Presiden Jokowi memberi contoh kurang baik sebagai pemimpin. Tanggal 6-8 Oktober lalu ketika rakyatnya unjuk rasa, ia malah ngelayap ke luar Jakarta.
Wartapilihan.com, Jakarta– Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil memberikan teladan yang bagus. Ia berani menghadapi rakyatnya dan menyampaikan aspirasi mereka yang jauh-jauh datang ke wilayahnya.
Sebagai seorang presiden, harusnya Jokowi berani menerima wakil pengunjuk rasa. Berani adu argumen dengan mereka. Kalau ia yakin bahwa Omnibus Law benar, sampaikan alasannya kepada para demonstran.
Larinya Jokowi dari istana negara, menunjukkan bahwa Omnibus Law bukan murni keinginannya. Sebagaimana diungkap di media, Omnibus Law adalah gagasan para pengusaha atau cukong di negeri ini. Omnibus Law memudahkan para investor berinvestasi di negeri ini tanpa hambatan yang berarti.
Mengapa lahir UU ini? UU ini lahir tentu karena kondisi ekonomi kita yang parah. Ahli ekonomi Rizal Ramli menyatakan bahwa pemerintah sekarang ini harus ngutang untuk membayar bunga utang. Jadi untuk membayar bunganya aja nggak sanggup apalagi pokoknya.
Kenapa negeri ini mengalami krisis ekonomi? Ya. Karena para pemimpinnya, presiden, menteri, pejabat-pejabat BUMN, DPR dan lain-lain tidak memberikan teladan.
Mereka sibuk memperkaya dirinya sendiri. Mereka rakus. Gaji dan tunjangan mereka gede-gede. Ratusan juta. Sementara ratusan juta rakyat masih miskin. Ratusan atau puluhan juta rakyat masih bingung apa yang harus dimakan keluarganya untuk besok, darimana uang untuk nyekolahkan anaknya, darimana uang untuk beli obat keluarganya dan lain-lain.
Mereka muak melihat gaya hidup pejabat yang hedonis. Menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri atau sekolah-sekolah yang mahal, rumah-rumah mereka yang mewah, suka berbelanja dan berobat ke luar negeri dan seterusnya.
Itulah sebenarnya pangkal dari kerusakan di negeri ini. Pangkal dari hilangnya kecintaan tanah air. Sehingga akhirnya masyarakat ikut-ikutan gaya hidup mewah, dengan suka nongkrong di Starbucks, KFC, Mall Mall mewah dan lain-lain. Masyarakat meniru pejabatnya bergaya hidup hedonis.
Tidak ada gunanya Umnibus Law kalau para pejabat tidak mengubah gaya hidupnya.
Krisis ekonomi ini akan berakhir kalau para pejabatnya hidup sederhana. Pejabatnya mikirin rakyat bukan mikirin keluarga atau partainya. Pejabat mikirin ekonomi warganya, bukan mikirin investor asing atau para cukong dari luar negeri, agar dapat komisinya.
Lihatlah keberhasilan para pemimpin-pemimpin Islam dulu dalam menata negaranya. Khalifah Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Azis misalnya. Mereka berhasil memakmurkan rakyatnya, karena mereka berdua memberikan teladan. Mereka mampu hidup sederhana, padahal kas negara atau Baitul mal kaya raya. Mereka mengancam keluarga atau pejabat bawahannya bila mereka korupsi, akan dihukum dengan sangat keras.
Tidak seperti para pejabat sekarang. Kas negara kosong, bahkan minus, yang negara terus saban tahun menjadi bancakan mereka.
Sekali lagi untuk mengatasi krisis ekonomi ini bukan dengan Omnibus Law atau memperbanyak Undang-Undang, tapi dengan keteladanan para pejabat. (Baca https://www.swamedium.com/2020/01/16/rakus-tamak-masalah-laten-di-negeri-ini/).
Renungkanlah ayat Al Qur’an yang memberikan pedoman penting untuk para pemimpin ini.
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS Al Hajj 41). II
Nuim Hidayat
(Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok dan Alumni IPB-UI).