Ketergantungan impor dari Cina yang terlalu besar berbahaya bagi perekonomian Indonesia
Wartapilihan.com, Jakarta – Berdasarkan data neraca perdagangan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis di Jakarta, Kamis (15/6), defisit perdagangan antara Indonesia dan Cina per Mei 2017 mencapai US$5,89 miliar. Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menilai hal tersebut berbahaya bagi perekonomian Indonesia.
“Kami meminta ketegasan Pemerintah dalam membatasi impor terutama dari Cina yang dapat mematikan produsen lokal dan meninjau ulang perjanjian perdagangan bebas dengan Cina (ASEAN China Free Trade Agreement/ACFTA), mengingat Indonesia mengalami kerugian,” kata Fahri Hamzah di Jakarta, Selasa (20/6).
Artinya, defisit tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan defisit Indonesia dengan negara lainnya seperti dengan Thailand yang mencapai US$1,57 miliar dan defisit dengan Australia yang mencapai US$1,34 miliar.
“Pemerintah juga harus lebih tegas dan mengubah orientasi kerja sama Indonesia dengan Cina yang selama ini cenderung timpang, sebagian besar produk ekspor Indonesia ke Cina adalah produk mentah, sementara Cina mengekspor bahan jadi yang nilai tambahnya lebih besar ke Indonesia,” timpal aktivis yang membidani lahirnya KAMMI setelah reformasi 1998 ini.
Neraca perdagangan sendiri merupakan selisih antara ekspor dan impor yang dilakukan suatu negara. Defisit neraca perdagangan terbentuk jika suatu negara lebih banyak melakukan impor dibandingkan ekspor. Sebaliknya, surplus neraca perdagangan terbentuk jika suatu negara lebih banyak melakukan ekspor dibanding impor.
“Pemerintah harus berkomitmen untuk menerapkan kewajiban industri nasional untuk menyerap 30 persen serapan produk lokal dan lebih banyak memberikan insentif kepada produsen lokal agar bisa bersaing dengan produk dari Cina,” saran dia.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS M. Sairi Hasbullah mengatakan, impor barang konsumsi, bahan baku serta barang modal Indonesia per Mei 2017 meningkat jika dibandingkan dengan Mei tahun lalu. Impor bahan baku tercatat mengalami kenaikan tertinggi yakni 17,63 persen dari US$40,16 miliar menjadi US$47,24 miliar.
“Peningkatan impor bahan baku tersebut didominasi oleh barang-barang yang berasal dari Cina, mencapai US$13,67 miliar atau meningkat 26,12 persen. Impor dari Cina, menguasai lebih dari 25 persen dari total barang impor yang masuk ke Indonesia,” tuturnya.
Data BPS menyebut, impor terbesar dari Cina berupa mesin-mesin/pesawat mekanik senilai US$2,33 miliar. Disusul impor mesin/peralatan listrik yang mencapai US$1,92 miliar, besi dan baja US$645 juta, dan bahan kimia organik sebesar US$368 juta.
“Pasokan bahan baku untuk industri kita cukup tinggi, namun di lain pihak kita perlu cermati angka-angka ini karena negara yang menjadi sumber impor kita terbatas dan 25 persen impor dari Cina,” tandasnya.
[Ahmad Zuhdi]