Wartapilihan.com, Jakarta – Sabtu (18/3), Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) menggelar tasyakuran atas ulang tahun ke 14 perjalanan dakwahnya di kantor INSISTS, Jl. Kalibata Utara II, Jakarta.
Acara ini diisi dengan pemaparan sejumlah peneliti INSISTS dan dihadiri sekitar 100 peserta. Salah satu yang istimewa adalah special lecture pendiri INSISTS Dr. Hamid Fahmi Zarkasy.
Di awal-awal pemaparan, Gus Hamid, sapaan akrabnya, bercerita mengenai sosok almarhum KH. Hasyim Muzadi yang sebulan sebelum wafat ingin sekali menemui dirinya. KH. Hasyim, kata Gus Hamid, ingin menyampaikan bahwa pemikiran komunis dan liberal harus dilawan. Menurut almarhum mantan Ketua Umum PBNU itu, Gus Hamid adalah sosok yang tepat mengemban peran itu.
“Saya sangat berbesar hati. Ternyata apa yang kita lakukan di INSISTS dengan mengkonter ide-ide yang membelokkan Islam,diakui oleh beliau-beliau yang sepuh. Ini suatu penghargaan bagi INSISTS,” ujar Gus Hamid berkisah.
Menurut Wakil Rektor Universitas Darussalam, Gontor ini, intelektual Islam kini memiliki tugas mengkonter pemikiran-pemikiran liberal dengan ahsan, yakni melawan pemikiran dengan pemikiran.
“Kini tantangannya sudah lebih besar. Sekarang ini bukan liberalisasi lagi tantangannya, tapi berupa dekonstruksi agama melalui paham ateisme,” jelas dia.
Peraih Doktor di ISTAC, Malaysia ini, menjelaskan tantangan liberalisasi masih berkutat pada masalah internal umat Islam.
“Itu masih kawan kita sendiri. Kelasnya munafik, karena dia Islam tapi menghina Islam. Tapi kalau sudah mengatakan Tuhan yang ada dalam Islam itu tidak jelas. Itu sudah kemana-mana cara berpikirnya,” Gus Hamid menjelaskan.
Sekarang di media sosial muncul video orang yang mengkritisi ucapan dua kalimat syahadat dalam Islam. Dalam video yang menjadi viral itu, seseorang mempertanyakan kapan umat Islam bertemu Nabi Muhammad dan Tuhan, sehingga begitu yakin untuk bersyahadat.
“Ini worldview-nya sudah ateis. Orang seperti ini sebenarnya gampang dikonter. Kalau dia meyakini empiris berarti dia tidak percaya akal dan jiwa (yang tidak dapat terindera secara kasat mata),” terang Gus Hamid.
Reporter: Pizaro