“Pada dasarnya fatwa diterbitkan untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai fatwa yang ditetapkan tidak dilaksanakan atau melahirkan mudharat di tengah masyarakat,” ujar Asrorun Niam.
Wartapilihan.com, Jakarta — Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Annual Conference on Fatwa Studies di Bumi Wiyata, Depok, Kamis (26/7). Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam mengatakan, kegiatan ini dalam rangka mendengar kritik dan masukan dari akademisi serta praktisi terkait konten maupun metodologi fatwa MUI.
“Kritik yang bersifat akademik diharapkan dapat meningkatkan khidmah keberperanan MUI, khsusunya Komisi Fatwa di dalam menetapkan fatwa-fatwa keagamaan, agar menjadi panduan bagi umat Islam. Umumnya dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara,” kata Niam di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (25/7).
Ia menuturkan, fatwa merupakan jawaban hukum Islam atas pertanyaan masyarakat sebagai jawaban dari persoalan yang berkembang. Karenanya, dalam proses pembahasan dan penetapan fatwa memerlukan ikhtiar untuk disesuaikan dengan kondisi zamannya.
“Tujuan kedua adalah sarana untuk diskusi dan konfirmasi atas pandangan, hasil temuan dan telaahan yang dilakukan peneliti maupun akademisi. Bisa jadi, pandangan tersebut tidak sesuai kondisi faktual proses dan juga hasil fatwa yang ditetapkan,” jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut akan dibuka dengan paparan peran Fatwa MUI dalam berbangsa dan bernegara dengan sub tema perang politik dan budaya oleh Prof. Dr Masykuri, peran fatwa dalam hukum nasional oleh Hakim MK Wahiduddin Adam, pembangunan ekonomi keummatan bersama Endi M Astiwara, dan metodologi penetapan oleh Asrorun Niam.
“Selanjutnya akan dilakukan pendalaman atas hasil penelitian yang dilakukan oleh akademisi guna peroleh umpan balik. Diharapakan ada dampak positif serta jadi solusi masalah keummatan,” tukasnya.
Para peneliti dan akademisi nantinya akan memaparkan terkait efektifitas Fatwa MUI. Diantaranya fatwa bermuamalah melalui media sosial (medsos), ekonomi syariah, crowdfunding syariah, kontribusi DSN (Dewan Syariah Nasional), penetapan kalender hijriyah, pemeliharaan lingkungan, ekologis, dan juga fatwa terkait Ahmadiyah.
“Pada dasarnya fatwa diterbitkan untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai fatwa yang ditetapkan tidak dilaksanakan atau melahirkan mudharat di tengah masyarakat,” ujarnya.
Niam turut menyoroti terkait beredarnya fatwa yang dikeluarkan oleh Ormas tertentu yang terkesan dipaksakan. Padahal, Ormas tersebut dapat merujuk kepada Fatwa MUI sebagai jalan tengah agar tidak menimbulkan kegaduhan.
“Nah, para peneliti akan jawab terkait efektivitas Fatwa MUI di tengah masyarakat. Tapi sebelum penelitian dipaparkan, kami secara internal melakukan pengkajian bahwa tidak sedikit Fatwa MUI jadi rujukan masyarakat,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi