‘Film Polri’ Akhirnya Dihapus dari Youtube

by

Apakah benar dalam realitasnya muslim Indonesia atau muslim nusantara ada yang menolak mobil ambulance melintas saat mengangkut korban dari umat non muslim karena alasan sedang menggelar pengajian seperti yang digambarkan dalam film Kau Adalah Aku yang Lain?

Wartapilihan.com, Jakarta – Alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) Iswandi Syahputra menuturkan, jika ada realitas seperti film Kau Adalah Aku yang Lain maka ada 2 (dua) alasan yang mendasari. Pertama, hal itu merupakan common sense. Walau jarang terjadi tapi memungkinkan terjadi dan pernah beberapa kali terjadi sehingga khalayak bisa menerimanya. Kecuali khalayak berkebutuhan khusus.

“Misalnya film yang berkisah tentang poligami dalam Film Ayat-ayat Cinta. Film ini, kendati poligami bukan hal yang dilarang dalam agama Islam, dikritik oleh aktivis gender dan ditolak oleh emak-emak yang keberatan suami mereka berbagi bantal dan kasur dengan perempuan lain biarin aja,” kata Iswandi di Jakarta (29/6).

Sebab, lanjut Iswandi, memang terbuka atau diam-diam poligami itu ada faktanya dan boleh sebagai ajaran agama. Daripada menolak filmnya, lebih baik jaga suami di rumah agar tidak poligami. Bagi suami yang berniat poligami, untuk diketahui juga poligami itu juga tidak mudah.

“Kedua, itu bukan merupakan _common sense_. Walau jarang terjadi tapi memungkinkan pernah sesekali terjadi tapi khalayak umum tidak bisa menerimanya karena memang tidak umum terjadi. Yang paling amat terpenting tidak ada landasan sosiologis, yuridis bahkan filosofisnya. Beda dengan film tentang poligami yang saya contohkan sebelumnya,” terangnya.

Misalnya, film yang berkisah tentang seorang muslim berpindah agama (Film “?”), kebetulan ia pernah menjadi pembedah film tersebut saat gala premier di sejumlah kota bersama Sutradara dan pemerannya. Atau film yang berkisah tentang seorang gadis Minang yang masyarakatnya sangat relijius dan dikenal sebagai masyarakat muslim tapi justru digambarkan sebagai penganut Katholik; Film Cinta Tapi Beda.

“Kedua film tersebut walaupun mungkin faktanya ada dalam realitas tapi muncul sebagai arus utama dalam berkisah. Lantas untuk apa dimunculkan? Mungkin saja karena ingin mempromosikan suatu nilai baru, misalnya tentang toleransi dan harmoni atau pluralisme dalam agama. Ada misi yang hendak disampaikan,” ungkap Iswandi.

Selain itu, dalam film “?” Dia melihat ada misi kehidupan harmoni antar umat beragama. Dalam film Cinta Tapi Beda, Iswandi tidak ingin memberi komentar. Bukan karena sutradaranya sahabat baiknya saat nyantri di Padang Panjang.

“Jadi sedikit banyak merasakan suasana kebatinan urang awak dan paham kultur religi di Minangkabau. Selain itu film ini kan juga sudah ditarik dari peredaran karena ditolak keras oleh masyarakat Minangkabau,” tambahnya.

Apabila tidak ada, kata Iswandi, dan itu hendak diangkat dalam sebuah film maka ada 2 (dua) alasannya, pertama merupakan film fiksi yang ingin menghibur penonton. Misalnya film Superman, Batman dan lain-lain.

“Lantas timbul perrtanyaan, apakah film tentang umat muslim menolak ambulance yang mengangkut pasien atau korban non muslim dalam film Kau Adalah Aku yang Lain itu menghibur? Jika ini dinilai menghibur, saya pastikan ada saraf humoris Anda yang rusak oleh Islamphobia,” tegasnya.

Kedua, merupakan film fiksi yang ingin mencerahkan penonton. Misalnya film Transcendence atau film The Way; A Journey to Find YOU misalnya.

“Yang menjadi masalah kemudian adalah, sebuah film bukan kategori fiksi (dalam arti kisah dalam film tersebut ada dasar realitasnya) tapi menyangkut identitas religius yang dinarasikan sebagai hal negatif,” sesal dia.

Terakhir, simpul Iswandi, mencuri itu fakta iya, bersifat umum iya, ajaran agama tidak. Jika ada film tentang pencurian, bahkan berkisah tentang teknik memcuri, penonton akan menikmatinya. Poligami itu fakta iya, bersifat umum tidak, ajaran agama iya. Jika ada film tentang poligami, bahkan berkisah tentang teknik poligami, penonton akan menikmatinya. Umat Islam menolak Ambulance yang mengangkut korban non muslim itu fakta mungkin iya, mungkin tidak, bersifat umum tidak, ajaran agama juga tidak.

“Jika fakta sebagai dasar realitasnya masih kabur, tidak berlaku umum, dan bertentangan dengan ajaran agama tapi dijadikan film dan dipilih sebagai pemenang dalam sebuah kompetisi maka dia identik dengan provokasi karena mengandung suatu misi. Hal ini biasa dalam dunia rimba persilatan. Dalam hukum rimba persilatan, pendekar yang memegang kitab silat dan memiliki senjata saktilah yang berkuasa,” pungkas Iswandi.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Persis, Dr. Jeje Zainuddin memberikan saran kepada Humas Polri, perlu melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada masyarakat dan menghindari pendekatan yang menimbulkan antipati masyarakat, semua itu demi kebaikan relasi Polri dengan masyarakat.

“Saya husnuzhan, mungkin Idea short film ini baik untuk tujuan edukatif. Namun sangat bias, bisa memberi kesan dan pesan yg salah. Sebaiknya alur ceritanya diubah dengan menampilkan fakta positif, bukan menampilkan imajinasi negatif,” saran Wakil Ketua MIUMI tersebut.

Menghindari polemik berkepanjangan, film tersebut sudah di tarik dari peredaran dan sudah di block di Youtube oleh pihak Kepolisian.

[Satya Wira]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *