Setelah beberapa kali menunda pengumumannya, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P) pada Jumat, 19 Mei lalu, akhirnya memutuskan untuk menaikkan sovereign credit rating Indonesia menjadi BBB- atau A-3 dengan outlook stabil.
Dengan menyandang peringkat ini, S&P telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang masuk dalam investment grade atau layak investasi. Peringkat seperti ini juga pernah diberikan S&P 20 tahun lalu. Kini Standard & Poor’s memandang telah terjadi penurunan risiko-risiko fiskal Indonesia.
Penempatan Indonesia sebagai negara layak investasi, juga sudah dilakukan beberapa lembaga pemeringkat internasional terkemuka lainnya. Seperti Moody’s Investment Service memberikannya pada 18 Januari 2012. Sementara Fitch Rating Agency pada 15 Desember 2011.
Dalam ulasannya, S&P melihat, Indonesia mampu mengurangi risiko fiskal, dengan membuat kebijakan yang fokus dalam pengendalian bujet yang lebih realistis. Sehingga mengurangi risiko shortfall atau penerimaan pajak di bawah target.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga dianggap sudah mengambil langkah dan pengukuran terkait belanja dan pendapatan (APBN) guna menstabilkan keuangan negara. “Sebagai hasilnya, kami mengharapkan utang pemerintah akan stabil dan defisit anggaran akan turun secara gradual,” ujar S&P dalam keterangan tertulisnya.
Keputusan S&P memberi dampak positif bagi perekonomian dalam negeri. Mata uang Rupiah berhasil menguat 0,23% pada Jumat lalu, menjadi Rp 13.324 per dollar setelah pada hari sebelumnya ditutup pada level Rp 13.356 per dollar AS.
Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menorehkan rekor tertinggi sepanjang masa pada penutupan perdagangan jumat lalu, naik 2,59% atau 146,433 poin ke level 5.791,884.
Dengan membaiknya transaksi perdagangan luar negeri dan peningkatan cadangan devisa sebesar US$ 11,8 miliar dalam lima bulan terakhir, nilai tukar rupiah berpotensi terus menguat. Apalagi jika aliran modal masuk semakin deras pasca pengumuman S&P.
Indonesia kehilangan posisi investment grade sejak tahun 1997 setelah dihantam krisis moneter. Status ini merujuk pada sebuah peringkat utang pemerintah atau perusahaan memiliki risiko yang relatif rendah dari peluang default atau gagal bayar sehingga memiliki tingkat kepercayaan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
Karena itu, invesment grade diberikan kepada suatu negara yang memiliki fundamental ekonomi kuat, stabilitas politik dalam jangka panjang solid, dan memiliki manajemen anggaran pemerintah, serta kebijakan moneter yang prudent. Beberapa indikatornya adalah defisit anggaran yang rendah, rasio utang rendah, dan inflasi terkendali.
Dengan status ini, pemerintah akan lebih leluasa menggenjot kinerja perekonomian. Aliran investasi diharapkan lebih banyak masuk. Di sisi lain perbankan akan memperoleh manfaat paling baik. Karena akan adanya kecenderungan terbentuknya biaya keuangan atau cost of fund yang lebih murah, hingga meningkatkan likuiditas perbankan.
Biaya keuangan yang rendah bisa memicu sektor riil lain untuk bergerak lebih cepat. Seperti sektor infrastruktur akan memperoleh manfaat yang baik dengan suku bunga kredit lebih murah. Dengan cost of fund yang turun, perusahaan-perusahaan akan lebih cepat berekspansi, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Karenanya, momentum ini juga perlu dimanfaatkan secara tepat, agar dampaknya optimal. Salah satunya, di sisi moneter adalah penurunan suku bunga perbankan, agar merangsang sektor riil berkembang. Di sisi lain, pemerintah sebagai otoritas fiskal juga perlu kerja lebih keras, karena mempertahankan status investment grade ini akan lebih berat dari pada saat meraihnya.
Pengendalian inflasi, perlu lebih diketatkan, apalagi menyambut Ramadan dan Idul Fitri, kenaikan harga-harga pangan bisa sangat signifikan. Kemampuan pemerintah untuk mengendalikan fluktuasi harga pangan, menjadi ujian dalam mempertahankan situasi baik saat ini.
Situasi politik nasional juga perlu lebih terkendali. Potensi pertentangan horisontal perlu direduksi, di mana pemerintah perlu bersikap seadil-adilnya dalam menghadapi perbedaan pendapat di masyarakat.
Negeri ini memang perlu energi yang besar, agar cita-cita keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia segera tercapai. Seluruh masyarakat juga harus ikut membantu mengarahkan semua usaha ke hal yang produktif, karena kini kita sudah mulai memasuki era yang positif.
Rizky Serati