Pemerintah Gagal Mensejahterakan Rakyat?

by
Perkampungan kumuh, potret rakyat pra-sejahtera. Foto: Istimewa

“Kami ingin menawarkan program yang benar-benar dapat diimplementasikan kepada masyarakat,” ujar Gusmiyadi.

Wartapilihan.com, Jakarta — Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada 20 September mendatang. Diketahui, saat ini terdapat dua kandidat yang akan berlaga pada pilpres 2019. Yaitu pasangan Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma’ruf.

Masing-masing pasangan akan menawarkan konsep, gagasan dan solusi integral untuk masyarakat Indonesia dalam lima tahun mendatang di masa-masa kampanye. Tentu, ide yang ditawarkan adalah permasalahan yang saat ini sangat dirasakan oleh masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah. Apa itu?

“Dalam setiap momentum, kandidat kami Pak Prabowo dan Bang Sandi selalu menggarisbawahi ekonomi menjadi persoalan mendasar bagi masyarakat. Realistis, mudah dicerna sehari-hari dan menjadikan sesuatu yang kongkrit, saya kira itu program prioritas,” ujar politisi Partai Gerindra Gusmiyadi dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (14/9).

Ia menuturkan, tingginya angka rasio gini dan sulitnya masyarakat mendapatkan akses pekerjaan menjadi PR pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya sesuai amanat konstitusi. Bahkan kata dia, tak jarang konflik sosial terjadi akibat adanya disparitas (kesenjangan) antar masyarakat.

“Kami ingin menawarkan program yang benar-benar dapat diimplementasikan kepada masyarakat. Secara kontekstual renyah dan signifikan bagi perkembangan ekonomi kita. Yaitu dengan diberikan intervensi modal oleh pemerintah, maka harapannya dapat menjadi bola salju,” katanya.

Gusmiyadi menjelaskan, masalah lainnya seperti aspek hukum, keamanan, budaya, dan sosial dapat diselesaikan oleh pemimpin yang arif, objektif, wibawa, dan mampu menegakkan keadilan. Hal tersebut menjadi keniscayaan agar masyarakat memberikan mandatnya kepada presiden dan wakil presidennya pada Pilpres 2019 mendatang.

“Kita harus membangun kesejukan dan simpati rakyat. Kita sudah malas dengan kekisruhan, sehingga harapannya bisa menjadi proses demokrasi yang sejuk,” ujar dia.

Karena itu, pro kontra yang terjadi seperti usulan debat kandidat menggunakan bahasa Inggris, simpul Gusmiyadi, tidak perlu dilihat secara paradoks dengan mengaitkan nasionalisme paslon. Menurutnya, kemampuan bahasa internasional merupakan hal mutlak yang harus dimiliki pemimpin nasional seperti Soekarno yang mampu menguasai tujuh bahasa asing.

“Saya kira juga tidak perlu dilihat sebagai sesuatu yang memberatkan. Kalau KPU setuju dan tidak ada aspek hukum yang dilanggar, biarlah itu ditentukan mereka,” pungkasnya.

Ahmad Zuhdi | Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *