Pengadilan Eropa Resmi Larang Penggunaan Jilbab untuk Pegawai

by
Dok. Seorang Muslimah berjalan di depan poster wanita yang menggunakan bendera Uni Eropa sebagai jilbab. Foto: Istimewa

Wartapilihan.com, Brussels – Pengadilan Uni Eropa memutuskan pada Selasa (14/3) bahwa perusahaan berhak melarang pegawainya untuk tidak memakai simbol-simbol keagamaan yang terlihat. Keputusan tersebut mengindikasikan serangan langsung terhadap wanita Muslim yang menggunakan jilbab di tempat kerja.

Pengadilan Eropa (ECJ) mengatakan, bukanlah merupakan “diskriminasi langsung” jika sebuah perusahaan memiliki aturan internal yang melarang pemakaian “simbol politik, filsafat, atau agama”.

Pengadilan memberikan keputusan dalam kasus dua perempuan, di Perancis dan Belgia, yang dipecat karena menolak melepaskan jilbab atau kerudung yang dikenakan oleh banyak wanita Muslim yang merupakan bagian dari agama mereka.

Para pengkritik menyebut larangan tersebut sebagai langkah terselubung yang menargetkan Muslim.

“Larangan simbol-simbol agama dan politik saya rasa sebagai larangan terselubung terhadap jilbab. Saya tidak bisa memikirkan simbol lain yang akan mempengaruhi ratusan ribu orang di Eropa,” kata Warda el-Kaddouri kepada Al Jazeera dari Brussels.

“Dengan menyatakan bahwa perempuan berjilbab dapat melepas jilbab mereka, Anda menyiratkan bahwa pemberdayaan perempuan untuk mengendalikan tubuh mereka sendiri dan membuat keputusan individu hanya diperuntukkan bagi wanita kulit putih,” imbuhnya.

Kim Lecoyer, Presiden Pengacara Waita Muslim Wanita untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Belgia, mengatakan bahwa putusan tersebut melegitimasi diskriminasi atas dasar agama.

“Pengadilan bisa dan harus mengambil kesempatan untuk menahan laju beberapa diskriminasi yang dihadapi perempuan Muslim dan melindungi hak-hak dasar mereka, tetapi mereka memilih untuk tidak (melakukannya),” kata Lecoyer.

Nasionalisme Anti-Muslim

Mengenakan simbol-simbol keagamaan, khususnya jilbab, telah menjadi isu panas dengan munculnya partai-partai nasionalis dan kadang-kadang terang-terangan menyatakan anti-Muslim di seluruh Eropa.

Seperti dilansir Reuters (14/3), keputusan kontroversial tersebut terjadi sebelum pemilihan umum di Belanda dan imigrasi Muslim merupakan isu kunci sepekan sebelum pemilihan presiden yang juga terjadi di Perancis yang melarang penggunaan jilbab dalam pekerjaan pelayanan publik.

Kandidat dari kelompok konservatif Prancis, Francois Fillon, memuji keputusan ECJ sebagai “bantuan besar” kepada perusahaan dan pekerja yang akan memberikan kontribusi untuk “perdamaian sosial”.

Beberapa negara seperti Austria mempertimbangkan larangan cadar yang menutupi wajah penuh di depan umum, sementara di Perancis, pada tahun lalu, pemerintah setempat melarang perempuan mengenakan burkini, baju renang yang menutupi seluruh tubuh, dan mendenda mereka yang menggunakannya.

Manfred Weber, Pemipin Partai Rakyat Eropa kanan-tengah yang terbesar di Parlemen Eropa, menyambut putusan ECJ sebagai kemenangan bagi nilai-nilai Eropa.

“Putusan Penting oleh Pengadilan Eropa: Perusahaan memiliki hak untuk melarang jilbab di tempat kerja. Nilai-nilai Eropa harus diterapkan dalam kehidupan masyarakat,” kata Weber dalam cuitannya di twitter.

ECJ memutuskan pada kasus yang dimulai pada 2003 ketika Samira Achbita, seorang Muslim, bekerja sebagai resepsionis pada layanan keamanan G4S di Belgia.

Pada saat itu, perusahaan memiliki “aturan tak tertulis” bahwa karyawan tidak harus mengenakan simbol politik, agama atau filsafat di tempat kerja, kata ECJ.

Pada tahun 2006, Achbita mengatakan kepada G4S bahwa ia ingin memakai jilbab, namun ia diberitahu bahwa tidak diizinkan. Perusahaan ini kemudian memperkenalkan larangan formal. Achbita dipecat dan dia membawa kasus ini ke pengadilan dan mengklaim sebagai tindakan diskriminasi.

ECJ mengatakan hukum Uni Eropa tidak menyetujui diskriminasi atas dasar agama, tetapi tindakan G4S ini didasarkan pada memperlakukan semua karyawan sama, berarti tidak ada satu orang dipilih untuk penerapan larangan tersebut.

“Dengan demikian, aturan internal seperti tidak memperkenalkan perbedaan perlakuan yang langsung berdasarkan agama atau keyakinan,” kata ECJ.

Namun, dalam kasus terkait di Perancis, ECJ memutuskan pelanggan tidak bisa menuntut seorang karyawan perusahaan untuk tidak memakai jilbab ketika melakukan bisnis dengan mereka.

Insinyur desain Asma Bougnaoui bekerja di Micropole, sebuah perusahaan swasta, pada tahun 2008, lalu ia diberitahu bahwa mengenakan jilbab dapat menyebabkan masalah dengan klien.

Setelah keluhan pelanggan, Micropole meminta Bougnaoui tidak memakai jilbab dengan alasan bahwa karyawan harus berpakaian netral.

Dia kemudian dipecat dan pergi ke pengadilan dan mengklaim bahwa tindakan tersebut sebagai diskriminasi.

ECJ mengatakan, kasus ini menyoroti apakah ada peraturan internal perusahaan yang berlaku untuk pegawai, seperti dalam contoh G4S, atau apakah permintaan klien berarti Bougnaoui diperlakukan berbeda.

ECJ menyimpulkan bahwa Bougnaoui memang telah diperlakukan berbeda dan sehingga permintaan klien bahwa dia tidak memakai jilbab “tidak dapat dianggap sebagai persyaratan kerja asli dan menentukan”.

Reporter: Moedja Azim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *