LPPOM MUI juga mengandeng para dai untuk menyampaikan edukasi halal kepada masyarakat. Sisipan materi produk halal menjadi pengayaan khazanah para dai yang ada di tengah masyarakat.
Wartapilihan.com, Jakarta – Kejadian beredarnya daging ‘celeng’ saat bulan Ramadhan lalu cukup mengagetkan banyak pihak, terutama masyarakat muslim sebagai konsumen terbesar. Aspek edukasi, penegakan hukum dan pengawasan harus ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terulang.
Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang Operasional dan Pengembangan Pelayanan, Sumunar Jati menjelaskan, peran aktif semua pihak termasuk masyarakat dalam edukasi produk halal sangat dibutuhkan. LPPOM MUI, kata dia, tidak bisa sendiri dalam mensosialisasikan produk halal.
Meski begitu, dia menyatakan LPPOM MUI proaktif dan bergerak cepat ketika mendapati informasi tersebut dengan melakukan uji sampling di beberapa pasar termasuk Jabodetabek. Hasilnya hampir semua negatif.
“Bicara edukasi sebagaimana di Undang-Undang JPH (Jaminan Produk Halal) ini menjadi bagian stakeholder, nah materi edukasi yang menyentuh pedagang kita, kami akui masih kurang karena aktivitas perdagangan masih dinamis dan tidak mudah,” katanya dalam media gathering melalui daring, Senin (29/6).
Karenanya, LPPOM MUI bekerjasama dengan pemerintah daerah terutama kepada UMKM agar mereka mendapatkan penyuluhan mengenai produk halal. Peran serta masyarakat dinilai cukup antusias.
“Ketika mereka menemukan daging yang lebih murah, mereka datang langsung ke LPPOM dan langsung kami putuskan berdasarkan analisis laboratorium. Kita tidak mungkin sendiri, tapi bekerjasama dengan pemerintah setempat yang sifatnya edukasi,” ujarnya.
Selain itu, LPPOM MUI juga mengandeng para dai untuk menyampaikan edukasi halal kepada masyarakat. Sisipan materi produk halal menjadi pengayaan khazanah para dai yang ada di tengah masyarakat.
“Saat kita bicara edukasi, memang harus semua stakeholder, mulai dari pemerintah, kemudian Majelis Ulama Indonesia melalui para dai yang berdakwah. Kemudian ada Dinas Kesehatan yang memberikan edukasi kepada UMKM terkait produk halal,” katanya.
Pada kesempatan sama, Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang Sistem Jaminan Halal dan Auditing, Muti Arintawati menyampaikan, hal penting dalam sertifikasi halal LPPOM MUI terletak pada sistem jaminan halal. Peran ini harus berbagi tanggungjawab antara LPPOM MUI dengan pelaku usaha.
“Kami bersama ingin memastikan agar sistem sertifikasi dan jaminan halal bisa berkesinambungan, yang paling ideal LPPOM MUI menaruh orang untuk nongkrongin proses produksi, itu kan tidak mungkin juga, tapi perusahaan harus mematuhi 11 sistem jaminan halal,” katanya.
LPPOM berharap, dengan adanya sistem jaminan halal tidak bergantung pada orang dan menjaga kehalalan produk dari perusahaan yang sudah bersertifikat halal. “Kemudian ketika ada penambahan barang baru, harus dilaporkan kepada LPPOM MUI,” ujarnya.
Meskilun dia mengakui kerak kali terjadi manipulasi oleh produsen halal. Karena itu, konsumen juga harus teliti sekaligus menjadi auditor ketika ada sesuatu yang mengganjal dari suatu produk.
“Termasuk pemerintah yang mempunyai kewenangan penegakan hukum, itu harus ditegakan, sehingga tidak ada orang yang gampang mengklaim bahwa produknya sudah bersertifikat halal, padahal palsu. Memang edukasi ini menjadi kunci utama,” ucapnya.
Begitu juga dengan edukasi untuk para pemotong hewan di pasar belum dilakukan banyak oleh LPPOM MUI. Peran pemerintah daerah sangat signifikan di daerahnya.
“Alhamdulillah pusat-pusat dan komunitas-komunitas halal sekarang sudah banyak, nah itu kami harapkan ke depan dapat mengedukasi konsumen dan produsen,” ujar Muti.
Adi Prawiranegara