Standarisasi Barat membagi sejarah menjadi masa Kuno/Klasik, Abad Pertengahan dan Modern. Tidak relevan dengan peradaban lain, terutama dengan Islam.
Wartapilihan.com, Jakarta —Periodisasi dalam perjalanan fase sejarah Islam telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، ثُمَّ سَكَتَ. حديث حسن رواه الإمام أحمد والبزار وذكره الهيثمى فى المجمع (5/188 – 189) وقال: رواه أحمد فى ترجمة النعمان والبزار أتم منه والطبرانى ببعضه فى الأوسط ورجاله ثقات
“Kalian akan mengalami masaKenabian sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendakNya pula. Sesudah itu ada khilafah yang sesuai dengan manhaj (sistem) kenabian, sesuai dengan kehendakNya. Lalu ada masa mulkan adhan yang lamanya sesuai kehendakNya. Setelah itu ada masa mulkan jabriyah (diktator) selama waktu yang dikehendakiNya. Lalu Allah akan menghapusnya. Lalu, akan ada khilafah yang sesuai dengan tuntunan kenabian. Lalu beliau terdiam”. (HR. Ahmad (IV/273) dan Ath-Thayalisi dalam musnad-nya (no. 438).
Dari hadits ini, Rasulullah mengisyaratkan ada lima fase sejarah umat Islam yang akan dialami sejak masa Rasulullah (Kenabian), yaitu masa kenabian beliau. Masa khilafah di atasmanhaj kenabian yakni khulafa ar-Rasyidin. lalu masa raja-raja yang menggigit (mulkan ‘adhan), di mana sudah mulai terlihat penyimpangan pemilihan khalifah menjadi sistem kerajaan, kendati dasar maupun sistem pemerintahan Islam secara umum masih disandarkan kepada ajaran Islam. Periodisasi masa ini sangat lama, dari mulai masa Bani Umayyah sampai masa Turki Utsmani (Ottoman). Lalu masa yang paling menghancurkan bagi umat yakni, mulkan jabriyah, yang tidak lain masa setelah Khilafah Turki Utsmani runtuh. Di sinilah periode paling kelam umat Islam jika dibanding masa-masa sebelumnya. Umat Islam di kala ini sedang dihinakan serta dikeroyok berbagai bangsa maupun peradaban lain. Kenyataannya, kita sekarang ini hidup di masa raja-raja yang diktator dan memaksakan kehendaknya, serta tidak menyandarkan Islam sebagai asas pemerintahannya. Barulah setelah itu akan muncul periode khilafah di atas manhaj
kenabian kembali, seperti layaknyakhulafa ar-rasyidin dahulu. Periode ini ditutup di masa Khalifah Al-Mahdi yang dijanjikan. Al-Mahdi merupakan khalifah dan pemimpin terakhir umat Islam menjelang kiamat.
Kaitannya dengan penulisan sejarah, periode-periode ini hendaknya menjaditimeline standar sejarah yang baku. Bukan hanya karena alasan politik dan kekuasaan yang begitu mempengaruhi masyarakat di dalamnya, tetapi di atas semuanya, karena periodisasi ini berlandaskan hadits Rasulullah. Jadi periodisasi Islam sendiri telah digariskan oleh Rasulullah, yang dengan begitu kita memiliki skema baku:
Pertama, periode Kenabian: Masa Rasulullah SAW.
Kedua, periode Khilafah alaa Manhaj Nubuwwah atau masa khulafa ar-rasyidin, dari Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khaththab, Khalifah Utsman bin Affan hingga Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Ketiga, periode Mulkan ‘Adhan: Masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan Turki Utsmani.
Keempat, periode Mulkan Jabriyah, runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani tahun 1924 M hingga masa yang belum dilalui. Wallahu’alam.
Kelima, periode kembalinya Khilafah alaa Manhaj Nubuwwah: Masa berdirinya kembali kekhalifahan Islam, kembalinya kejayaan dan masa keemasan peradaban Islam hingga akhir Kekhalifahan Al-Mahdi. Tentu saja di masa ini peperangan akhir zaman akan mendominasi kehidupan kaum Muslimin melawan musuh-musuhnya, khususnya Dajjal dan pasukannya. Dalam periode ini juga kaum Muslimin mengalami puncak kejayaan pasca peperangan.
Oleh karena itulah, kita tidak perlu lagi memakai standarisasi Barat yang membagi sejarah menjadi masa Kuno/Klasik, Abad Pertengahan dan Modern. Selain tidak relevan dengan pengalaman sejarah dan alam pikiran peradaban Islam maupun peradaban non-Barat lainnya, masa klasik (Yunani, Romawi), Abad Pertengahan (Abad Kegelapan, Abad Iman) dan Abad Modern (Renaissance, Pencerahan hingga sekarang) ini hanyalah pengalaman sejarah Barat yang sengaja diuniversalisasikan. Sama sekali tidak relevan dengan peradaban lain, khususnya Islam.
Sebagai contoh, dengan menyatakan periodisasi saat ini dengan abad atau masa modern berarti secara tidak langsung penentuan masa modern itu ada pada pengalaman peradaban Barat, yang mendapatkan timingnya di masa Renaissance. Padahal saat ini umat Islam secara kolektif sedang mengalami puncak krisis, ditindas dan terpinggirkan dari ‘panggung’ pentas peradaban. Bersikap kritis terhadap periodisasi Barat yang tidak relevan dengan pengalaman sejarah umat Islam berfungsi juga sebagai kesadaran sejarah. Dengan kesadaran sejarah itulah, generasi kaum Muslimin saat ini akan menyadari mereka tengah hidup di periode mulkan jabriyah dengan segala kondisinya yang banyak menyimpang dari Islam. Dengan kesadaran sejarah itulah, umat Islam akan berupaya untuk menggemakan kejayaan peradaban seperti di masa lalu. Karena mereka sadar bahwa kondisi mereka sedang berada di bagian ‘bawah’ roda sejarah yang senantiasa berputar. Justru dengan meyakini masa ini sebagai Abad Modern seperti pandangan Barat, maka umat Islam akan menyangka di zaman ini peradaban Islam sedang baik-baik saja. Bahkan sangat mungkin untuk tidak menyadari krisis besar yang melanda dunia Islam. Selain itu, umat Islam juga akan menyangka mengikuti budaya dan peradaban Barat sebagai peradaban yang menjadi kiblat saat ini merupakan keharusan. Umat Islam yang awam akan cenderung beranggapan jika ingin maju dan menjadi modern, justru harus meniru peradaban Barat.
Pada akhirnya, solusi maupun jawaban untuk umat Islam adalah bukan meniru, memakai pandangan dan tradisi keilmuwan Barat melainkan kembali kepada ajaran Islam itu sendiri. Pemahaman itu harus diperkuat dengan upaya refleksi dari pengalaman sejarah Islam. Memberi solusi terhadap nestapa dunia Islam dengan cara mengikuti Barat tidak akan memberi dampak positif terhadap umat, yang ada umat akan kehilangan jati diri keislamannya, nilai-nilai Islam akan diganti dengan western values, serta ranah ilmiah akan punya ketergantungan penuh kepada Barat.
Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam