Filsafat secara etimolologi dari bahasa Arab ; Falsafah ( hikmah ) yang diambil dari bahasa Yunani, philo shofia = pengetahuan, hikmah ( wisdom ). Jadi philoshofia berati cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran.
Wartapilihan.com, Depok– Sedangkan filsafat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring (https://kbb.kemdikbud.go.id/entri/filsafat) mendefinisikan filsafat menjadi empat batasan atau arti.
Pertama, pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada. Kedua, sebab. Ketiga, asal.
Dan keempat, hukumnya.
Jadi arti filsafat adalah pemikiran yang berkenaan dengan hakekat dalam mencari kebenaran.
Filsafat tidak ada kaitannya dengan keyakinan, keimanan dan agama tertentu.
Filsafat lahir dari naluri manusia yang suka merenung dan berpikir dalam mencari kebenaran.
Memang ada sejarahwan mencatat bahwa filsafat berasal dari Yunani, sehingga ada sementara orang mengaitkannya dengan paganism karena di masa Yunani kuno sebagian dari bangsa Yunani memuja dewa-dewi mithos.
Itu sebenarnya asumsi yang keliru.
Karena di masa filsafat berkembang, pada saat itu Yunani telah memasuk ke dalam priode pemikiran sehingga melahirkan sistem demokrasi yang sama sekali tidak berkaitan dengan keyakinan paganism dewa-dewi mithos.
Socrates sebagai bapak filsafat yang dihukum mati dengan menenggak racun oleh penguasa negara karena dianggap meracuni pikiran para anak muda yang membahayakan pemerintah.
Jadi bukan karena terkait dengan paganism.
Setelah Socrates dieksekusi, Plato dan muridnya, Aristoteles menolak sistem demokrasi liberal.
Mereka lebih menekankan terhadap utamanya sistem aristokrasi, karena menurut mereka berdua para pemikir ( filosof ) dan bangsawan lebih tahu dengan kepentingan rakyat dari pada rakyat awam itu sendiri.
Lalu bagaimana kemudian filsafat masuk ke dalam sistem keimanan Islam ?
Tak lain adalah karena filsafat usaha mencari hakekat, sedangkan di dalam Islam ada yang disebut dalil aqli di samping naqli.
Jadi dari lewat pintu itulah filsafat masuk dalam urusan aqidah Islam dengan nama Ilmu Kalam ( ilmu tauhid menurut mutakallimin ).
Sebagian ulama ahlussunah di antaranya iman Al Ghazali, beliau menzindikkan ilmu kalam walaupun sebelumnya dia seorang yang pernah terpengaruh dengan ilmu tersebut.
Tapi ulama di Andalusia ( Spanyol ) di antaranya Ibnu Rusyd yang dikagumi oleh dunia Barat sebagai bapak ilmuan, membolehkan menggunakan filsafat dalam memahami keesaan Allah.
Beliau beranggapan bahwa para ulama di Jazirah Arab cuma salah paham saja.
Mungkin menurut beliau filsafat tidak untuk dipertentangkan dengan ilmu tauhid ( aqidah ).
Sedangkan menurut tinjauan sejarah, filsafat sudah ada jauh sebelum Socrates lahir, karena yang namanya manusia, sejak zaman para nabi berikutnya setelah Adam ‘alaihis salam, manusia tak henti berpikir tentang hakekat.
Tatkala manusia hidup di masa terputusnya risalah kenabian, mereka berfilsafat, mencari siapa Tuhan dan hakekatnya.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga mencari Tuhan ketika kaumnya menyembah dewa-dewa ( berhala ), dan beliau berfilsafat bahwa ia tidak mau bertuhankan matahari yang lenyap cahayanya di malam hari, dan bulan yang lenyap cahayanya di siang hari.
Beliau tidak bersalah dengan filsafatnya, dan akhirnya Allah tunjukan jalan baginya untuk mengetahui diri-Nya, Tuhan Alam Semesta.
Sejarah mencatat agama Taoisme yang dibawa oleh Law Tse adalah agama filsafat.
Dia mengakui penguasa alam semesta itu ada. Ketika ditanya oleh muridnya, penguasa alam semesta itu siapa namanya, dia menjawab ; ” Kita tidak tahu nama-Nya kalau Dia tidak ngasih tahu “.
Kong Hu Chu juga adalah ajaran dari filsafat.
Dan Budha Sidartha Gautama juga demikian, dan hanya saja filsafatnya dijadikan agama oleh orang-orang kemudian hari.
Jadi filsafat itu bukan pertama muncul di Yunani tapi ada di seluruh dunia, karena filsafat itu adalah akal budi manusia.
Hanya saja di dalam agama Islam akal budi bukan yang tertinggi, akal budi tetap bersifat lemah, yang tertinggi adalah wahyu Allah.
Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda ; ” Kamu tidak dipandang beriman sampai nafsumu tunduk kepada risalah yang kubawa”
Apa itu nafsu ?
Akal budi bila dituhankan itu adalah nasfu.
Akal budi tidak akan mampu menjangkau alam malakut, terlebih pula zat Allah yang Maha Tinggi dan Maha Ghaib.
Alam malakut, alam ruh, lapisan langit tertinggi dan Sidratul Muntaha saja adalah telalu transenden untuk dijangkau oleh akal manusia, apalagi zat Allah.
Oleh karena itu filsafat tidak dapat menentukan aqidah Islam.
Filsafat hanya cara berpikir serius dan mendalam, dalam mencari hakekat terhadap sesuatu, namun kedudukan nya tetap di bawah wahyu.
( Iwan Hasanul Akmal )