Komunikasi Dakwah dalam Sirah

by
foto:http://1.bp.blogspot.com

Dakwah merupakan sarana agar umat manusia menerima risalahNya, beribadah hanya kepada Allah ‘azza wa jalla semata. Kata yang berasal dari bahasa Arab da’a-yad’u ini secara harfiah berarti “mengajak”. Orang yang melakukan aktivitas ini disebut da’i, sedangkan orang yang diajak atau diserukannya disebut mad’u.

Wartapilihan.com, Jakarta –-Suri tauladan kita dalam berdakwah tentu saja adalah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Namun tahukah kita bahwa dalam beberapa kesempatan, Rasulullah dan para sahabat bisa menjadikan mad’unya menerima Islam hanya dengan “sekali duduk” atau sekali kesempatan saja.

Misalnya, pertama, Rasulullah saat mendakwahkan 6 orang dari Madinah yang menjadi benih Baiat Aqabah, peristiwa ini terjadi musim haji tahun 11 bi’tsah. Setahun sebelum Baiat Aqabah pertama. Inilah untuk pertama kalinya, 6 orang dari yang kelak disebut kaum Anshar beriman kepada Allah dan RasulNya. Sampai-sampai Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Allah ‘azza wa jalla hendak memenangkan agamaNya, memuliakan NabiNya dan memenuhi janjiNya kepada Rasulullah SAW, maka pada musim haji tahun itu, Rasulullah SAW bertemu dengan beberapa orang Anshar”. Keenam orang itu tidak lain adalah As’ad bin Zurarah, Auf bin Al-Harts, Rafi’ bin Malik, Quthb bin Amir, Uqbah bin Amir dan Jabir bin Abdullah.

Kedua, sahabat Mush’ab bin Umair saat tiba di Yastrib (Madinah), mendakwahi Sa’ad bin Mu’adz dan Ushaid bin Hudhair. Mush’ab membuat Saad dan Ushaid masuk Islam hanya dengan sekali duduk, hanya dengan menjelaskan beberapa ayat-ayat Al-Quran. Dikabarkan para pembesar Madinah sampai bercucuran air mata ketika dijelaskan tentang Islam oleh Mush’ab. Peristiwa ini terjadi tahun 12 bi’tsah. Oleh karena itu jasa Mush’ab sangatlah besar, ia yang mengkondisikan masyarakat Madinah untuk memiliki bekal keislaman dan keimanan yang cukup sebelum hijrah Nabi SAW.

Ketiga, saat Ja’far bin Abi Thalib mendakwahkan Islam di hadapan raja Habasyah An-Najasyi, pembesar kerajaan serta dua utusan Quraisy: Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, tahun 5 bi’tsah. Dari diplomasi Ja’far-lah seorang raja kerajaan besar Habasyah bisa masuk Islam sekaligus menjadi raja pertama yang memeluk Islam, meskipun secara diam-diam.

Keempat, Perdebatan Rasulullah dengan para pembesar Quraisy di fase dakwah jahriyah, di mana Rasulullah mendebat mereka dengan memilah ayat-ayat Al-Quran yang disesuaikan dengan karakter mereka masing-masing. Semua pembesar Quraisy takluk, ada yang takjub, ada yang menangis, ada yang marah-marah, ada juga yang pergi begitu saja. Kehebatan diplomasi beliau membuat para pembesar kafir tidak sanggup lagi berhujjah.

Kelima, Rasulullah saat mendakwahi para raja di masa gencatan senjata karena perjanjian Hudaibiyah. Dengan pemilihan kata yang baik melalui surat, para raja tersebut diketuk hati dan pikirannya untuk menerima Islam. Meskipun respon para raja berbeda-beda sesuai karakternya, ada yang menerima, menolak baik-baik dan menolak dengan kasar.

Apa yang bisa kita ambil dari beliau-beliau ini? Betul! kemampuan bayan (menjelaskan), kemampuan berkomunikasi, diplomasi serta berdialog. Bukan kemampuan menyalahkan, kemampuan marah-marah dan kemampuan membid’ahkan. Kita sejatinya adalah para da’i bukan hakim. Maka posisikan diri kita sebagai da’i.

Apa yang minim dari generasi kita adalah kekurangan kemampuan untuk menjelaskan maupun mengungkapkan: apa itu Islam. Dengan kata-kata yang indah, singkat dan padat, serta mudah dimengerti oleh mad’u kita. Semoga adegan-adegan di atas sedikit banyak menggambarkan puncak kehebatan komunikasi-diplomasi dakwah Nabi SAW dan para sahabatnya.

Ilham Martasyabana, penggiat sejarah Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *