Gonjang-Ganjing Kedelai dan Kedaulatan Pangan Kita

by

Hari-hari terakhir ini, issue kenaikan harga impor kedelai yang direspon pengrajin tempe-tahu dengan mogok produksi, menarik perhatian banyak pihak. Bukan issue baru memang…tetapi issue yang selalu timbul-tenggelam. Entah sampai kapan.

Wartapilihan.com, Jakarta—Kementerian Pertanian memberikan perhatian khusus issue yang bisa dianggap mempengaruhi hajat hidup orang banyak ini. Ya…karena tahu-tempe sebagai makanan berbahan baku kedelai, begitu popular di Indonesia.

Menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo, telah berkoordinasi dan menyiapkan 3 langkah strategis dalam merespon gonjang-ganjing harga kedelai impor ini.

Melalui akun twitter milik Mentan (@Syahrul_YL), Mentan menyampaikan, “Kontraksi harga kedelai global saat ini membuat pasar dalam negeri ikut terkena imbasnya. Untuk menyelesaikan polemik ini, saya telah siapkan langkah untuk menjaga stabilitas dan pasokan kedelai. Ada 3 agenda yang akan dijalankan Kementerian Pertanian bersama stakeholder.”

Ketiga langkah strategis tersebut adalah:

  • Pertama, stabilisasi harga. Pasokan tidak boleh ada yang terganggu dan harus dipastikan aman. Harga tidak boleh terlalu turun dan tidak boleh terlalu naik.
  • Kedua, dalam jangka waktu 200 hari ke depan produktivitas lokal harus terus ditingkatkan agar bisa menopang kebutuhan.
  • Ketiga, agenda jangka panjang Kementan ditargetkan bisa mensuplai kebutuhan kedelai secara mandiri, sehingga ketika negara lain penyuplai kedelai mengalami kendala tidak berimbas terhadap kebutuhan dalam negeri.

Sebelumnya, pada 4 Januari 2021 lalu, Mentan memimpin rapat koordinasi pengembangan dan pembelian kedelai nasional. Kementan akan fokus pada peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan perluasan areal tanam, menyinergikan para integrator, unit kerja Kementan, dan Pemerintah Daerah.

“Insya Allah, upaya ini akan memenuhi kebutuhan domestik dan mengurangi impor kedelai. Sehingga ke depan, kita bisa lebih mandiri dan berdaya bersama”, Ujarnya

Netizen menyambut baik komitmen Pa Mentan ini, simak komentar dari akun Dky Hrz@dickyrevolution yang menyarankan dikembangkannya varietas unggul yang cocok di Indonesia. “Dikembangkan pak varietasnya, kalau dari jurnal IPB tahun 2019, produktifitasnya kalah dgn amerika, dan benihnya kurang paten..ibarat ya varietas unggul dengan lahan sedikit tapi hasilnya banyak”.

Sementara akun John Tan@JohnT7582, menyoroti issue harga kedelai di tingkat petani: “Selain meningkatkan kapasitas panen, Harga ditingkat petani juga diperhatikan pak”.

Karena kandungan impor tahu-tempe ini tinggi, seorang teman berkelakar…Tempe-tahu harusnya termasuk barang mewah ya.. Persoalannya, issue serupa ada juga pada nasi yang kita makan.

Ada banyak makanan kita yang kandungan impor-nya tinggi…Mie Instant misalnya? Belum lagi makanan-makanan lain yang berbasis tepung terigu seperti roti-rotian. Tepung terigu berasal dari gandum. Apakah nanti akan ada usaha untuk swasembada gandum juga?

Strategi yang lebih menyeluruh dan lebih prinsip sepertinya perlu disiapkan juga. Tidak melulu issue produksi, kebiasaan pola konsumsi masyarakat kita juga harus menjadi strategi utama. Keberagaman pangan lokal sudah saatnya mendapat tempat penting!

Sudah sunatullah, tanaman tertentu tumbuh baik di daerah tertentu. Kedelai dan gandum tumbuh baik di daerah sub tropis. Bisa saja ditumbuhkan di daerah tropis, tentu dengan effort yang lebih keras dengan hasil yang belum tentu sebaik di daerah asalnya.

Bagaimana kalau kita ganti focus ke biji-bijian sejenis kedelai atau gandum yang ada dan tumbuh baik di daerah tropis? Begitu banyak pilihan dari kekayaan hayati lokal yang bisa kita kembangkan…Bikin tempe kacang ijo yuk…By the way, kacang ijo kita impor gak yah…Ada berita kalau Indonesia eksport kacang hijau lho.. http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/berita/kacang-hijau-indonesia-mendunia-kementan-lepas-ekspor-kacang-hijau-ke-china-dan-philipina/

Ada juga teman yang seorang Doktor ahli pangan IPB University, berhasil membuat mie dari tepung jagung. Jagung juga kita import tapi bisa eksport juga…lumayan lah…Belum ada berita (setidaknya sepengetahuan saya & google) Indonesia ekspor Gandum…atau eksport kedelai? – CMIIW

Selain jagung, kita juga punya sagu, singkong, ubi, sorgum dan banyak lagi sebagai kandidat penyeimbang gandum. Hal serupa bisa kita lakukan untuk penyeimbang kedelai…bolehlah impor, tapi jangan banyak-banyak amat…

Keberagaman yang dianugerahkan Sang Pencipta untuk negeri ini, begitu melimpah. Mulai saja dari lingkaran terkecil, yaitu diri kita sendiri…bisa khan…daripada mendambakan perubahan besar-besaran yang entah kapan terjadi.

Wallahu A’lam

Abu Faris

  • Praktisi, 7th Permaculture Design Course Certified, BumiLangit Institute, Yogyakarta.
  • Relawan ARM-HA IPB (Aksi Relwan Mandiri-Himpunan Alumni IPB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *