Kafir Berbaju Muslim

by
Ilustrasi topeng. Foto: wapannuri.com

Wartapilihan.com – ISLAM adalah Dien yang lengkap, buku petunjuk umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, sebagai bekal menuju kehidupan di akherat. Karena itu, syariat Islam diturunkan untuk meniti jalan kehidupan yang lurus, sesuai dengan petunjuk-Nya, surah Ali Imran ayat 101:
وَ كَيْفَ تَكْفُرُونَ وَ أَنْتُمْ تُتْلى‏ عَلَيْكُمْ آياتُ اللَّهِ وَ فيكُمْ رَسُولُهُ وَ مَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلى‏ صِراطٍ مُسْتَقيمٍ

“Bagaimanakah (kamu) sampai (menjadi kafir), padahal ayat- ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya(Muhammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada(agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

Jalan yang lurus adalah jalan yang telah dititi oleh para Nabi dan Rasul-Nya, para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in, sampai dengan generasi akhir zaman. Dan syariat itu menjadi penerang dalam hidup dan kehidupan, tidak akan membahayakan bagi kehidupan umat manusia maupun lingkungan sosialnya. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

عَنْ أَبِـيْ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
(Diriwayatkan oleh Imam Mâlik dalam al-Muwaththa’, Ad-Dâraquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hâkim).

Jika demikian keadannya, syariat Islam menjamin hidup dan kehidupan, tapi mengapa ada orang-orang Muslim yang menolak diberlakukannya syariat Islam?

Bahkan, dari kalangan ini, berdiri paling depan ketika menolak syariat Islam. Ironinya, mereka justru berteman akrab dengan orang-orang kafir, dan berada di dalam barisan mereka. Orang-orang Muslim yang mati-matian membela kaum kafir(bahkan jadi tim suksesnya), di waktu yang bersamaan menolak syariat, mereka itulah yang dikenal dengan kaum munafik.

Kaum munafik itu selalu bersikap tidak satunya ucapan dengan perbuatan. Lisannya mengaku Muslim, hatinya menolak syariat. Jika syariat Islam mengajarkan amar ma’ruf dan nahyi munkar, mereka justru sebaliknya, menyuruh berbuat munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf, sebagai tersurat dalam surah at-Taubah ayat 67-68:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.

Pada dasarnya, kaum munafik itu bisa digolongkan sebagai kaum yang setengah hati dalam ber-iman kepada Allah. Dalam kehidupan keseharian, mereka lebih suka bergaul dan “mengabdi” kepada kaum kafir hanya untuk mendapatkan kedudukan dan harta duniawi.

Ajaran Islam mengenal rukun iman, yang berjumlah enam. Yakni, iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-malaikat Allah, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada Qada dan Qadar.

Jika setengah hati dalam ber-iman, bisa saja mereka ber-iman kepada Allah, tapi menolak iman kepada yang lainnya. Contohnya, seseorang mengaku Muslim, ber-Tuhan kepada Allah dan mengakui Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai utusan-Nya, tapi menolak ajaran-ajaran-Nya, dan menolak ber-iman kepada hari akhir.

Padahal, keimanan adalah satu kesatuan yang bulat, tidak bisa diambil sepenggal-sepenggal, apalagi sesuai dengan selera nafsunya. Bahkan, mereka yang hanya beri-iman secara sepenggal itu, pernah menuduh kepada mereka yang ber-iman kepada hari akhir adalah para pembawa “self fulfilling prophecy”, para peramal masa depan.

Ini sungguh sebuah penistaan terhadap syariat Islam, mereka yang ber-iman kepada hari akhir disamakan dengan para peramal(baca: dukun) masa depan. Padahal, dalam syariat Islam, praktek peramalan dan perdukunan diharamkan. Hari akhir itu bukan ramalan manusia, tapi itu informasi dari Allah yang tertuang dalam kitab-Nya, Al-Qur’an.

Di tangan manusia seperti itu, syariat Islam akan dilepas. Mereka adalah manusia-manusia yang tidak pernah memperjuangkan hukum-hukum Allah berlaku di bumi, dan merelakan negerinya dijajah oleh kaum kafirin dalam segala hal.

Kaum munafik itu hakekatnya adalah manusia-manusia kafir berbaju Muslim. Mereka mempertahankan identitas ke-musliman-nya karena tidak mau dilabeli sebagai kafir, sebuah istilah yang sangat menyakitkannya. Bajunya muslim, hatinya kafir dan fasik. Mereka inilah pemburu dunia yang singkat ini, dengan menafikan kehidupan akherat yang abadi.

Itu sebabnya, Al-Qur’an surah at-Taubah ayat 84 melarang kita menshalati jenasah orang-orang munafik yang sampai akhir hayatnya jelas-jelas kemunafikannya. Wallahu A’lam.

Penulis: Herry M. Joesoef

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *