Efek Domino Pernyataan Zulhasan

by
foto:istimewa

Pernyataan Zulhasan soal lima partai dukung LGBT memberikan efek domino bagi masyarakat. Ada apa?

Wartapilihan.com, Jakarta –-Hersubeno Arief selaku pengamat politik mengatakan, layaknya sebuah gempa dahsyat, efek getaran pernyataan Zulhasan masih terasa hingga hari ini. Bahkan banyak yang tidak menyadari, efeknya dapat sampai ke jangka panjang.

“Setidaknya ada tiga efek dari statemen tersebut. Efek jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang,” tutur Hersubeno, Jum’at, (26/1/2018).

Efek jangka pendek yang terjadi, menurut Hersubeno, pihak hang paling bereaksi ialah dari kalangan politisi. Mereka beramai-ramai menyatakan partainya menolak LGBT. “Ketua DPR Bambang Soesatyo yang juga politisi Golkar bahkan sampai harus menyatakan akan mempertaruhkan jabatannya bila sampai LGBT dilegalkan,” lanjutnya.

Menurutnya, reaksi ini sangat wajar oleh pasal sejumlah survei menunjukkan hampir semua pemilih (konstituen) menolak keras praktik LGBT. Hersubeno mengatakan, penolakan ini tidak hanya terjadi di kalangan pemilih usia tua yang konotasinya konservatif, bahkan generasi milenial yang dicirikan lebih terbuka dan permisif, juga menolak keras.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Median, disebutkan sekitar 96.5% responden menolak dengan keras LGBT. Sementara hasil survei CSIS menunjukkan 78,92% generasi milenial juga menolak LGBT, dan 15.86% kurang menerima. Sisanya 3.96% cukup menerima, dan yang sangat menerima jumlahnya sangat kecil, hanya 1,26%.

“Perilaku pemilih kita yang dikonfirmasi oleh dua survei tadi tampaknya menjadi alasan di balik reaksi keras sejumlah partai atas pernyataan Zulhasan. Mulai dari partai yang berada di sayap kiri (PDIP), tengah (Golkar, Nasdem, Demokrat, Gerindra, dan Hanura), sampai partai di sayap kanan (PPP, PKB, PAN, dan PKS). Tidak ada satupun parpol yang ingin mendapat stempel, atau setidaknya diasosiasikan sebagai pendukung LGBT,” tukas Hersubeno.

Hersubeno menjelaskan, citra sebagai parpol pendukung LGBT dikhawatirkan akan sangat mempengaruhi keputusan para pemilih dan menggerus habis suara mereka dalam Pileg 2019. “Efek elektoral tersebut tampaknya juga akan sangat berpengaruh dalam pilkada. Apakah partai atau kandidatnya menjadi pendukung LGBT atau tidak, akan sangat menentukan keterpilihan seorang kandidat? Apalagi bila ada seorang kandidat yang terindikasi sebagai pelaku LGBT, dampaknya akan sangat buruk,” imbuhnya.

Adapun efek jangka menengah, yaitu hancurnya kampanye para pendukung LGBT. Selama ini, para pendukung gerakan ini sangat agresif dan sudah berani terbuka. Mereka sangat aktif melakukan kampanye melalui berbagai medium. Ada yang menggarapnya melalui jalur budaya, akademik, penggalangan opini media dan medsos melalui berbagai artikel, games, jalur politik, dan jalur hukum.

“Para pendukung LGBT ini biasanya menggunakan pendekatan hak asasi manusia (HAM) sebagai selubung dan pembenaran (cover and justification). Yang mereka dengung-dengungkan jika Indonesia ingin maju dan diakui setara dengan negara beradab lainnya, haruslah bisa menerima LGBT sebagai realitas sosial. Taglinenya ‘Indonesia tanpa diskriminasi’, terang Hersubeno.

Memasyarakatkan LGBT adalah gerakan liberal dan sekulerisme global yang didukung PBB dan disupport dengan dana besar. Melalui United Nation Development Programme (UNDP), PBB menggelontorkan dana sebesar USD 8 juta untuk membantu LSM dan perorangan mengkampanyekan dan mengadvokasi pelaku LGBT di Indonesia, Cina, Filipina, dan Thailand.

“Di luar jalur opini, mereka juga melakukan berbagai gerakan yang simultan. Melalui Komisi HAM PBB (UNCHR) mereka aktif menekan pemerintah Indonesia. Sementara melalui jalur LSM dan perorangan melakukan lobi-lobi di DPR, terutama melalui Badan Legislasi,” lanjut dia.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di DPR menjadi pintu celah bagi mereka untuk sedikit memperlonggar ketentuan pidana atas perilaku LGBT.

“Namun statemen Zulhasan menyebabkan semuanya menjadi mentah. Kampanye yang mereka bangun sekian lama, dengan dana yang cukup besar menjadi berantakan,” begitu analisa Hersubeno.

Banyak anggota DPR yang ditengarai menjadi pendukung idiologi LGBT, balik kanan, putar haluan. “Mereka sangat kaget dan tidak menduga reaksi yang muncul begitu dahsyat,”

Maka ia menduga, dalam jangka menengah, tampaknya aktivitas kampanye dukungan atas LGBT akan mengalami mati suri. “Kalau toh tidak mati, mereka harus bersusah payah membangun kembali dari nol,” ungkapnya.

Dalam efek jangka panjang, RUU KUHP yang kini tengah dibahas di DPR, masalah pemidanaan atas LGBT menjadi salah satu topik paling menarik perhatian. Isu tersebut menjadi bola panas setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil atas kumpul kebo dan LGBT.

“Setelah heboh pernyataan Zulhasan bahwa ada lima fraksi yang mendukung LGBT, semua fraksi kompak mendukung agar rumusan pidana LGBT diperluas. Bahkan rumusan tersebut mencakup perilaku pencabulan sesama jenis yang dipertontonkan di depan umum. Para penganjur dan pendukung LGBT juga diusulkan bisa terkena pidana,”

Hersubeno menambahkan, maka tak heran bila banyak kalangan yang kemudian berterimakasih kepada Zulhasan. Sebab karena pernyataannya, peta opini publik maupun pembahasan rumusan pasal LGBT dalam RUU KUHP menjadi berubah drastis. Banyak yang curiga lobi-lobi pendukung LGBT ikut bermain di balik alotnya pembahasan rumusan pasal tersebut.

Perubahan sikap fraksi-fraksi di DPR, menurut Hersubeno merupakan malapetaka bagi para pendukung LGBT. Juga sebagai, menjadi angin segar bagi para penentangnya. “Namun melihat dampak dari pernyataannya, sudah jelas efeknya tidak hanya akan bertahan sepekan. Bisa sampai bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun mendatang,” ia menduga keras.

“Inilah barangkali yang dapat disebut sebagai Zulhasan Effect dalam kamus baru politik dan hukum Indonesia,” pungkas dia.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *