WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Tim kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Eggi Sudjana menuturkan, dalam konteks hukum, Firza Husein (FH) dan HRS merupakan korban dugaan kasus pornografi. Pasalnya, justru orang yang mengupload pertama dialah yang kena undang-undang informasi transaksi elektronik (UU ITE).
“Pertanyaan kita kepada Polri kok yang memviralkan pertama ini tidak dikenakan apa-apa. Sementara di kasus Ahok, Buni Yani dijadikan tersangka karena dianggap yang mengupload pertama. Pertanyaannya yang mengupload pertama kasusnya Firza dengan Habib Rizieq ini siapa, Firzanya sendiri tidak melakukan itu,” papar Eggi Sudjana kepada wartawan di kantor DPP FPI Petamburan, Jakarta Pusat pada Senin (29/5).
Eggi meyakini, Habib Rizieq tidak melakukan hal itu bahkan sudah mubahalah (bersumpah). Terbukti, sampai hari ini mubahalahnya HRS tidak ada yang berani nantang. Ia menjelaskan, mubahalah dalam hukum Islam sangat keras, apabila imam besar FPI tersebut bohong dalam hal ini, dia dilaknat oleh Allah SWT, tetapi siapa yang melakukan tuduhan keji kepadanya dan dia bohong maka dialah yang dilaknat oleh Allah SWT.
“Azzab Allah sangat berat, azab Allah sangat pedih. Jadi sampai hari ini tantangan Habib Rizieq Nggak ada (yang berani), karena persoalan ini gak ada saksi, apalagi kalau pakai hukum Islam, mesti ada empat orang saksi,” terangnya.
Lebih jauh lagi, apabila menggunakan hukum sekuler, kata Eggi, yaitu atas dasar suka sama suka, tidak ada yang berhak menyampuri dan tidak bisa dikenakan hukum pidana.
“Buktinya banyak transaksi pelacuran, gak ada yang gerebek. Jadi janganlah kita ini dibenturkan kepada situasi- situasi yang sesungguhnya bukan itu persoalan pokoknya, persoalan pokoknya kita melihat ada dendam kekalahan Ahok dan di penjaranya Ahok,” ungkap dia.
Ketua Pembela Ulama dan Aktivis (APUA) ini mengherankan mengapa Presiden Jokowi membiarkan pihak kepolisian terus melakukan kriminalisasi. Padahal, jelas Eggi, Presiden bisa menghentikannya sebagai Panglima tertinggi dari TNI dan Polri.
“Maka untuk itu, sekali lagi, ini nggak ada kaitannya dengan masalah hukum, karena tidak ada sedikitpun kelakuan hukum yang dituduhkan. Ini adalah soal dendam politik bagaimana Jokowi menjadi tidak suka kepada kita umat Islam. Fitnah yang keji ini punya pengaruh besar dan dampak yang luar biasa,” Eggi mengingatkan.
Ia menjelaskan, alasan menempatkan HRS di luar negeri merupakan hasil kesepakatan para ulama untuk meredam daya radikalisasi. Apabila Imam Besar FPI tersebut sampai ditters, hal itu akan menjadi daya ledak yang luar biasa, dan akhirnya konflik antara umat Islam dengan pihak-pihak yang tidak di inginkan terjadi.
“Ingat, garis bawahi ya, kami tidak ingin ada konflik, Habib Rizieq berpesan jangan ada setetespun pertumpahan darah, karena itu beliau rela dihina, dicaci, dianggap penakut, dianggap lari, dianggap menghindar, itu bagian dari penderitaan dia. Padahal, kalau udah bicara kejantanannya dia maunya melawan saja, tapi kita melihat jangan. Kita justru pemersatu bangsa, tidak ingin ada konflik di antara kehidupan berbangsa dan bernegara ini,” tandasnya.
Eggie menampik keberadaan HRS di luar negeri akan memperlambat proses hukum. Menurut Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2012 pasal 15 menyatakan dengan jelas tahapan-tahapan antara lain gelar perkara.
“Nah kalau mau diperiksa boleh periksa kita sebagai pengacaranya, terlapornya siapa, pelapornya siapa, katanya ada pelaporan masyarakat, siapa yang melapor ini. Kemudian yang menguoload pertama kok gak jadi tersangka, jadi bagaimana kita mau periksa itu. Jangan dituduh kita mau menghambat, bukan. Habib sudah tunjuk kita sebagai lawyer, punya kewenangan secara hukum. Kalau mau gelar perkara, kita tantang, kapan gelar perkaranya. Jangan terus diputar-putar,” tutupnya.
Reporter: Satya Wira