Organisasi Hebat Itu Bernama Hizbut Tahrir Indonesia

by

Wartapilihan.com – Lagi-lagi pemerintah Jokowi menunjukkan blundernya. Setelah melakukan dukungan kepada Ahok – dan pemerintah akhirnya kalah di pengadilan- presiden Jokowi lewat Menkopolhukam Wiranto berencana melarang organisasi Hizbut Tahrir Indonesia.

Pelarangan atau pembubaran ini menurut Menkopolhukam karena HTI dinggap bertentangan dengan Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika.

Banyak reaksi bermunculan. Bila tokoh-tokoh PBNU menyatakan setuju pembubaran HTI, aktivis-aktivis GNPF MUI yang ditemui Warta Pilihan menyatakan menolak pelarangan HTI oleh pemerintah.

Menurut Ahli Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, pemerintah tidak bisa begitu saja membubarkan ormas berbadan hukum dan berlingkup nasional, kecuali lebih dahulu secara persuasif memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali.

“Jika langkah persuasif tidak diindahkan, barulah pemerintah dapat mengajukan permohonan untuk membubarkan ormas tersebut ke pengadilan,” terang Yusril. Menurutnya di pengadilan, bila pemerintah tidak mempunyai bukti yang kuat, pengacara HTI bisa mengalahkan pemerintah. Juru bicara HTI, Ismail Yusanto menyatakan bahwa HTI belum pernah menerima surat peringatan satu kali pun dari pemerintah.

Hizbut Tahrir didirikan seorang ulama besar Palestina, Taqiyuddin an Nabhani pada tahun 1953. HTI bertujuan ingin melanjutkan kehidupan Islam seperti di masa Rasulullah, khulafaur Rasyidin dan Daulah Islamiyah yang bubar pada tahun 1924.

Kata-kata Khilafah Islamiyah adalah trade mark HTI di dalam kitabnya, tulisan-tulisan dan demo yang dilakukannya. Meski demikian, HTI tidak pernah menyatakan mereka memusuhi NKRI atau Pancasila. Bahkan kalau dicermati ormas HTI ini sesuai dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini bisa dimaknai bahwa kalimat bendera Laa ilaaha illallah yang dibawa HTI sesuai dengan sila pertama dan kalimat ini juga digunakan oleh para pejuang Islam dalam memerdekakan Indonesia dari penjajahan bangsa asing.

Makanya tidak heran, Imam besar FPI Habib Rizieq, menolak keras pembubaran HTI. Menurut Habib, HTI tidak menolak NKRI. Bahkan HTI menginginkan luas Indonesia bukan hanya dari Sabang sampai Merauke, tapi Sabang sampai Maroko.

Memang pemerintah Jokowi ini aneh. Kelompok HTI akan dilarang, sementara kelompok separatis Papua Merdeka sampai saat ini bergerak leluasa di Papua. Apakah pelarangan HTI ini sebagai ‘balas dendam pemerintah Jokowi’ karena Ahok ditahan, atau rencana pembubaran HTI ini karena pemerintah ingin sekulerisasi di negeri ini tidak diganggu ormas Islam, waktu yang akan menjawabnya.

Pengalaman penulis sendiri beberapa tahun aktif di HTI semasa mahasiswa, merasakan banyak manfaat dari organsisasi ini. Bila ada kelompok Islam yang memahami aqidah pada dalil naqli saja, maka HTI memahami aqidah dengan dalil aqli dan naqli. Dan penjelasan pendiri HT Taqiyuddin an Nabhani dalam hal ini cukup rasional dan menyentuh jiwa anak-anak mahasiswa.

Sehingga ketika di IPB, saya merasakan sentuhan yang mendalam terhadap aqidah yang diajarkan HT ini. Taqiyuddin juga secara bagus menjelaskan tentang masalah dakwah Islam, problematika umat, kewajiban negara menerapkan syariat Islam dan lain-lain.

Begitu juga penjelasan Taqiyuddin soal dakwah Islam. Begitu menggugah para pemuda. Dakwah dalam perspektif HT, tidak hanya berupaya untuk melakukan Islamisasi di Indonesia, tapi juga di dunia. Dalam pandangan Taqiyuddin, dunia kini mengalami krisis kemanusiaan akibat sistem kapitalisme dan sistem sosialisme yang menguasai dunia.

Bila dicermati secara mendalam, justru pemerintah harusnya berterima kasih kepada HTI. Karena jutaan orang yang dibina HTI (kabarnya anggota HTI ada sekitar 3 juta orang), justru menjadi Muslim yang baik. Mereka tidak mengkonsumsi narkoba, tidak melakukan bom bunuh diri, tidak melakukan aksi-aksi kekerasan dan lain-lain.

HTI telah membantu pemerintah dalam upaya mendidik masyarakat Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang beriman dan bertaqwa sebagai tujuan pendidikan di Indonesia. Kalau HTI dilarang, mestinya ormas FPI, DDII, Muhammadiyah dan lain-lain dilarang juga. Karena mereka semua bertujuan hampir mirip, yaitu terterapnya syariah Islam atau nilai-nilai Islam di Indonesia.

Jadi, meski tujuannya Khilafah Islamiyah, HTI tidak pernah menolak NKRI. Bahkan beberapa waktu lalu jusu bicara HTI, Ismail Yusanto menjelaskan bahwa HTI tidak menolak nasionalisme secara mutlak (mesti dalam kitab HT disebutkan bahwa Taqiyuddin menolak ideologi nasionalisme) . HTI melihat bahwa Rasulullah sendiri juga cinta kepada Mekkah meski beliau dan masyarakatnya saat itu berada di Madinah. Jadi cinta tanah air, dilihat HTI sebagai ‘fitrah manusia’.

Jadi tidak bisa pemerintah kemudian nantinya mengajukan HTI ke pengadilan atas dasar kitab-kitab yang ditulis pendirinya Taqiyuddin an Nabhani. Karena dalam kenyataannya, HTI telah ‘memodifikasi’ pendapat Taqiyuddin dalam masalah nasionalisme, demokrasi dan sebagainya.

Misalnya dalam kasus pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Jasa relawan HTI cukup besar. Ribuan relawannya diturunkan untuk kampanye menolak Ahok sebagai gubernur DKI. Kalau HTI konsisten menolak demokrasi, harusnya kan HTI nggak mau tahu soal Pilkada Jakarta. Tapi yang terjadi justru HTI aktif menolak Ahok sebagai gubernur, dan ini secara tidak langsung merupakan sumbangan yang cukup besar hingga akhirnya Anies Baswedan, gubernur Muslim Jakarta terpilih.

Dan yang terpenting adalah gerakan HTI adalah gerakan perdamaian. HTI tidak pernah satu kalipun mengadakan aksi kekerasan dalam demo dan dakwah amar makruf nahi mungkarnya. Prinsip ini dipegang teguh HTI. Dan ini juga menyebabkan banyak kalangan mahasiswa atau intelektual masuk ke HT karena prinsip ini. Prinsip nirkekerasan ini juga kalau pemerintah obyektif, cocok dengan zaman demokrasi. Karena dalam prinsip demokrasi yang dipentingkan adalah kesadaran bukan kekerasan.

Bila alasan pemerintah HTI mau membubarkan HTI karena HTI ingin meraih kekuasaan. Pertanyaannya, bukankah semua kelompok parpol atau ormas ingin meraih kekuasaan? Pemerintah lupa bahwa HTI ingin meraih kekuasaan dengan damai. Petinggi-petinggi HTI sering mengatakan bahwa ‘kalau pemerintah mau menyerahkan kekuasaan kepada HTI, maka HTI akan mengelolanya menjadi negeri yang adil dan makmur, kalau tidak mau menyerahkan kekuasaan ya sudah.’ Jadi dalam prinsip kekuasaan ini justru HTI bersikap demokratis. Tidak memaksakan kehendak, dengan kekerasan dan lain-lain.

Hizbut Tahrir sebenarnya mirip dengan Ikhwanul Muslimin. Keduanya ingin mewujudkan Khilafah Islamiyah di dunia. Bila Ikhwan mau terlibat dan berkecimpung di pemilu, HT menolak. Kehidupan politik yang penuh suap dan hedonisme membuat aktivis-aktivis HT menolak masuk parlemen. Sedangkan Ikhwan berpendapat bahwa kehidupan politik yang rusak itu harus dari dalam membenahinya, bukan dari luar.

Maka bila pemerintah melarang atau membubarkan HTI, maka ini seperti memutar jarum jam demokrasi dan juga bertentangan dengan UUD 45 tentang kebebasan berpendapat dan berkumpul. Lihatlah di negara-negara yang maju demokrasinya, seperti di Amerika, Inggris, Turki dan lain-lain, HTI tidak dilarang.

Ormas Islam kok dilarang, pemerintah Jokowi mau kemana? Wallaahu aziizun hakim.   ||

Penulis : Dachli Hasyim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *