Peradaban sekular adalah peradaban harakiri. Karena sistem sekular telah membuka kesempatan bagi orang-orang yang tamak dan rakus untuk menguras dan menjarah aset alam di seluruh dunia.
Wartapilihan.com, Depok-– Padahal bumi ini sesungguhnya telah menyediakan aset yang cukup untuk milyaran manusia tapi menjadi tidak memadai karena adanya sekelompok orang yang tamak dan rakus.
Hutan luas yang dipenuhi keaneka ragaman hayati menjadi punah ranah disebabkan pohon dan tumbuhan beragam dibabat, dijarah kayunya kemudian dijadikan pohon sejenis yaitu sawit yang merusak tanah.
Orang utan, rusa, kijang dan hewan sejenisnya dibantai demi sawit.
Rakyat pun telah ditipu oleh Zionis Yahudi yang berkuasa di PBB, sehingga WHO ( World Health Organitazion ) mengeluarkan pernyataan bahwa minyak kelapa atau kopra tidak layak dikonsumsi demi kesehatan.
Padahal rakyat dapat mengolah minyak kopra dengan cara sederhana, tapi sekarang ini tidak lagi mampu memproduk dan menjual minyak kelapa.
Dan rakyat pun tentu tidak punya kemampuan untuk memiliki mesin penyulingan minyak sawit, yang mampu hanya korporat usaha cocok tanam yang rakus, yang terkadang merampas tanah wilayat rakyat.
Tapi sekarang PBB mulai berteriak-teriak soal pemanasan global akibat penggundulan hutan, dan karenanya minyak sawit dari Indonesia pun lantas diboikot oleh negara-negara Eropa.
Kini pemanasan global menjadi isu utama yang memunculkan kekhawatiran tercabiknya ozon yang mencairnya gunung-gunung salju di kutub dan mengakibatkan permukaan laut meninggi sehingga menenggelamkan pulau-pulau kecil dan kota-kota di pantai.
Pemanasan global itu juga disebabkan meraksasanya pabrik-pabrik milik segelintir orang yang menghanyutkan limbahnya ke laut dan melemparkan CFC ( cloro fluoro carbon ) ke udara yang menjadi biang keladi pemanasan global.
Dan pemanasan global juga menjadikan perubahan iklim yang memuculkan kebakaran hutan, banjir di suatu wilayah dan kekeringan di wilayah yang lain secara tidak menentu.
Di samping itu pemanasan global juga dapat memunculkan badai pasir di Gobi dan di Sahara yang menyempitkan lahan pertanian.
Akibat yang ditimbulkan oleh kerakusan korporat tamak yang bermunculan di era sekularis ini bisa mengakibatkan terjadinya krisis pangan dunia karena pertanian mengalami kerusakan signifikan.
Jadi, peradaban sekular, keuntungan hanya bersifat sementara dan semu.
Dan kenikmatan hidup dengan harta serba cukup hanya bagi sekelompok kecil manusia, selebihnya menderita, terjajah, dan mengalami kemiskinan struktural.
Ujung-ujung dari sistem sekular manusia meracik “kiamat” dengan tangannya sendiri, yaitu berlomba-lomba mendominasi dan menginvasi yang lemah dan berakhir dengan peperangan dan kekacauan merata seluruh dunia.
( Ridhwan Hasanul Akmal )