Wartapilihan.com, Al Quran telah banyak menceritakan kisah orang-orang dahulu dari para Nabi dan selain Nabi. Diantaranya mengenai kisah orang-orang mukmin dan kisah orang-orang kafir.
Al Quran telah membicarakan kisah-kisah yang disebutkannya. Ia menjelaskan hikmah dari penyebutannya, manfaat yang dapat kita ambil darinya, episode-episode yang membuat pelajaran hidup, konsep memahaminya dan bagaimana cara berinteraksi dengannya.
Kita harus merenungi pembicaraan Al Quran tentang kisah-kisahnya supaya renungan ini menjadi pengantar bagi pembicaraan kita tentang kisah-kisah orang dahulu dalam Al Quran dan sebagai pengantar bagi interaksi kita dengan kisah-kisah itu.
Kata Qashash, Kisah dalam Al Quran
Al Quran telah menyebutkan kata qashash dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif (perubahan kata), fiil madhi (kata kerja lampau), fiil mudhari` (kata kerja sedang/akan datang), fiil amr (kata kerja perintah), dan dalam bentuk mashdar (kata benda).
Imam Raghib al Ishfahani mengatakan dalam kitab Mufradatnya (al Mufradat fi Gharib Al Quran –pent) tentang kata ini (qashash). Al Qashshu berarti mengikuti jejak. Dikatakan `qashashtu atsarahu`, saya mengikuti jejaknya.
Al Qashash berarti jejak (atsar). Allah SWT berfirman,
“Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula” (al Kahfi 64)
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan. `Ikutilah dia…` (al Qashash 11)
Al Qashash adalah cerita-cerita yang dituturkan. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang nyata…” (Ali Imran 62)
“Maka tatkala Musa mendatangi Bapaknya (Nabi Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (tentang diriya), Syuaib berkata,”Janganlah kamu takut…”
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik…”
Adapun qishash adalah menuntut balas atas darah (pencederaan fisik atau pembunuhan) dengan balasan serupa.
Ia Merupakan Kisah Yang Benar
Kisah Al Quran tentang orang-orang dahulu adalah suatu kisah yang benar dan periwayatannya mengenai peristiwa-peristiwa itu adalah jujur dan betul. Ini karena Allah lah yang menceritakan kisah itu dan Allah benar-benar menyaksikan peristiwa-peristiwa itu dan Allah telah menakdirkannya, peristiwa-peristiwa itu terjadi menurut pengetahuan, kehendak dan takdirNya. Maka dari itu ucapan Allah tentang kisah itu tidak mungkin mengalami kebatilan dan keraguan. Dan siapakah yang lebih benar ceritanya daripada Allah? Tidak ada seorangpun.
Kisah Al Quran telah diberi karakter sebagai kisah yang benar (al qashashul haq).
Dalam surat Ali Imran, setelah disebutkan beberapa ayat yang membantah orang-orang Nashrani tentang perihal kemanusiaan Isa bin Maryam as dan menyanggah anggapan mereka seputar penisbatannya kepada Allah SWT (sebagai anakNya), dan mengisahkan kepada mereka peristiwa Ibunda Maryam ra yang mengandung Isa, kemudian melahirkannya, kemudian disebutkan satu ayat yang menyifati kisah ini sebagai kisah yang benar, yang tidak ada kesalahan, kebohongan maupun kebatilan. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran 62)
Dalam surat an Naml, Al Quran mengisahkan sekilas kisah Nabi Musa as dengan Firaun, kemudian sekilas kisah Daud. Ia mengulas sejenak kisah Sulaiman dengan seekor semut, bala tentara, burung hud hud dan Ratu Negeri Saba` (Ratu Balqis), serta kisah mengikutnya Ratu Balqis kepada Nabi Sulaiman dan masuknya ia ke dalam agama Islam. Kemudian Al Quran memberikan komentar terhadap kisah itu dengan firmannya,
“Sesungguhnya Al Quran ini menjelaskan kepada Bani lsrail sebahagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya.” (an Naml 76)
Dalam surat al Kahfi, pada saat Al Quran menyebutkan kisah Ashabul Kahfi, ia memberikan pendahuluan untuk itu dengan memberi karakter bagi apa yang akan diceritakannya tentang mereka itu sebagai sebuah kisah yang benar, lalu dikatakan,
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS al Kahfi 13)
Penggambaran Al Quran mengenai kisahnya sebagai sebuah kisah yang benar dan pemberitahuannya bahwa ia menceritakan kisah orang-orang dahulu secara benar, memberikan inspirasi kepada kita berupa konsep metodologi ilmiah yang akurat dan solid dalam memahami, mengkaji dan mencermati kisah Al Quran.
Ia Merupakan Kisah Terbaik
Dalam surat Yusuf, Allah SWT memberi karakter terhadap kisah Al Quran sebagai suatu kisah terbaik. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku. “ (QS Yusuf 2-4)
Mengapa kisah Al Quran merupakan kisah terbaik? Dan mengapa karakter ini disebutkan dalam surat Yusuf itu sendiri?
Surat Yusuf secara khusus menceritakan kisah Nabi Yusuf. Surat ini menyediakan 100 ayat sendiri dari 111 ayat keseluruhannya, dan ayat-ayat terakhirnya ialah komentar terhadap kisah Yusuf. Surat ini memaparkan kisah Nabi Yusuf semenjak ia bermimpi ketika masih berusia anak-anak sampai terealisasi mimpinya dan tafsir mimpinya menjadi kenyataan.
Kisah Yusuf merupakan kisah terbaik dan setiap kisah Al Quran adalah baik –karena ia memberikan kabar gembira dan optimism bagi orang-orang yang tertimpa bencana, musibah, dan ujian. Serta bagi orang-orang yang menderita kepedihan, intimidasi dan cobaan, yaitu bahwa jalan keluar pasti akan dating, harapan pasti akan tiba dan ujian akan hilang. Yang penting dia beriman dan bertawakal kepada Allah dengan baik serta tetap teguh di jalanNya, sebagaimana yang dicapai oleh Nabi Yusuf.
Kisah Al Quran memang benar-benar merupakan kisah terbaik dan seolah-olah Al Quran mengajak kita –melalui karakter ini- untuk merasa cukup dengan apa yang diceritakan Al Quran kepada kita dari peristiwa-peristiwa orang dahulu dan untuk tidak melanggar Al Quran seraya `berpaling kepada sumber-sumber manusia` seperti Israiliyat (cerita-cerita Bani Israel/Yahudi) dan dongeng-dongeng mitologi, dimana kita ingin mencari rincian cerita yang tidak disebutkan oleh Al Quran…
Allah Menceritakan Kisah Orang-Orang Dahulu
Allah SWT menceritakan kepada RasulNya saw kisah orang-orang dahulu dalam Al Quran dengan firmanNya,
“Demikianlah Kami kisahkan kepadamu sebagian kisah umat yang lalu dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al Quran).” (Thaha 99)
Allah juga berfirman tentang kisah orang-orang dahulu serta apa yang terjadi pada mereka,
“Itulah negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian kisahnya kepadamu. Rasul-rasul mereka benar-benar telah datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata (mukjizat). Tetapi mereka tidak beriman (juga) kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya. Demikianlah Allah mengunci hati orang-orang kafir. “ (Al A`raf 101)
“Itu adalah sebahagian dan berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah. Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka. Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS Hud : 100-102)
Merupakan anugerah dari Allah atas perkenanNya menceritakan kepada kita dalam Al Quran kisah orang-orang dahulu. Kisah-kisah itu merupakan satu bentuk dari rahmat dan karunia Allah terhadap kita karena Dia telah menjelaskan kepada kita apa yang dapat memperbaiki kondisi kita, menunjukkan kita ke jalan kecintaan dan ridhaNya, serta mengingatkan kita dari jalan kemurkaan, kemarahan dan azabNya, melalui apa yang diceritakanNya tentang kisah orang-orang dahulu.
Maka dari itu kita harus menerima nikmat Allah seperti yang dikisahkanNya kepada kita. Lalu kita harus merasa cukup dengan apa yang dijelaskan Allah kepada kita serta tidak meninggalkan penjelasan yang jujur dan benar itu untuk lari kepada perkiraan-perkiraan, anggapan-anggapan, dan hikayat-hikayat yang diambil dari mitos-mitos dan cerita-cerita Israiliyat.
Dengan apa lagi kita dapat menyifati orang-orang yang meninggalkan apa yang dikisahkan Allah kepada kita dan justru beralih beralih kepada `sumber-sumber manusia` yang telah mengalami peralihan dan pemalsuan itu (agama-agama di luar Islam)? Bersambung |
Sumber : Syekh Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Ma`a Qashashish Saabiqiina fil Qur`an/Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu JIlid 1, GIP Jakarta, 2000.