Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengimbau masyarakat, agar mengabaikan jika mendapatkan panggilan internasional dari nomor yang tidak dikenal, atau tidak memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan Negara tersebut.
Wartapilihan.com, Jakarta — Maraknya kasus pencurian pulsa bermodus panggilan tidak terjawab dari nomor internasional yang tidak dikenal (Wangiri/penipuan sekali dering), juga pernah terjadi pada tahun 2013 dan 2016.
Merespon hal itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta Komisi I DPR mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Operator Seluler untuk melakukan pemblokiran terhadap panggilan internasional yang mencurigakan dan frekuensinya tidak wajar, sebagai upaya pencegahan kasus pencurian pulsa tersebut.
“Secara khusus saya meminta Komisi I DPR mendorong Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk berkoordinasi dengan provider dalam melakukan investigasi dan kajian terhadap modus pencurian pulsa, sesuai dengan regulasi hukum internasional terkait dengan perlindungan terhadap konsumen,” ujar sapaan Bamsoet di Jakarta, Senin (2/4).
Selain itu, ia meminta Komisi III DPR mendorong Kapolri agar menugaskan Satuan Cyber Crime Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas motif pencurian pulsa dengan panggilan internasional yang diketahui oleh provider.
“Saya juga meminta Komisi I DPR mendorong Kemenkominfo bersama dengan provider seluler untuk mengimbau masyarakat, agar mengabaikan jika mendapatkan panggilan internasional dari nomor yang tidak dikenal, atau tidak memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan Negara tersebut, serta demi keamanan untuk tidak mencantumkan nomor telepon pribadi pada akun media sosial,” katanya.
Laporan Newshub.co.nz menyebutkan, pada awal 2017 lalu masyarakat di Asustralia “diteror” berkali-kali oleh panggilan tak terjawab alias missed call dari luar Australia. Bahkan, menurut laporan, “teror” tersebut bisa terjadi sampai lebih dari dua kali sehari dalam kurun waktu yang berdekatan.
Penipuan berbasis telepon premium ini lebih dikenal dengan istilah wangiri, dari kata dalam bahasa Jepang yang bermakna “panggilan tak terjawab”. Modus penipuan ini ditengarai memang berasal dari “Negeri Matahari Terbit”. Modus scam semacam ini ternyata bukan hal baru, bahkan kabarnya sudah mulai beredar sejak awal tahun 2000-an.
Pakar kemananan siber dari CissRec, Pratama Persadha, menduga aksi wangiri yang terjadi belakangan ini dicurigai dilakukan oleh jaringan yang sangat berpengalaman. Itu karena nomor yang disedot pulsanya tidak hanya nomor prabayar saja, tetapi juga nomor pascabayar.
“Bagi pemilik nomor prabayar mungkin pulsanya akan tersedot habis. Namun, bagi pemilik kartu pascabayar, tagihannya bisa membengkak luar biasa bila nomornya melakukan panggilan balik ke nomor wangiri tersebut,” ujar Pratama.
Menurutnya, kemungkinan besar data nomor tersebut didapatkan dengan gratis atau dijual murah di internet. Pada pertengahan 2017, Pratama menyebutkan, seorang tersangka ditangkap di Bogor karena memperjualbelikan dua juta data nasabah. Dia pun menggarisbawahi pentingnya perlindungan data pribadi masyarakat, yang mana di antaranya adalah nomor seluler.
“Praktik wangiri ini sudah sangat sering dilakukan. Harus ada upaya pencegahan, salah satunya dengan menelusuri dari mana nomor masyarakat Indonesia itu bisa didapatkan oleh para pelaku,” kata dia.
Ia meminta Pemerintah untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi dan juga menindak tegas para penjual data pribadi masyarakat, termasuk nomor telepon.
“RUU Perlindungan Data Pribadi harus segera diselesaikan, agar masyarakat dilindungi dan para pelaku usaha serta pemerintah yang memegang data masyarakat bisa dimintai pertanggunjawaban bila membiarkan data tersebut diambil oleh pihak yang tidak berwenang,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi