Tidak sesuai dengan akad di awal, masyarakat resah dengan pernyataan Presiden yang ingin menggunakan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.
Wartapilihan.com, Jakarta –Didampingi Anggito Abimanyu dari Badan Hukum BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Prof. Dr. (HC). KH. Ma’ruf Amin memberikan keterangan tentang wacana Pemerintah yang melirik dana haji untuk pembangunan infrastruktur kepada Wartawan, usai melakukan rapat tertutup dengan BPKH, Selasa (8/8).
Dalam kesempatan itu, pengurus BPKH, Anggito Abimanyu, yang berdiri di samping Ma’ruf Amin, enggan memberikan tanggapan ketika dimintai keterangan oleh awak media terkait wacana Presiden menggunakan dana haji untuk pembangunan infrastruktur. “Saya sudah laporkan ke Pak Kyai Ma’ruf Amin, jadi silakan tanya Pak Ma’ruf Amin saja,” ucapnya singkat.
Keinginan Presiden Joko Widodo itu disampaikan seusai melantik Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7/2017) pekan lalu.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga mengemukakan bahwa cara seperti itu sudah dipakai di negara lain, sepeti Malaysia. Proyek-proyek infrastruktur tersebut, menurut Presiden Joko Widodo, antara lain, pembangunan jalan tol dan pelabuhan.
“Pada dasarnya mereka akan menjaga amanat undang-undang supaya dikelola dengan hati-hati. Kemudian harus bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan jamaah. Di investasikan kepada investasi-investasi yang dibenarkan, termasuk juga kepada infrastruktur, ada yang tidak langsung lewat sukuk, ada yang linvesta,” kata Ma’ruf Amin di ruang rapat MUI, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (8/8)
Namun, lanjut Ma’ruf ada batasan dalam undang-undang soal prosentase. Pertama, tidak boleh melanggar undang-undang, yang kedua harus sesuai syariah. Dalam syariah apabila dana tersebut hendak di investasi, maka harus ada fatwa yang mengatur.
“Ketika akan membuat produknya, maka dia harus menyiapkan proposalnya untuk memperoleh pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dia sah kalau sudah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah,” terang Ma’ruf.
Oleh karena itu, kata Ma’ruf Amin, lembaga atau badan yang bergerak di syariah, diharapkan ada Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi aktifitas lembaga tersebut. Apakah sesuai syariah atau tidak, DSN akan memberikan rekomendasi kepada Dewan Pengawas Syariah yang ditunjuk oleh DSN.
“Fatwa itu dikeluarkan kalau ada permintaan, dia mau produk seperti apa, kita buatkan fatwa. Kalau dia proyeknya tidak berubah, masih fatwa itu yang berlaku. Tetapi kalau ada skema lain yang akan dibuat, iya dibuatkan fatwa. Jadi fatwa tidak diperbaharui tetapi dibuat baru,” ungkapnya.
Ma’ruf menampik, persoalan akad antara Pemerintah dengan para jamaah belum mendapatkan titik temu. Sesuai dengan Undang-Undang BPKH, Pemerintah memberikan akad wakalah kepada BPKH. Artinya, penerima akad wakalah tersebut adalah BPKH.
“Jadi namanya jamaah muwakkil, dan BPKH ini namanya wakil yang harus menjalankan. Jadi dana itu dana jamaah yang manfaatnya nanti kalau dikembangkan kembali ke jamaah,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi