Kenaikan Pajak Barang Impor

by
Foto: Katadata.

Untuk menyiasati masalah dolar yang terus kuat, pemerintah berupaya menaikkan pajak barang impor sebanyak 7,5 hingga 10 persen. Tetapi, apakah kebijakan tersebut efektif?

Wartapilihan.com, Jakarta – Menanggapi hal ini, Rizal Ramli yang merupakan ekonom senior mengatakan, pihaknya sudah mewanti-wanti kepada pemerintah bahaw ekonomi Indonesia sedang berada di lampu kuning; tetapi ia menyayangkan bahwa yang dilaporkan kepada presiden hanya soal anggaran.

“Padahal ekonomi bukan hanya anggaran, semua indikator pada setiap tahun memiliki kecenderungan naik dan itu tidak digubris. Buntutnya semua yang kami ramalkan terjadi,” kata Rizal.

Bank Indonesia sendiri, ia mengatakan, juga telah meramalkan, jika tidak diambil tindakan yang benar maka rupiah akan sulit untuk kembali distabilkan. Menurut dia, kebijakan ini tarif yang dinaikkan bersifat tanggung karena tidak begitu signifikan bagi perkembangan rupiah.

“Kalo langkah yang diambil ini, sudah sampai dua minggu lebih, tapi jumlahnya ini tidak signifikan, nilai hanya 5 million dolar, tarif yang dinaikkan tanggung, buntut-buntutnya impor paling bisa dimaksimalkan 1 milion dolar, itu pun dari barang konsumsi seperti baju, tasbih, dan lainnya,” terang dia.

Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah fokus kepada sepuluh produk impor tertinggi dan memberikan kebijakan yang tepat terhadapnya.

“Kita fokus top ten dari impor Indonesia, apa itu? Misal, computer, mesin, iron and skill dari baja Cina luar biasa dibanting kesini, justru industry baja kita yang tenggelam, seperti Krakatau Steel yang sekarang pabriknya aja nggak bisa digunakan,” tukasnya.

Rizal menjelaskan, industri baja Cina awalnya tidak diperbolehkan, tetapi oleh Departemen Perdagangan yang memberikan izin tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pihak Departemen Industri, sehingga jalan sendiri-sendiri.

“Hal kaya gini sumber masalahnya memang ada di Departemen Perdagangan. Kalau kita gak benahi yang top ten, rupiah akan terus lemah. Susah dolar untuk stabil, mudah untuk lemah, jadi jangan fokus ke yang kecil seperti menaikkan barang impor tadi,” pungkasnya.

Sementara itu, Willgo Zainar dari Komisi XI DPR RI F-Gerindra mengatakan hal senada, dengan kenaikan pajak barang impor ini akan menguatkan dolar sebesar 7 hingga 9 persen, sedangkan ada hal lain yang lebih besar, misalnya pembangunan infrastruktur yang sangat massif dan hutang yang terus bertambah.

“Daripada hanya daari sisi tariff pph dari konsumsi tadi, pemerintah sudah memprediksi, tapi dari sisi belanjanya harus benar dan terkait dengan feedback pertumbuhan ekonomi kita. Dari awal pemerintah tidak terlalu pruden tidak mengestimasi hal ini, tidak hanya menyalahkan kebijakan eksternal, tetapi juga internalnya,” tukas dia.

Di sisi lain, Tutum Rahanta selaku pelaku ritel mengatakan, dengan adanya kebijakan ini dia berharap agar tidak mengganggu industri dalam negeri. Pasalnya, ia khawatir dengan adanya kebijakan ini justru dapat membunuh industri dalam negeri.

“Jangan mengganggu industri kita, untuk produk yang tidak signifikan untuk kepentingan konsumsi mewah bisa dimaklumi. Tapi, kalau kebijakan ini tidak tepat, ini yang kita khawatirkan, bukan membantu industri negeri, bisa-bisa membunuh,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *