Fadli Zon: Rakyat Ingin Presiden Baru

by
https://cdn.tmpo.co

Dalam beberapa rilis lembaga survei, posisi Prabowo selalu berada di peringkat kedua setelah Jokowi, yang disusul oleh Gatot Nurmantyo di posisi ketiga.

Wartapilihan.com, Jakarta –Lembaga survey Kedai Kopi pada Sabtu (7/10), merilis elektabilitas Presiden Joko Widodo di angka 30%, sedangkan Prabowo Subianto berada pada posisi 20%. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, angka 30% menunjukan ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah.

“Incumbent di angka 30an itu sangat rendah. Artinya, mayoritas masyarakat  menginginkan presiden baru dan calon alternatif. Salah satu kelemahan Presiden sekarang tidak cakap menempatkan polemik dalam garis koordinasi,” kata Fadli dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/10).

Selain itu, Fadli mempertanyakan alasan publik melakukan sorotan tajam terhadap kebijakan Panglima TNI yang dinilai politis. Padahal, kata dia, Kapolri yang  memiliki kecenderungan politik lebih tinggi.

“Saya setuju justru di Kepolisian dan Jaksa Agung yang melakukan politisasi, termasuk hate speech. Harusnya kalau kita menghimbau institusi negara untuk tidak berpolitik, iya jangan TNI saja, tapi Kapolri juga. Karena saya melihat TNI seperti di anak tirikan. Dalam hal anggaran, kewenangan dan lain sebagainya. Dari tahun 2014, anggaran Polri sekarang sudah dua kali lipat naiknya,” ujar Wakil Ketua DPR tersebut.

Dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang, kata Fadli, pihaknya tetap mendukung Prabowo Subianto menjadi calon Presiden Republik Indonesia. Sebab, posisi Prabowo menurut beberapa lembaga survei selalu berada di peringkat kedua setelah Jokowi. Kendati demikian, Fadli mendorong Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan presidensial threshold 20%, agar semakin banyak kader bangsa yang maju ke tingkat nasional untuk memimpin bangsa Indonesia.

“Kami di Gerindra sangat optimis mendukung beliau (Prabowo Subianto) menjadi RI 1. Setiap warga negara punya hak dipilih dan memilih. Misalkan Edy Rahmayadi (Pangkostrad) mau menjadi Gubernur, iya sah-sah saja. Saya tidak melihat langkah Panglima merupakan manuver politik, karena ini masih dalam koridor tugas dari seorang Panglima untuk menyesuaikan persoalan-persoalan dalam perspektif Undang-Undang,” tandas Fadli Zon.

Fadli mengapresiasi langkah Panglima dalam mengungkapkan kebenaran, meskipun kebenaran itu pahit untuk disampaikan. Sebab, simpul dia, lebih baik terjadi polemik dan perdebatan panjang, daripada menyembunyikan persoalan-persoalan yang nantinya merugikan bangsa sendiri.

“Coba biarkan kalau persoalan senjata tidak diungkap, kita tidak tahu apa yang terjadi. Ternyata apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam tentang 500 senjata itu pun tidak tepat, berati kan manajemen negara kita ini dilakukan secara amatiran termasuk di dalam persenjataan,” pungkasnya.

Dalam kesempatan sama, pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie meminta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menanggalkan institusi TNI bila hendak terjun ke politik praktis. Dalam beberapa statementnya, dia menilai Gatot secara tidak langsung mengajak TNI untuk berpolitik.

“Harapan saya, Panglima TNI tidak menggunakan baju seragam hijaunya kalau mau menjadi politisi. Sebab, akan mencoreng citra TNI sendiri dan marwah kesatuannya,” ujarnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *