Wartapilihan.com, Jakarta – Imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, hadir sebagai saksi di sidang ke-12 dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, di Jakarta, Selasa (28/2). Habib hadir sebagai saksi ahli agama Islam yang didatangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk memberi penjelasan tentang kesalahan-kesalahan Gubernur Jakarta itu. Ahok menghina surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu dalam kunjungannya September tahun lalu.
Menurut Habib, kesalahan pertama Ahok adalah ketika ia berkata “Jadi, jangan percaya sama orang.” Ucapan itu, sambungnya, adalah ajakan kepada masyarakat untuk menaruh curiga. “Siapa pun yang mengatakan kalimat ini berarti telah mengatakan kepada masyarakat jangan percaya pada siapa pun juga untuk jangan percaya pada surah Al-Maidah 51 yang mengajak tidak memilih non-muslim,” kata dia. Kesalahan kedua adalah ucapan Ahok selanjutnya “…enggak pilih saya.” Dalam pandangan Habib, pernyataan itu jelas mengarah pada kampanye. “Itu berarti Pilkada (DKI Jakarta-red),” tegasnya.
Kesalahan ketiga dan yang menjadi perhatian umat adalah pernyataan “…dibohongi pakai Al-Maidah: 51.” Ucapan Ahok, menurut Habib, mengarah ke umat muslim yang sudah dibohongi dengan alat berupa surat Al-Maidah: 51. Selain sebagai alat, pernyataan tersebut sama saja mengatakan ayat suci sebagai sumber kebohongan.
“Siapa membohongi umat Islam? Siapapun dia. Jadi siapa saja, mulai dari nabi, para sahabat, juga para ulama,” ungkap alumnus University of Malaya ini. Hak menafsir ayat-ayat Qur’an ada pada ulama ahli tafsir. Menurutnya, makna Al-Maidah: 51 sudah banyak dibahas para ulama tafsir terdahulu, yang dikenal sebagai generasi salafus shalih.
Menurut Habib, makna auliya` merupakan bentuk jamak dari kata dasar wali. Kata tersebut memiliki beragam arti, diantaranya teman setia, penolong, pelindung dan juga pemimpin. Namun, dalam tafsir, kata auliya’ atau wali itu memiliki makna hukum yang sama, yakni larangan memilih orang kafir sebagai pemimpin.
Selain membahas kesalahan Ahok, Habib Rizieq juga membawa fakta tambahan penistaan oleh Ahok. “Saya serahkan bukti tambahan dalam bentuk CD, yaitu rekaman wawancara terdakwa dengan televisi Al Jazeera yang menyatakan (bahwa) yang bersangkutan tidak menyesal, tidak jera, tidak kapok untuk mengulangi kalimat-kalimat yang pernah diucapkannya di Kepulauan Seribu,” terang dia. Bersamaan dengan itu, Habib juga menyerahkan rekaman rapat terdakwa di Pemprov DKI Jakarta yang mengolok-olok ayat yang sama. “Dia katakan mau bikin Wi-Fi namanya ‘Al-Maidah’, password-nya ‘kafir’,” ungkap Habib. Rekaman tersebut didapat dari kanal Youtube resmi Pemprov DKI jakarta. Atas kesalahan-kesalahan itu, Habib meminta majelis hakim segera menangkap terdakwa.
Salah satu penasehat hukum Ahok, Humhprey Djemat, menyampaikan keberatan pada majelis hakim atas kehadiran Habib Rizieq. “Habib Rizieq pernah dijatuhi hukuman dua kali. Beliau adalah residivis,” ujar dia. ia membahas kasus-kasus yang menjadikan Habib sebagai tersangka, dan sejumlah laporan dugaan pidana olehnya. “Sepanjang yang kami ketahui, ada 3 laporan,” kata dia.
Keberatan Humphrey ditanggapi oleh jaksa Penuntut Umum (JPU). Anggota JPU, Ali Mukartono menyatakan Pimpinan, Habib Rizieq hadir setelah mendapat tugas dari MUI, bukan atas kemauan sendiri. “Jadi, (hal) ini tidak mengurangi hak-hak seorang anak bangsa dan warga negara untuk menjadi ahli, kemudian status yang bersangkutan yang disampaikan oleh kuasa hukum bahwa ahli menjadi tersangka juga tidak punya alasan untuk ditolak yang bersangkutan jadi ahli,” terangnya. Sebagai pembanding dalam perkara ini, sambung dia, Ahok juga sudah melalui proses menjadi tersangka dan kini terpidana,namun tetap dihormati saat mengikuti proses pilkada. “Kami hormati hak-hak itu sehingga sebaiknya menghormati ini semua. Kita dengar dulu apakah keterangan yang bersangkutan ini mengandung alat bukti yang sah, nanti kembali kepada penilaian masing-masing baik dari majelis hakim, jaksa, dan kuasa hukum,” tuturnya. |
Reporter : Ismail al Alam