Hari ini, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merayakan hari ulangtahunnya yang ke-72. Bagaimana tanggapan dosen dan mahasiswa?
Wartapilihan.com, Jakarta –Wacana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) digencarkan. Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua DPR RI menjelaskan hal ini urgen pada 14 Agustus lalu. Pasalnya, ia menilai Gedung Nusantara I DPR yang digunakan sebagai ruang fraksi dan ruang kerja anggota adalah yang dinilai sudah tak layak.
Sedangkan pada bulan sebelumnya, 3 Juli 2017, Fahri Hamzah mengusulkan agar pemerintah membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komnas HAM yang menuai banyak protes dari berbagai kalangan.
Di sisi lain, penggodokan UU minuman beralkohol belum juga tuntas. Anggota Komisi VI DPR RI, Ihsan Yunus mengungkapkan, hingga saat ini RUU tentang minuman alkohol masih belum dapat disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 15 Agustus lalu; padahal telah 5 kali melewati masa sidang.
DPR RI akhirnya resmi 72 tahun usianya pada hari ini, Selasa (29/8/2017). DPR RI menggelar sidang Paripurna yang akan melaporkan kinerja anggota dewan selama 2016-2017. Dalam sidang paripurna kali ini, Ketua DPR Setya Novanto tidak menjadi pimpinan sidang, melainkan akan dipimpin Wakil Ketua DPR Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Fadli Zon.
Seorang pakar hukum, Heru Susetyo menjelaskan, ia banyak tak sepakat dengan Fahri Hamzah. Salah satunya dalam hal pembubaran KPK maupun pembuatan gedung baru untuk DPR. Pasalnya, DPR dianggap memiliki citra yang buruk yang sulit dihilangkan di mata publik.
“Saya tak sependapat dengan Fahri, KPK memang harus dibenahi, namun tidak dengan buat Pansus. DPR sudah bergelimang noda, tak bisa membersihkan noda lain,” ungkap Heru, kepada Warta Pilihan, Selasa siang (29/8/2017).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini berharap, DPR dapat bekerja secara serius dan lebih produktif; juga tidak banyak berpikir tentang pemilu 2019 mendatang. “Bekerja saja secara serius dan produktif, jangan minta fasilitas baru dulu, belum urgent. Just work. Masih ada dua tahun mengabdi. Fokus saja bekerja utk rakyat, jangan mikir 2019 dulu dan minta macam-macam fasilitas,” pungkas dia.
Senada dengan yang dikatakan Heru, Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Hurriyah menekankan, DPR semestinya juga melakukan refleksi serius atas kinerja mereka yang masih jauh dari harapan. Terlebih lagi mengenai kinerja yang jadj jadi bahan pelaporan dalam rapat paripurna menyambut HUT 72.
“Menurut hemat saya, dari sisi fungsi-fungsi dasarnya saja kinerja DPR masih mengecewakan. Diukur dr fungsi legislasi misalnya, target prolegnas DPR tidak pernah tercapai. Dari 49 daftar prolegnas tahun 2017 misalnya, produk legislasi yang disahkan tidak lebih dari 10 UU. Pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pemerintah jg masih didominasi oleh politik kepentingan antar fraksi di DPR, bukan fungsi check and balances yang seharusnya,” ungkap Hurriyah.
“Selain fungsi-fungsi dasarnya, DPR juga punya banyak persoalan serius. Salah satunya adalah problem keterputusan antara wakil dengan rakyat/konstituen yg diwakili. DPR hanya hadir mewakili kepentingan partainya sendiri, alih-alih merepresentasikan kepentingan masyarakat,” lanjut Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI ini.
Seorang mahasiswa, Sheila RJ juga bersuara tentang pendapatnya mengenai DPR RI. Ia mengatakan, respon masyarakat cenderung sepi terhadap adanya peringatan 72 tahun institusi ini. Hal ini, menurutnya karena tipisnya hadapan dan kepercayaan rakyat terhadap institusi ini.
“Rakyat merasa tidak terwakili sepenuhnya oleh institusi yang secara formal dinamai ‘Dewan Perwakilan Rakyat’. Rakyat juga tidak merasa terwakili oleh sebagian besar politikus yang duduk di dalam institusi ini meskipun rakyat mungkin memilihnya,” ucap Mahasiswa Kriminologi UI ini.
“Suara rakyat hanya diperlukan ketika musim pemilihan anggota DPR tiba. Setelah itu, dilupakan,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini