HB Jassin dan Pentingnya Dokumentasi

by

Sudah 100 tahun kiprah #HB Jassin di dunia kesusasteraan, sejak 31 Juli 1917 hingga 31 Juli 2017. Meski telah wafat 17 tahun lalu, ia selalu dikenang karena kontribusinya di ranah sastera.

Wartapilihan.com, Jakarta —Lelaki yang sudah genap usianya 80 tahun itu naik ke panggung, dan duduk di sebuah kursi. Langkahnya ringkih diterpa usia, tetapi semangatnya berbicara membuat semua orang terpana. “Jika saya batuk-batuk (ketika bicara di panggung ini), saya mohon maaf. Namanya juga sudah tua,” ujarnya kepada para hadirin yang sudah memenuhi ruangan sejak 30 menit sebelumnya, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2017) malam. Dialah Ajip Rosidi, sasterawan tangguh yang terus membuahkan karya itu.

Ruangan pun gelap, redup, yang sebelumnya sisakan cahaya
lampu kuning yang remang-remang. Hingga tersisalah layar lebar yang bukan film di depan, tetapi seorang kakek berkacamata yang tengah duduk. Ia pegang tumpukan kertas yang ia baca, sebuah orasi budaya. Ia ceritakan pengalaman hidupnya semasa HB Jassin menjadi seniornya dalam bidang sastra. Ia, menurut Ajip secara pribadi, ialah seseorang yang sangat berpengaruh dalam karir kesusasteraannya sejak dulu.

Lelaki yang karyanya sudah diterbitkan sejak SMP itu menjelaskan kepada hadirin, HB Jassin orang yang patut dikenang karena apa yang dilakukannya sangat penting bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam hal dokumentasi. “Saya bertetangga dengannya. Kala itu, sering berkunjung ke rumahnya bersama kawan-kawan saya. Jassin pun memperlihatkan dokumentasi yang memenuhi rumahnya, memperlihatkan beberapa map yang berisi dokumentasi mengenai pengarang sambil menerangkan tentang pentingnya arti dokumentasi,” ujar Ajip.

Perannya yang berkiprah sebagai kritikus dan esais yang sungguh tekun, ia catat betul-betul perkembangan sastera Indonesia sejak tahun 1940-an, Ajip menambahkan. Meski dalam perjalanannya, perannya sebagai kritikus dan esais tertandingi dengan yang lebih tajam, namun kerajinannya sebagai dokumentator tidak ada yang dapat menandingi. “Dengan penuh semangat dan amat teliti, dia mencatat dan menyimpan karya sastera, surat-surat pribadi, bahan-bahan biografi para sasterawan, dilengkapi catatan tentang kegiatan apa saja yang bertalian dengan sastra.”

“Ia selalu tak lupa membawa kertas kosong, sehingga kapan saja dia menganggap perlu mencatat apapun, dia langsung mengerjakannya. Hampir semua sajak dan cerita pendek dan karya sastera lain yang dimuat dalam majalah yang dia redakturi disimpan sebagai dokumentasi,” kenang Ajip.

Ia melanjutkan, kegemaran HB Jassin dalam menyimpan dokumentasi sungguh memerlukan waktu dan tempat khusus, di samping biaya membeli alat tulis, dan sebagainya. “Waktu saya pertama kali berkunjung ke rumah yang dia sewa di Gang Siwalan, Tanah Tinggi, dinding ruang tamu dan ruang tengahnya penuh dengan map yang disusun bertumpuk, hingga dinding itu sendiri tidak kelihatan,” ucapnya.

Meski perpustakaan HB Jassin kini dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia, ia merasa keberatan jika dokumentasi Sastera HB Jassin ditempatkan di bawah dinas perpustakaan daerah. Pasalnya, HB Jassin jadi rujukan bagi para peneliti dokumentasi Sastera di Indonesia, bahkan seluruh dunia. “Harusnya, Dokumentasi Sastera HBJ menjadi lembaga tersendiri dengan gedung khusus. Tidak bisa Dokumentasi HBJ hanya menempati sebagian dari gedung perpustakaan daerah. Tapi hal itu tidak dapat kami bicarakan dengan gubernur yang tidak tahu apa artinya dokumentasi,” terang Ajip.

Ia berharap, dengan hadirnya Anies Baswedan sebagai Gubernur terpilih DKI Jakarta, HB Jassin mendapatkan tempat khusus yang bahkan memiliki gedungnya sendiri yang bukan hanya dapat menampung semua dokumentasi yang dimiliki, melainkan juga ada ruang untuk berdiskusi, kajian sastra, maupun peluncuran buku. “Mudah-mudahan (bisa terlaksana)!” pungkasnya.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *