekolah dan kampus negeri di seluruh Indonesia. Para pejabat pendidikan, para guru negeri, itu diberi gaji dari uang rakyat. Sepatutnya, mereka bisa menjadi model pendidikan, baik secara personal maupun secara institusi pendidikan!
Jika tujuan melahirkan Pelajar Pancasila itu benar-benar dilaksanakan, insyaAllah, tahun 2045, Indonesia akan menjadi negeri maju, negeri yang adil dan makmur dalam naungan Ridha Allah SWT. Masyarakatnya hidup dalam keadilan dan kebahagiaan. Kita yakin itu akan terjadi, sebagaimana dijanjikan Allah (QS al-A’raf: 96).
Semoga pemerintahan baru nanti benar-benar serius menerapkan pendidikan nasional yang melahirkan manusia-manusia berakhlak mulia! Amin. (Depok, 30 Mei 2024).