Magnum Opus Kotagede

by
Haedar Nasir (kanan) secara simbolis menyerahkan buku karya Professor Nakamura mengenai sejarah dan masa depan Muhammadiyah. Foto: Zuhdi

Sejak awal didirikan, Muhammadiyah menitikberatkan gerakan dakwahnya pada purifikasi dan kegiatan sosial.

Wartapilihan.com, Jakarta –Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah bekerja sama dengan Pimpinan Cabang lkatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat menyelenggarakan bedah buku “Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Sekitar 1910-2010” karya Mitsuo Nakamura. Acara ini dilaksanakan pada Jumat (6/10), bertempat di Aula KH. Ahmad Dahlan Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat.

Ketua MPI Dr. Muchlas mengatakan, buku ini merupakan karya monumental tentang Muhammadiyah karya Mitsuo Nakamura yang merupakan penyempurnaan dan penambahan naskah dari judul hampir sama yang pernah terbit tahun 1983. Tambahan naskah tersebut di antaranya tentang perkembangan aktivisme Muhammadiyah dan kegiatan warga Kotagede yang terjadi pada tahun 1972-2010. Kondisi ini semakin melengkapi naskah sebelumnya yang menambah nilai pentingnya buku ini.

“Sebagai seorang antropolog yang sangat konsisten mengkaji, mengamati, dan merasakan betul perkembangan Muhammadiyah, Nakamura menjadi satu-satunya pengamat Iuar negeri paling serius meneliti Pergerakan Muhammadiyah. Di antara sekian banyak pengamat dalam dan luar negeri, hanva Nakamura Yang hampir keseluruhan hidupnya digunakan untuk mengkaji Muhammadiyah,” kata Muchlas.

Apa yang ditulis Nakamura tentang Muhammadiyah, jelas Muchlas, merupakan hasiI pengamatan pribadi secara langsung, wawancara, kajian tekstual, hingga survei rumah tangga langsung di Kotagede. Nyaris tidak ada tokoh dan aktor penting di Muhammadiyah yang tidak diwawancarainya. Nakamura meluangkan waktu puluhan tahun untuk terus mendalami Muhammadiyah. Nyaris tidak ada ajang Muktamar Muhammadiyah yang luput dari kehadiran dirinya. Begitu menjiwainya, Nakamura seringkali menghadirkan keluarganya dalam proses penelitian langsung di lapangan, termasuk menghadiri Muktamar Muhammadiyah yang terakhir di Makasar.

“Lewat buku ini, Nakamura berhasil membaca dan menganalisis kehidupan warga Muhammadiyah dan perkembangan Muhammadiyah di Kotagede pada khususnya dan warga Muhammadiyah pada umumnya. Buku ini juga selain menginformasikan tentang awal kelahiran Muhammadiyah, juga memotret dinamika dan kondisi sosial masyarakatnya secara lengkap dan detail. Dari sini pembaca dapat memahami kehadiran Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang begitu konsisten dengan misi pencerahannya. Begitu pula pembaca akan mendapat jawaban mengapa Muhammadiyah mendirikan begitu banyak amal usaha,” ujarnya.

Mengambil Kotagede sebagai tempat riset sejak awal tentu bukan tanpa asalan, sebab Kotagede merupakan jantung gerakan modernisme lslam, Muhammadiyah. Di sini lah letak perbedaan hasil penelitian Nakamura dengan peneliti lainnya yang mengambil lokasi lain seperti Jawa Timur misalnya. Dari sini Nakamura mengamati sebuah gerakan pencerahan yang dilakukan Muhammadiyah dalam rangka melawan tradisi keagamaman yang banyak menyimpang dengan jalan kembali kepada ajaran al-Quran dan Hadits.

“Menghadirkan karya Nakamura kembali dengan penyempurnaan naskah di sana-sini, merupakan upaya untuk menghadirkan kembali sebuah karya yang sangat penting untuk membangun pemahaman arti perjuangan membangun peradaban di Nusantara yang diawali dari sebuah kota kecil di Yogyakarta. Nakamura ingin mengingatkan kembali warna keagamaan yang murni dengan gerakan amal sosialnya ke dalam ruang memori publik untuk menjadi spirit kegeragamaan dengan segala dinamikanya,” papar dia.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir dalam sambutannya menyatakan, generasi baru di Muhammadiyah lewat buku ini akan bisa merefleksikan sejarah sekaligus membaca ulang Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan.

“Dari bab awal dijelaskan pemikiran-pemikiran tentang temuan Nakamura di Kota Gede. Ini sangat menarik sebab boleh jadi kita ada di Muhammadiyah, tapi belum tentu paham betul apa yang ada di Muhammadiyan,” ujar Haedar.

Menurut dia, Social Movement tidak lepas dari siapa pendirinya dan apa yang dilakukan oleh pendiri sebuah gerakan. Penemuan yang dilakukan Nakamura mengajak kader Muhammadiyah melihat Islamic Movement tidak hanya di ruangan.

“Akhirnya kita menggambarkan Muhammadiyah tidak lepas dari sejarah dan tokoh Muhammadiyah saat itu. Supaya tidak menyamakan Muhammadiyah dengan yang lain. Salah satunya adalah gerakan purifikasi, dan ini harus digalakkan kembali,” tandasnya.

Bedah buku ini dihadiri langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan penulis bukunya Mitsuo Nakamura. Sebagai pembedah hadir Dosen UIN Sunan Kalijaga yang juga pengamat asal Kota Gede Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, Antropolog sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y. Tohari, M.A., dan Direktur Pendidikan Tinggi, lptek dan Kebudayaan Bappenas Amich Alhumami, PhD.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *