Makanan, Air, dan … Permakultur? Menimbang Kembali Bantuan untuk Daerah Bencana

by
Membuat dinding penahan berjenjang untuk mencegah erosi (Kiri) dan design permakultur untuk pertanian percontohan (Kanan) di Haiti.

Ketika kebanyakan orang berpikir tentang upaya bantuan bencana, maka yang terlintas adalah memenuhi kebutuhan mendesak, yaitu  makanan, air bersih, dan selimut. Itu yang paling mudah diingat. Selanjutnya?

Wartapilihan.com, Depok— Mari kita lihat contoh kasus ketika Haiti pulih dari gempa bumi dahsyat yang melanda dekat ibukotanya Port-Au-Prince tahun 2010 lalu. Gempa Bumi Haiti 2010 terjadi dengan kekuatan 7 Skala Richter dengan pusat gempa 16 km dari Port-au-Prince pada pukul 4:53:09 waktu lokal (21:53:09 UTC) tanggal 12 Januari 2010. Pusat gempa berada pada kedalaman 10 km. United States Geological Survey menyatakan terjadi gempa-gempa susulan dengan kekuatan 5 Skala Richter.

Sebagian besar dari kota Port-au-Prince mengalami kerusakan termasuk Istana Presiden Haiti, Gedung Parlemen Haiti, Katedral Port-au-Prince, dan sebuah rumah sakit. Persatuan Bangsa Bangsa melaporkan kantor pusat Misi Stabilisasi Persatuan Bangsa Bangsa untuk Haiti juga mengalami kerusakan.

Saat itu, banyak pencinta lingkungan meramalkan “bantuan bencana” yang dapat memberikan harapan bagi masa depan, bukan hanya makanan panas dan tempat tidur. Apa sarana/Alat pilihan mereka? Permakultur.

“Tanpa ragu sumber daya dan para ahli kebencanaan bergerak secara massal ke Haiti, tetapi di luar bantuan sementara ini, apa yang akan menopang bangsa 10 juta orang ini ketika negara itu ditinggalkan dalam posisi yang bahkan lebih buruk daripada sebelumnya?” ujar jurnalis Gaiapunk, editor Punk Rock Permaculture E-zine. “Di sinilah desain permakultur masuk, dengan perlengkapan/alat yang dapat beradaptasi dan terus berkembang yang dapat menjadi bantuan vital dalam bantuan bencana dan masa pemulihan yang panjang untuk diikuti.”

Permakultur Di Zona Perang dan Daerah Bencana

Permakultur, kependekan dari Permanen Agrikultur (pertanian permanen) adalah cara merancang dan memelihara “ekosistem yang produktif secara pertanian yang memiliki keanekaragaman, stabilitas, dan ketahanan ekosistem alami.” Itu mungkin terdengar sedikit hippie-dippy atau nice to have atau terlalu indah untuk menjadi kenyataan, tetapi esensi kerjanya dengan memanfaatkan apa yang ditawarkan tanah dan menggunakan segala yang dihasilkannya, sangat praktis. Seperti yang ditunjukkan oleh Jurnalis Gaiapunk tentang penyebaran teknik di zona perang dan area bencana berikut:

Di Kosovo pada tahun 1999, para permakulturis mendirikan sebuah kamp besar untuk para pengungsi perang yang mencakup sistem penampung air, bangunan-bangunan strawbale-solar pasif (rumah dari tumpukan jerami), kebun-kebun untuk menyediakan makanan, dan membuat kompos toilet untuk secara aman dan secara produktif memproses limbah. Dan selama embargo minyak awal tahun 90-an di Kuba, para ahli permakultur Australia melakukan perjalanan ke pulau Karibia dan membantu membangun pasar kebun, koperasi pekerja, dan transportasi umum. “Sedikit atau bahkan tidak ada pestisida atau pupuk yang digunakan, dan bencana kelaparan dapat dihindari,” tulis Gaiapunk. “Kemitraan ini terus menjadi sangat sukses dan sekarang beberapa pakar permakultur kota paling berpengalaman di dunia berasal dari Kuba.”

Menyembuhkan Lanskap Dan Menyediakan Mata Pencaharian

Geoff Lawton dari Australian Permaculture Research Institute baru-baru ini berbicara kepada Wired.com tentang kemungkinan proyek permakultur di Haiti untuk membantu “merehabilitasi bentang alam dan menyediakan mata pencaharian yang berkelanjutan,” terutama produksi makanan lokal yang sangat dibutuhkan:

Di Port-au-Prince, ada banyak solusi yang dapat muncul, termasuk restrukturisasi infrastruktur yang dibangun dengan cara yang menciptakan limpasan air permukaan keras yang ditujukan untuk kebun perkotaan yang produktif; menciptakan iklim mikro melalui daur ulang dan mendesain ulang lanskap; dan menerapkan pembersihan biologis air limbah rumah tangga (grey water) dan air limbah berbahaya (blackwater) perkotaan.

Di negara di mana sumber daya alam dan keanekaragaman hayati sudah habis sebelum gempa bumi, Lawton mengatakan, “memperoleh hasil yang cepat akan menjadi cara yang ampuh untuk menginspirasi masyarakat lokal untuk memperluas dan mereplikasi model permakultur.” Dia menyarankan untuk mengidentifikasi beberapa daerah pemanenan air yang cocok di titik-titik tinggi di daerah aliran sungai sehingga gaya gravitasi dapat digunakan untuk membawa irigasi dan aliran nutrisi ke tanah yang berkualitas rendah/kurang subur.

Toilet Pengomposan: Solusi Untuk Sanitasi, Ketahanan Pangan

Salah satu saran Lawton lainnya, membuat kompos berkualitas tinggi dari sampah organik untuk menanam makanan dan tanaman obat, adalah fokus dari upaya yang dimulai sebelum gempa bumi, tetapi bahkan lebih penting dalam membangunnya. Bahkan sebelum gempa bulan Januari, CNN melaporkan bahwa “UNICEF memperkirakan bahwa 70 persen warga Haiti tidak memiliki akses ke ‘air minum yang aman dan sanitasi yang memadai,'” masalah yang hanya diperparah setelah bencana. Selain itu, tidak adanya tutupan hutan yang parah membuat tanah tersebut sangat rentan terhadap erosi dan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) yang subur.

Dua wanita Amerika yang diprofilkan oleh CNN melihat dua masalah itu dan melihat satu solusi: kotoran.

Membangun Kembali, Regenerasi, Dan Meningkatkan Ketahanan

Sasha Kramer dan Sarah Brownell, pendiri Sustainable Organic Integrated Livelihoods (SOIL), telah bekerja di Haiti untuk meningkatkan sanitasi dan pertanian dengan memasang toilet kompos yang mengurangi kontaminasi air dan menyediakan pupuk berkualitas tinggi bagi petani. Setelah gempa bumi, yang pertama adalah kebutuhan yang bahkan lebih mendesak, sedangkan yang kedua menawarkan beberapa harapan untuk pemulihan masa depan Haiti.

“Saya tahu bahwa ide untuk selamat dari bencana ini seperti sebuah mukjizat dan kemudian gagasan tentang Haiti untuk dapat bangkit dari suatu tempat yang begitu gelap tampaknya terlalu jauh untuk direnungkan,” tulis blogger Nika di Humble Garden. “Setelah orang itu keluar dari bahaya langsung dan dibiarkan berdiri tanpa apa-apa, tanpa aset, tidak ada yang selamat selain orang-orang yang ada di sekitar mereka, mereka perlu menemukan cara untuk membangun kembali, memperbaharui, dan meningkatkan ketahanan mereka sehingga mereka berada dalam sebuah komunitas yang menyediakan kebutuhan saat ini dan masa depan. ” Permakultur, tampaknya, bisa menjadi bagian penting dari upaya itu.

Narasumber: Jennifer Hattam (https://www.treehugger.com/)

Abu Faris

Praktisi, Certified 7th Permaculture Design Course, Bumi Langit Institute, Imogiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *