Dalam persidangan, data yang menjadi landasan Alfian Tanjung dipaparkan secara jelas, sistemik dan terukur oleh penasihat hukum. Hal itu membuat saksi atas nama Tanda Pardamaian tidak dapat menjawab dengan lugas.
Wartapilihan.com, Jakarta – Ustaz Alfian Tanjung (UAT) kembali menjalani pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (24/1). Agenda sidang kelima yaitu mendengarkan para saksi dari pihak pelapor yaitu Tanda Pardamaian, Sekjen PDIP Hasto Kristyanto dan redaksi Sebar.com Muhammad Fahlevi Aditya.
Rencananya, persidangan dimulai pukul 10.00 WIB. Namun Ketua Majelis Hakim Dedi Fardiman lebih dulu memenuhi panggilan Mahkamah Agung. Sehingga, persidangan baru dimulai pukul 11.45.
Sebelum sidang dimulai, Alfian tampak lebih awal dan menyalami sanak keluarga serta kolega yang telah menunggunya sejak pagi. Alfian duduk di bangku tunggu dan disuapkan oleh salah satu putrinya dengan makanan kesukaannya, rendang khas Padang.
“Ini kesukaan saya. Alhamdulillah. Disana (Mako Brimob) tetap seperti biasa, sehari (makan) tiga kali,” ujar Alfian.
Menghadapi agenda-agenda persidangan, Alfian menyatakan tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Semuanya bergantung kepada Allah SWT melalui penasihat hukum dan seluruh koleganya yang memberikan doa dan dukungan.
“Memangnya bakal terjadi apa, biasa saja. Semua prosedur dan mekanisme kita jalani. Sepatutnya juga Mas Hasto (Hasto Kristyanto) hadir hari ini,” tuturnya.
Ketika sidang dimulai, hadir dua orang sebagai saksi. Politikus PDIP Tanda Pardamaian dan redaksi Sebar.com Muhammad Fahlevi Aditya. Setelah menjawab pertanyaan majelis hakim dan JPU (Jaksa Penuntut Umum), tibalah perwakilan dari penasihat hukum Alfian Tanjung, salah satunya adalah Munarman. Berikut kutipannya:
Munarman (M) : Menhan mengatakan yang bilang PKI tidak ada, mungkin dia komunis. Pernah dengar?
Tanda Pardamaian (T) : Pernah, tapi tidak pernah membaca.
M : Ini dari Tribunnews Yang Mulia (Majelis Hakim) tanggal 3 Mei 2017. Nanti kami berikan. Menhan bikin acara di Kartini, Gatot Subroto mengingatkan bahaya laten komunis, tahu?
T : Saya tidak tahu
M : Ini liputannya Yang Mulia (melihat majelis hakim dan kembali menanyakan ke Tanda), Menhan bagian dari pemerintahan ya? Menhan mengingatkan ya?
T : Iya seperti itu, tapi saya tidak tahu.
M : Jadi saudara tidak tahu ya. Ini ada lagi berita, “dulu ditertawakan kini bahaya laten komunis muncul”. Ini juga pernyataan Menhan. Komplit. Pertanyaan saya, apakah saudara menyadari secara Warga Negara Indonesia tahu, bahaya laten komunis mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara?
T : Saya tidak tahu.
M : Anda tidak tahu ada bahaya laten komunis?
T : Tidak tahu, tapi yang jelas PKI sudah dibubarkan. Yang jelas PDI-Perjuangan tidak ada kaitanya dengan PKI.
M : Saudara, ini adalah produk dari Tentara Nasional Indonesia, Yang Mulia. (ujar Munarman melihatkan dokumentasi TNI; Analisa Ancaman Komunis Gaya Baru di Indonesia). Saudara pernah membaca ini? Ini paparan dari TNI jajaran teritorial. Belum pernah baca ini?
T : Belum pernah. Saya tidak tahu.
M : Saudara belum tahu, tapi saudara diminta untuk menghadapi pernyataan Alfian Tanjung tentang bahaya laten komunis. Saya mau menanyakan kepada saudara bahwa PDI-Perjuangan tidak ada kaitan dengan PKI, saudara tahu tidak ada beberapa orang yang memiliki ideologi pikiran atau yang pro (pemikiran kiri) di dalam PDIP?
T : Tidak ada.
M : Saudara kenal dengan Ribka Tjiptaning?
T : Kenal.
M : Siapa dia?
T : Salah satu Ketua DPP.
M : Saudara pernah membaca bukunya? (Judul) “Aku Anak PKI Masuk Parlemen”. Saudara menyatakan Ribka Tjiptaning siapa?
T : Salah satu Ketua DPP
M : DPP apa?
T : PDI-Perjuangan
M : Ini ada bukunya. Belum pernah baca?
T : Belum.
M : Bagus. Ini juga. Ini belum pernah baca buku kedua? Aku Bangga Jadi Anak PKI. Anak PKI (kata Munarman sambil menunjuk sampul buku tersebut). Belum pernah baca?
T : Belum. Saya tahu saja, pernah dengar. Tapi belum pernah baca.
M : Dua buku ini (Anak PKI Masuk Parlemen dan Aku Bangga Jadi Anak PKI) tahu pernah terbit?
T : Saya cuman tahu sebelah kanan (buku Aku Anak PKI Masuk Parlemen).
M : Apakah saudara masih percaya tidak ada kaitan?
T : Tidak. Kan sudah saya sampaikan, Mbak Ribka Tjiptaning ini dia kan anggota DPR RI, beliau ini dipilih, tentu ada persyaratannya. Tidak ada kaitannya dengan PKI.
M : Lah ini apa ini. Coba baca (memerlihatkan kedua buku)
T : (membacakan judul buku) Aku Anak PKI Masuk Parlemen.
M : Okay cukup. Tahu ya?
T : Saya tahu judulnya saja yang pertama, yang kedua tidak tahu.
M : Baik Yang Mulia, bukunya nanti akan kami berikan. Kemudian terkait hukum acara, saudara diberi surat kuasa atau surat tugas?
T : Surat Kuasa.
M : Anda pengurus DPP PDI-Perjuangan atau salah satu tim kuasa hukumnya?
T : Saya kebetulan saat ini pengurus di bidang hukum, tapi saya juga pengacara.
M : Berkaitan dengan surat kuasa, (surat kuasa) atas nama Sekjen?
T : Iya, Sekjen (DPP PDI-Perjuangan).
M : Sekjennya pernah di BAP?
T : Pernah.
M : Saudara melaporkan atas nama Sekjen?
T : Iya.
M : Saudara di BAP juga?
T : Iya.
M : Saudara padahal waktu itu sebagai kuasa hukum?
T : Sebagai Pelapor.
M : Nah iya, siapapun boleh melapor. Waktu itu saudara diminta sebagai saksi atau pelapor?
T : Sebagai pelapor, saksi pelapor.
M : Kalau saksi pelapor, berarti Sekjennya tidak perlu lagi di BAP?
T : Mungkin begitu, karena saya dipanggil saja.
M : Berarti begitu ya pemahaman saudara. Baik terima kasih Yang Mulia.
Alfian dituduh membuat berita hoax bahwa adanya kebangkitan komunisme melalui akun twitternya. Dia menulia “PDIP yang 85 persen isinya kader PKI mengusung cagub Anti Islam,” di akun @alfiantmf. Ia disangka melanggar pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A ayat (2) atau Pasal 27 ayat (3) UURI No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UURI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
“Tadi kita membuktikan (hubungan komunis dan PDIP), karena saksinya menyatakan bahwa partainya tidak memiliki hubungan dengan komunisme atau PKI. Padahal, ada salah satu petinggi dari partai mereka yang justru dengan bangga mengatakan dia masuk parlemen dan bangga menjadi anak PKI,” tegas Munarman.
Munarman menerangkan, pernyataan saksi kontradiktif. Dimana dia menyatakan partainya tidak ada hubungan dengan komunisme. Sebab, salah satu pengurus petinggi partai menyatakan sendiri dengan bukunya.
“Ini buku mereka, bukan karangan kita. Kita buktikan bahwa apa yang disampaikan Ustadz Alfian Tanjung benar adanya, belum lagi indikasi-indikasi yang disinyalir oleh berbagai macam institusi negara resmi. Ini warning dari lembaga negara,” tandasnya.
Seharusnya, simpul dia, Alfian Tanjung mendapatkan penghargaan sebagai warga negara baik karena menjalankan amanat Undang-Undang. Yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999; dimana apabila ada orang menyebarkan paham komunisme dengan segala bentuknya, dapat dihukum 12 sampai 15 tahun penjara. Terlebih, jika dalam persidangan saksi berkata bohong, maka dapat dituntut hukuman pidana.
“Yang bersangkutan (Ribka) pernah menyatakan bahwa ada 15 juta kader PKI yang siap bangkit. Nah, 15 juta suaranya kemana? Itu baru orang per orang, kalau ditambah istri dan anak, dikali tiga maka sudah 45 juta. Jadi sangat tidak layak sebagai warga negara, apalagi dia (Tanda) mengaku sebagai pengurus partai, bisa menjaga NKRI ini tetap utuh dari ancaman bahaya komunis,” tutup Munarman.
Ahmad Zuhdi