Goenawan Mohamad dan Perang Badar

by

Wartapilihan.com – 19 April lalu, Goenawan Mohamad menulis dalam facebooknya tentang Perang Badar. Tulisan singkatnya ia ia beri judul : Perang Suci. Berikut tulisan lengkapnya”

Hari ini akan segera kelihatan siapa yang menang siapa yang kalah dalam Pilkada DKI 2017. Sesudah itu apa? Seharusnya: penemuan kembali usaha bersama untuk kehidupan kota ini.

Tapi sayangnya, Anies Baswedan dan Amien Rais mengibaratkan Pilkada DKI Jakarta sebagai “Perang Badar”. Setahu saya, Perang Badar adalah perang suci antara mereka yang beriman dan yang kufur.

Saya menyesalkan pandangan macam itu. Pemilihan kepala daerah pada hakikatnya cara merekrut seorang administrator tingkat atas untuk mengelola daerah itu. Yang dipilih bukan manusia sempurna, (meskipun mungkin. yang mencalonkan diri menganggap dirinya sempurna). Sebab itu ia dibatasi wewenangnya: hanya lima tahun, dan harus taat kepada hukum yang disusun bukan olehnya dan dijalankan bukan olehnya.

Pertarungan politik bukan perang suci. Yang dihadapi lawan tanding, bukan musuh mutlak.

Penyamaan pilkada dengan perang suci sama dengan merendahkan martabat perang suci itu sendiri. Pertarungan politik, seperti kita lihat di pilkada Jakarta, tak lepas dari fitnah, suap menyuap, gertak menggertak, dan banyak hal lain yang kotor. Dari kedua belah pihak.

Kemenangan dalam pilkada tak bisa dianggap keunggulan absolut — dalam mutu program, apalagi dalam hal iman dan kemuliaan hati.

K.H. Said Aqil Siroj jauh lebih arif dan tepat dibanding Amien Rais dan Anies Baswedan. Seperti dinyatakannya, “Pilkada DKI 2007 adalah bagian dari proses politik, bukan perang. Ia dengan jelas membedakan politik dengan perang: “Setiap proses yang condong pada perbaikan hidup bersama…bisa disebut proses politik. Sebaliknya, jika kecenderungan jatuh pada perusakan, proses itu bukan lagi politik, melainkan perang.”

 000

GM yang kini berumur 75 tahun, bila kita ikuti kolom Catatan Pinggirnya di Tempo, seringkali tulisannya sinis terhadap agama. Entah keyakinan apa yang dianut GM, tapi kalau kita ikuti kolomnya di Majalah Tempo itu, kelihatan ia mesra dengan ateisme. Ia fasih bicara atau menulis tentang marxisme, teologi pembebasan, pluralisme dan ideologi-ideologi semacamnya.

Sayangnya, ia miskin dengan Ilmu Keislaman, apalagi Ilmu Al Quran. GM fasih bicara sastra Indonesia, sastra Barat dan seterusnya, tapi dia fakir pengetahuannya terhadap Sastra Islam atau Sastra Al Quran. GM tidak mengerti bahwa Al Quran kitab sastra terbesar dan dikagumi oleh para cendekiawan Islam bahkan `Barat` sejak dulu, kini dan mendatang.

Karena miskin pemahaman Islam, maka tulisan-tulisan GM tentang Islam, seringkali keliru. Saya, yang kebetulan mengikuti kolom GM sejak mahasiswa IPB tahun 90-an terus terang kecewa terhadap pendiri Majalah Tempo ini. Dulu, sampai kini tiap saya membaca Majalah Tempo, saya tidak melupakan Catatan Pinggirnya. Dulu saya berharap GM di masa tuanya tobat dan kembali pada islam –sebagaimana banyak masyarakat Jawa—tapi sampai kini saya kecewa. GM di masa tuanya tulisan-tulisannya makin mengandung kesinisan terhadap agama, terutama Islam.

Entah mengapa. Mungkin GM kecewa terhadap perilaku Muslim di sekitarnya atau mungin GM terlalu banyak bergaul dengan non Muslim dan membaca buku-buku karya pengarang Barat. Atau mungkin gabungan semuanya.

Bila GM mau mengkaji serius Islam dengan hati terbuka, membaca karya-karya cendekiawan top Islam, seperti Prof Maurice Bucaille, Prof Mustafa Azami, Prof Naquib Al Attas dll saya duga akan berubah. Tapi saya tidak bisa memastikan, karena hidayah hanya dari Allah.

000

Di tulisan yang berjudul Perang Suci  ini, GM mengritik Anies Baswedan dan Amien Rais yang mengibaratkan Pilkada Jakarta seperti Perang Badar. Kata GM : pertarungan politik bukan perang suci. Yang dihadapi lawan tanding, bukan musuh mutlak…

Pendapat GM ini mewakili pendapat banyak cendekiawan lain dan orientalis yang tidak faham atau fobia Islam. Mereka tidak memahami bahwa dalam sejarah Islam, Perang Badar adalah peristiwa perang pertama yang paling monumental.

Dimana jumlah kaum Muslim saat itu hanya sepertiganya dan perbekalan-senjata seadanya, dibanding kaum kafir yang jumlahnya tiga kali lebih banyak dan perbekalan-senjata lebih lengkap

Rasulullah mengetahui kondisi tentara kaum Muslimin ini. Sehingga beliau berdoa sambil menangis kepada Allah agar diberi kemenangan. Dengan niat yang ikhlash untuk menjayakan nilai-nilai Ilahi dan perjuangan yang sungguh-sungguh akhirnya Allah memberi kemenangan kepada Rasulullah dan sahabatnya. Tokoh-tokoh kafir saat itu banyak yang meninggal, termasuk Abu Jahal.

Pernyataan Amien Rais dan Anies Baswedan bahwa Pilkada DKI adalah seperti Perang Badar adalah ungkapan yang tepat. Karena memang Anies di barisan kaum Muslimin, di barisan ulama-ulama Islam. Sedangkan Ahok di barisan kaum non Muslim atau di barisan para pendeta. Muslim yang ikut di barisan Ahok adalah mereka yang tidak ingin kejayaan Islam dan atau ikut-ikutan.

Jakarta -bahkan mungkin Indonesia- saat itu memang terbelah, antara Muslim dan non Muslim. Kampanye baik darat maupun udara terus tiap hari saling ejek, saling hina, saling sindir terus berkecamuk. Alhamdulillah hanya dengan kata-kata, tidak ada satupun darah tercecer dalam proses kampanye ini.

Dan ketika tanggal 19 April, saat usai hari pencoblosan, barisan Islam Anies-Sandi dinyatakan sebagai pemenang versi Quick Count dan Real Count dengan selisih yang cukup besar sekitar 14 persen.

Kekuatan Ruhiyah Badar

GM tidak sadar atau mungkin tidak tahu. Kekuatan kaum Muslim sebenarnya terletak pada ruhiyahnya. Terletak pada hubungan-Nya pada Allah Yang Maha Segalanya. Bila Muslim meletakkan sungguh-sungguh pada Yang Maha ini maka akan energi dahsyat yang melejitkannya. Dan inilah yang menggerakkan Rasulullah dulu sendirian menyebarkan Islam, dihina, dicaci bahkan mau dibunuh, tapi Rasulullah saw tetap tegar. Rasul mempunyai hubungan dengan Allah yang sangat kuat, sehingga Rasul tidak hanya tidak kalah, tapi Rasulullah akhirnya berhasil menyebarkan mutiara nilai Islam ini ke seluruh Jazirah Arab dan bahkan akhirnya para sahabat Rasul berhasil menyebarkannya ke seluruh dunia.

Kekuatan ini memang tidak dimiliki oleh kaum materialis. Kaum materialis hanya melihat kekuatan spirit seseorang pada yang nampak, seperti nafsu kekuasaan politik, nafsu ketenaran, nafsu kekuasaan materi dan seterusnya. Kaum materialis yang tidak meyakini nilai ruhiyah –terutama nilai Islam—, tidak membawa misi agama Islam, hanya memandang manusia dari sudut materi.

Al Quran menyatakan : Dan Dia yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (Al Anfal 63).

Al Quran di sini menyebut cara manusia menyatukan hati orang ada dua. Pertama dengan kekayaan. Kedua, dengan hubungan pada Allah (ruhiyah). Dan Allah menegaskan bahwa penyatuan hati manusia dengan kekayaan pasti gagal dan penyatuan hati dengan ikhlash pada Allah, akan berhasil.

Dan itu nampak jelas pada Pilkada DKI beberapa hari lalu. Bagaimana kelompok Ahok cs mencoba membujuk dengan harta, dengan sembako, terutama kepada kaum Muslim Jakarta tapi akhirnya menemui kegagalan total.

Jadi semangat Perang Badar ini mesti dijaga terus oleh kaum Muslim. Bahkan dalam setiap Pilkada atau Pilpres di tanah air harus dijadikan sebagai Perang Badar, bila kaum Muslim ingin meraih kemenangan. Bila kaum Muslim mengikuti jejak kaum kafir dalam Pilkada atau Pilpres dengan menyuntikkan semangat materialisme, maka hampir pasti kaum Muslim akan mengalami kekalahan.

Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang biawak (yang sempit), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim).

Lihatlah bagaimana dulu para pahlawan Muslim mengusir penjajah Portugis dan Belanda yang kafir. Apa senjata mereka? Kalimat Allahu Akbar. Dan mereka menjadikan perlawanan terhadap musuh, seperti Perang Badar, sehingga Allah memberikan kemenangan.

Kalimat Perang Badar ini memang akan dibenci para musuh Islam dan ‘kaum yang jahil’, tapi biarkan saja. Mereka ingin kaum Muslim di negeri ini dalam setiap pemilu dan kehidupan politik, mengikuti jejak mereka bersemangatkan materialisme bukan semangat Badar, agar kaum Muslim terus kalah dan terhina di negeri mayoritas Muslim ini.

Semangat Perang Badar ini sebenarnya bukan hanya harus kita gunakan dalam pemilu, tapi perlu juga kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Semangat hidup tanpa menyerah dan menyerahkan total keberhasilan pada Allah. Insya Allah, bila kita terapkan dalam kehidupan, Allah akan memberikan kemenangan dan memudahkan hidup kita.

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al Anfal 9-10). |

Izzadina Dachli

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *