“Kami (DPR RI) berusaha untuk melakukan persuasi, baik kepada delegasi Myanmar, maupun kepada delegasi negara lain, bahwa resolusi ini penting dijadikan sikap resmi AIPA,” ujar Fadli Zon.
Wartapilihan.com, Jakarta — Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menegaskan sikap Indonesia yang meminta agar krisis kemanusiaan yang terjadi Myanmar bisa diselesaikan segera dengan baik. Dikhawatirkan, jika permasalahan Rohingya tidak segera diselesaikan akan menggangu stabilitas di kawasan ASEAN.
“Saya mengajak negara-negara yang tergabung di ASEAN untuk mau membantu mencari jalan keluar terbaik bagi krisis kemanusiaan di Myanmar. Apabila permasalahan ini tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan akan menggangu masa depan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil, damai dan terbuka,” ujar Bamsoet saat bertemu Presiden Singapura Halimah Yacob dan para Ketua Parlemen yang tergabung dalam ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) di Istana Kepresidenan Singapura, Rabu (5/9).
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menuturkan, dalam pertemuan tersebut Halimah Yacob meminta anggota AIPA selalu kompak dan kritis terhadap beragam persoalan yang terjadi di kawasan ASEAN. Halimah juga berharap kerjasama di kawasan bisa ditingkatkan lagi.
“Negara-negara AIPA diharapkan bisa meningkatkan peran dan kerjasama di forum-forum global. Pertemuan antar delegasi parlemen AIPA harus sering dilakukan untuk menciptakan kerjasama yang solid,” kata Bamsoet.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon membagikan ceritanya soal perjuangan DPR untuk mengangkat Isu Rohingya pada rapat Komite Eksekutif ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) yang diselenggarakan di Raffles City Convention Centre (RCCC), Singapura.
Hal tersebut tampak dari laman Twitter @fadlizon yang diunggah pada Selasa (4/9). Fadli Zon mengatakan jika dirinya bersama Amelia Anggraini (Nasdem) dan Kartika Yudhisti (PPP) menjadi wakil DPR RI dalam rapat tersebut.
Ia menyebutkan dalam AIPA, delegasi DPR RI memperjuangkan isu krisis kemanusiaan di Rohingya, Myanmar untuk dijadikan satu dari sekian resolusi yang dibahas.
Menurutnya, isu Rohingya ini sudah ia perjuangkan sejak AIPA tahun sebelumnya. Berikut pernyataan Fadli Zon mengenai hal itu.
“1) Senin, 3 September 2018, memimpin delegasi parlemen Indonesia dalam rapat Komite Eksekutif ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) yg diselenggarakan di Raffles City Convention Centre (RCCC), Singapura. @DPR_RI
2) Rapat didampingi oleh dua anggota @DPR_RI yaitu Amelia Anggraini (Nasdem) dan Kartika Yudhisti (PPP) untuk memutuskan agenda serta daftar resolusi yg akan dibahas dalam Sidang Umum ke-39 AIPA.
3) Pada sidang AIPA kali ini, kami delegasi @DPR_RI kembali memperjuangkan isu krisis kemanusiaan di Rohingya, Myanmar, untuk dijadikan salah satu resolusi. #AIPA2018
4) Posisi parlemen Indonesia @DPR_RI masih sama dgn posisi tahun lalu, kasus Rohingya harus menjadi perhatian parlemen negara-negara ASEAN.
5) Sbg organisasi parlemen regional, AIPA tdk boleh menyembunyikan isu kemanusiaan di Myanmar dgn menolak untuk membahas serta memberikan pernyataan atas masalah tsb hanya demi menjaga hubungan baik dgn tetangga. @DPR_RI
6) AIPA seharusnya berkomitmen untuk menjaga perdamaian di kawasan. Dan itu hanya bisa dilakukan jika AIPA peduli terhadap pentingnya perlindungan kemanusiaan. @DPR_RI
7) Itu sebabnya, kami kembali mengajukan draf resolusi atas krisis kemanusiaan yg terjadi di Myanmar. Resolusi ini harus menjadi bagian penting dari hasil Sidang Umum AIPA kali ini. @DPR_RI
8) Sbg anggota ASEAN, kami tdk bermaksud mencampuri urusan internal anggota ASEAN lainnya. Draf resolusi ini kami ajukan semata untuk mendukung Myanmar dlm memulihkan perdamaian dan stabilitas, untuk memberi bantuan dlm mengatasi krisis kemanusiaan yg menimpa etnis Rohingya.
9) Masyarakat internasional telah memberikan penilaian tegas terhadap situasi krisis di Myanmar. Di dalam Sidang IPU (Inter Parliamentary Union) ke-137 di St. Petersburg, Rusia, pd Oktober 2017.
10) Mereka telah mengakui urgensi untuk mengatasi situasi melalui sebuah resolusi. Begitu juga halnya dgn PBB, yang juga telah menerbitkan laporan dan resolusi atas situasi yang terjadi di Rakhine, Myanmar.
11) Sbg anggota IPU, dan juga PBB, mestinya parlemen negara-negara ASEAN juga memberikan perhatian yang serupa atas isu tsb. Krisis kemanusiaan di Rohingya adalah krisis kemanusiaan berat, tidak hanya untuk Asia Tenggara, tetapi untuk komunitas global. @DPR_RI
12) Itu sebabnya kami meminta agar AIPA tdk lagi mendiamkan masalah ini, krn masa depan ASEAN sgr tergantung pd sikap anggotanya dalam menyelesaikan masalah-masalah regional yg menarik perhatian global. Itu posisi @DPR_RI dlm sidang AIPA kali ini.
13) Resolusi mengenai Rohingya ini sdh kami perjuangkan sejak Sidang Umum ke-38 AIPA di Manila, tahun 2017 silam, tapi terus ditolak oleh delegasi parlemen Myanmar. Krn mekanisme pengambilan keputusan di AIPA menganut sistem konsensus, akhirnya tak ada resolusi terkait isu tsb.
14) Tahun lalu, sbg bentuk protes, delegasi Indonesia akhirnya membalas dgn menolak untuk membahas resolusi lain dlm bdg politik jika isu Rohingya ini tdk dibicarakan. Itu sebabnya, untuk pertama kalinya dlm sejarah AIPA, tahun lalu tidak ada resolusi dlm bdg politik.
15) Berkaca dari pengalaman tahun lalu tsb, maka dlm Sidang AIPA kali ini, selain resolusi mengenai Rohingya, delegasi parlemen Indonesia juga mengajukan draf resolusi penting lainnya, yaitu mengenai amandemen Statuta AIPA.
16) Jika mekanisme pengambilan keputusan AIPA tdk segera diubah, ada banyak isu penting dan genting yg mungkin akan diabaikan oleh AIPA hanya krn salah satu negara anggotanya keberatan, atau tdk menganggap penting persoalan tersebut. Kasus Rohingya adlh contoh konkretnya.
17) Dan kami, delegasi parlemen Indonesia @DPR_RI tidak ingin hal semacam ini berulang. Itu sebabnya kami mendorong agar AIPA mereformasi dirinya melalui amandemen statuta.
18) Rapat Komite Eksekutif dibuka pukul 20.30 dan ditutup pukul 23.00. Dari 2,5 jam itu, sekitar dua jam di antaranya berisi perdebatan mengenai draf resolusi yg diajukan parlemen Indonesia.
19) Kami @DPR_RI berusaha untuk melakukan persuasi, baik kepada delegasi Myanmar, maupun kepada delegasi negara lain, bahwa resolusi ini penting dijadikan sikap resmi AIPA.
20) Sesudah berdebat alot, bahkan kami sempat mengancam akan menolak seluruh usulan agenda dan resolusi dlm Sidang AIPA kali ini jika isu Rohingya tak bisa masuk dlm daftar resolusi, akhirnya bisa terjadi kompromi.
21) Jika kami sampai menolak seluruh usulan, maka untuk pertama kalinya jg dlm sejarah, sidang pembukaan AIPA tanggal 4 September 2018 akan sekaligus mnjd sidang penutupan juga, krn tdk ada agenda yg bs dibicarakan akibat tak tercapainya konsensus.
22) Dlm rapat Komite Eksekutif akhirnya trjadi kesepakatan. Delegasi parlemen Myanmar, yg dlm proses perdebatan tadi dipimpin oleh Ny. Su Su Lwin, yg jg mantan ibu negara, akhirnya mau membuka diri untuk menerima dan membahas resolusi Indonesia jika judul proposalnya diperhalus.
23) Indonesia sejak awal sama sekali tak keberatan dengan hal itu, dengan syarat penghalusan itu tak menyembunyikan kenyataan ada persoalan kemanusiaan serius yg perlu segera disikapi dan ditangani.
24) Jika sebelumnya resolusi yg diajukan delegasi Indonesia bertajuk ‘Draft Resolution on Violent Attacks on Rohingya and Humanitarian Crisis in Myanmar’, maka sesudah berdebat lama, mengakomodasi usulan dari Laos, Singapura, Thailand, Filipina, dan juga Myanmar sendiri.
25) Akhirnya resolusi Indonesia @DPR_RI akhirnya diputuskan jika tajuknya menjadi ‘Draft Resolution on Humanitarian Situation in Myanmar’. Indonesia tidak keberatan.
26) Sebab substansi yg diperjuangkan oleh @DPR_RI memang tdk terletak di judul, tapi pada keterbukaan Myanmar untuk mau membahas persoalan ini, serta pada pengakuan negara-negara anggota AIPA lainnya.
Bahwa masalah kemanusiaan yg terjadi di Asia Tenggara tidak sepantasnya disembunyikan di bawah karpet hanya karena alasan tidak ingin menyinggung perasaan tetangga.
27) Sy kira tadi ada banyak sekali drama dlm rapat Komite Eksekutif. Semua delegasi belajar memahami bahwa Sidang AIPA bukanlah sekadar seremoni dan basa-basi belaka.
28) Dalam sejarah AIPA, mungkin tak pernah terjadi perdebatan alot seperti yg barusan berlangsung. Berdebat berjam-jam membahas satu isu yg juga telah diperdebatkan sejak setahun lalu.
29) Ini adalah salah satu capaian penting dari diplomasi parlemen kita. Apalagi jika nantinya usulan Indonesia untuk mengamandemen Statuta AIPA juga bisa disepakati. @DPR_RI,” tulis Fadli Zon.
Ahmad Zuhdi