Wildan Hasan: Pernyataan Kemenag Tak Relevan, Samakan Usamah bin Zaid dengan Penusuk Syekh Ali Jaber

by

Menag dan Kementeriannya harus mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus-kasus tersebut sampai menemukan motif dan aktor intelektualnya, menghukum pelaku seberat-beratnya, menepis dugaan gila kepada pelaku, menjalankan program pengamanan Ulama, dan memperbaiki pola komunikasi antara pemerintah dengan umat Islam sehingga sikap saling curiga dapat dihilangkan berganti dengan sikap saling percaya.

Wartapilihan.com, Jakarta – Ketua Yayasan Pondok Pesantren An-Nahla Al-Islamiy, Ustaz Wildan Hasan menilai kecaman yang disampaikan Menag Fachrul Razi sudah tepat. Memang seharusnya Menag paling depan merespon kasus tersebut. Bahkan Kemenag harus mengawal agar kasus ini tuntas dan menjaga agar kasus percobaan pembunuhan kepada Ulama tidak terulang.

“Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh sahabat Usamah bin Zaid sebenarnya tidak relevan dengan kasus pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap para Ulama kita saat ini. Pelaku dalam kasus ini tidak sama statusnya dengan sahabat Usamah, para Ulama juga tidak sama posisinya dengan musuh yang mengucapkan syahadat sebelum dibunuh. Jadi mengambil kisah Sahabat Usamah dalam hal ini sama sekali tidak tepat. Banyak ayat dan hadits lain yang berbicara haramnya pembunuhan terhadap sesama muslim,” kata Wildan kepada Warta Pilihan, Selasa (15/9).

Menurut dia, saat ini yang mendesak dilakukan oleh Menag dan Kementeriannya adalah mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus-kasus tersebut sampai menemukan motif dan aktor intelektualnya, menghukum pelaku seberat-beratnya, menepis dugaan gila kepada pelaku, menjalankan program pengamanan Ulama, dan memperbaiki pola komunikasi antara pemerintah dengan umat Islam sehingga sikap saling curiga dapat dihilangkan berganti dengan sikap saling percaya.

“Pemerintah khususnya Kemenang harus cepat tanggap menangani dan memberangus perilaku-perilaku radikal yang mencuat akhir-akhir terhadap para Ulama. Para pelaku penyerangan terhadap para Ulama itulah radikalis dan teroris yang sebenarnya yang seharusnya menjadi target utama program deradikalisasi pemerintah selama ini,” tuturnya.

Pemerintah, jelas dia, tidak boleh abai dan menganggap enteng kasus-kasus penyerangan terhadap para Ulama karena jika itu terus terjadi masyarakat akan merasa tidak aman. “Jika masyarakat merasa keamanan mereka tidak terjamin, pemerintah akan jauh lebih berat menyelesaikan problem-problem bangsa ke depan,” katanya.

Menteri Agama Fachrul Razi mengaku tidak habis pikir, dan sekaligus mengecam keras, dua kejadian beruntun serangan terhadap tokoh agama belakangan ini. Pertama penusukan yang melukai Syekh Ali Jaber di Lampung, dan kedua bahkan menewaskan seorang imam ketika shalat Subuh di sebuah masjid di Tanjung Rancing, Kayu Agung, Ogan Komering Hilir, Sumatera Selatan.

“Dalam Islam, ulama adalah pewaris para nabi. Merekalah yang mendapat amanah menyampaikan pesan-pesan ilahi dan kemanusiaan di muka bumi, membunuhnya adalah sebuah kejahatan ganda”, ujar Menag dengan penuh empati, di Jakarta, Selasa.

Menag berharap kita semua belajar dari kisah Usamah bin Zaid, seorang penglima perang termuda yang pernah membunuh lawannya dalam sebuah perang jihad fi sabilillah. Usai perang, Usamah bercerita kepada Rasulullah bahwa dalam perang ia berhadapan dengan seorang laki-laki bernama Mirdas bin Nahik. Saat Usamah berhasil memojokkan dan hendak menghabisinya, Mirdas mengucapkan syahadat. Tapi Usamah tetap saja menusuk dan membunuhnya.

Menag melanjutkan, mendengar cerita sahabatnya itu, Rasul menegur, “Bagaimana bisa engkau membunuh orang yang sudah mengucap kalimat syahadat?” Rasul menegur Usamah yang tetap membunuh laki-laki itu, padahal dia telah mengucapkan syahadat, karena seorang Muslim sesungguhnya tidak berhak menilai isi hati dan kebenaran keislaman seseorang.

Menag menceritakan kembali kisah Usamah bin Zaid itu untuk mengingatkan bahwa agama tidak mengajarkan untuk menyakiti, apalagi membunuh sesama. “Dalam pesan terakhirnya ketika haji wada’, Rasulullah tegas berpesan bahwa haram bagi setiap insan untuk menumpahkan darah saudaranya. Ini adalah pesan kemanusiaan tertinggi dalam Islam”, tegas Menag.

Dalam sejarah, Usamah pun sangat menyesali perbuatannya. Ia lalu berjanji tak akan pernah lagi membunuh orang ataupun musuh yang telah mengucapkan syahadat. Saat terjadi perselisihan antara Khalifah Ali dan Mu’awiyah, Usamah memilih netral bersama sejumlah sahabat lainnya.

“Menumpahkan darah dan membunuh manusia tanpa alasan sangat bertentangan dengan esensi ajaran agama. Islam diyakini sebagai agama pembawa rahmat bagi alam semesta,” ujar Menag. Indonesia adalah negara hukum yang konstitusinya dirumuskan dengan melibatkan para pemuka agama. Jangankan seagama, mencederai atau membunuh warga negara beda agama pun adalah sebuah kejahatan hukum.

Adi Prawiranegara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *