Istilah yang sangat viral ‘Anak Jaman Now’ melahirkan banyak asumsi-asumsi. Termasuk pandangan dari para pakar generasi X, yang lahir dari tahun 60 hingga 80-an.
Wartapilihan.com, Jakarta –Beda generasi, bisa jadi berbeda kondisi psikologis. Hal ini yang dikemukakan oleh Ihshan Gumilar, seorang Neuropsikolog.
Perubahan itu terjadi bukan hanya dari respon terhadap kehidupan sosial, tetapi juga gaya komunikasi, cara mendapatkan sesuatu, dan berkorban untuk orang banyak.
Ia mengkhawatirkan, anak generasi Z ini rasa empatinya mulai memudar karena keasyikan dengan dunia maya, yang sangat gelisah jika “like” dan “comment” dirasa kurang.
“Rasa empati itu sepertinya telah mulai pudar di kalangan anak-anak zaman now. Mereka lebih fokus dan peduli tentang status dan komentar orang lain untuk foto yang diunggahnya dan reputasinya di media sosial,” tutur Ihshan, Kamis, (23/11/2017).
Manusia yang melakukan hal bermanfaat dan tidak mengharapkan imbalan sekalipun ia harus mengorbankan dirinya. Hal itu dikenal dengan istilah altruisme dalam dunia psikologi, ia menerangkan.
Dosen Psikologi Universitas Al-Azhar Indonesia ini menjelaskan, banyak penelitian dilakukan para neuropsikolog (psikolog syaraf) untuk mencari area otak mana yang berfungsi mengatur altruisme.
“Hasil penelitian menemukan, ada beberapa bagian otak yang aktif secara bersamaan pada saat orang melakukan tindakan altruisme, seperti donasi dan memberikan apa yang dicintainya untuk orang lain yang tidak dikenalnya,” lanjutnya.
Bagian otak tersebut, ia mengatakan, dikenal dengan istilah amygdala dan Pre-frontal Cortex (PFC). Amygdala merupakan bagian otak yang berfungsi sangat dominan dalam proses mengatur emosi. Altruisme berkaitan erat dengan rasa empati.
Sementara empati, tuturnya, adalah ketika seseorang mampu menyelami dan membayangkan dengan perasaan (emosi) jika dirinya berada dalam posisi orang lain. Sebagai contoh, seseorang mampu merasakan bagaimana sulitnya hidup jika makan hanya setiap dua hari sekali.
“Adanya rasa empati yang tinggi di dalam diri akan mendorong mengambil keputusan yang lebih jauh. Dan keputusan inilah yang akhirnya diterjemahkan dalam bentuk perilaku yang biasa disebut pengorbanan ataupun pertolongan,” imbuh Ihshan.
Sementara itu, seorang psikolog klinis, Nana Sukmawati mengatakan, anak generasi milenial ini justru generasi yang kritis, berbeda dengan generasi anak dahulu.
“Misal, ketika anak dilarang melakukan sesuatu. Anak jaman sekarang akan bertanya, ‘memang kenapa nggak boleh?’, tidak seperti anak jaman dulu yang tunduk dan patuh kepada apapun kata orangtua,” kata Nana.
Maka dari itu, Nana menyarankan, orangtua mesti belajar lebih banyak mengenai parenting dan pengetahuan umum untuk bisa menjawab pertanyaan anak.
“Selain itu, berikan fasilitas kepada mereka, untuk semakin menumbuhkan kreativitas mereka. Dan berikan dia landasan yang kuat ketika melakukan sesuatu,” tandasnya optimis.
Eveline Ramadhini