“Memang menyedihkan ya, alat seperti itu untuk menyelamatkan nyawa manusia, tapi hanya untuk mengikat perahu dan dipakai mancing,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono.
Wartapilihan.com, Jakarta — Belum lama gempa berkekuatan 6,4 magnitudo mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gempa dan tsunami dengan kekuatan 7,4 magnitudo melanda Palu, Mamuju dan Donggala Sulawesi Tengah.
Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) Ustaz Yusuf Muhammad Martak mengatakan, GNPF-Ulama turut berpartisipasi aktif dengan memberangkatkan delegasi yang akan menyampaikan bantuan kepada masyarakat di Sulteng.
“Kami akan berangkat, tidak hanya himbauan-himbauan, tapi juga berpartisipasi secara aktif semampu kita dan berkoordinasi dengan kawan-kawan GNPF disana,” ujar Yusuf.
Senada dengannya, pimpinan Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin mengatakan, Wahdah Islamiyah terus bergerak ke lokasi-lokasi terdampak gempa di Sulawesi Tengah. Meski, pemerintah bersama jajarannya mengunjungi Sulteng, kata Zaitun, ia tak ingin hal tersebut hanya formalitas belaka.
“Sebab, masyarakat disana sangat membutuhkan uluran bantuan. Pejabat negara kita yang ke lokasi terdampak mungkin dapat membentuk Badan Pemulihan. TNI dan Polri juga harus hadir untuk memberikan rasa keamanan kepada masyarakat disana,” ujar Zaitun.
Wakil Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI ini menyayangkan terjadinya penjarahan yang dilakukan sekelompok masyarakat di beberapa titik terdampak gempa. Ia berharap, dalam dua pekan ke depan pemerintah secara serius mengirimkan personel TNI-Polri guna menjaga keamanan dan kondusifitas.
“Saya menyampaikan demikian karena sejak awal teman-teman Wahdah Islamiyah sudah bergerak kesana dan kita sudah dua kali kena jarah. Padahal, kita datang untuk membagi secara merata,” katanya.
Sementara, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, penjarahan yang terjadi di wilayah terdampak gempa, menurut dia, karena kondisi pemerintahan di Sulteng saat itu lumpuh. Sehingga, bantuan tidak dapat terkoordinasi secara maksimal.
“Kemudian infrastruktur dan transportasi terputus semuanya. Dalam kondisi itu, masyarakat lapar, sehingga seperti orang katakan terjadi penjarahan. Kalau sekadar kebutuhan dasar, saya kira dapat dipahami. Tapi jangan dikembangkan dengan memanfaatkan ‘aji mampung’ situasi. Itu yang dilarang,” ujar dia.
Alat deteksi tsunami digunakan mancing
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, alat deteksi tsunami buoy sejak tahun 2012 dipakai oleh para nelayan untuk kepentingan menjala ikan. Padahal, alat yang dilengkapi sensor ketinggian permukaan air ini berperan dalam mengirimkan informasi ketinggian gelombang saat tsunami terjadi kepada institusi terkait.
“Kita punya 23 (buoy) Mas. Mulai tahun 2012 tidak dipakai lagi karena dipakai nelayan untuk menambak ikan, padahal harganya sangat mahal itu,” ujar Daryono kepada Wartapilihan di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Kamis (4/10).
Guna pengawasan lebih lanjut, ia mendorong Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kemenristekdikti bertanggungjawab terhadap pengadaan buoy, untuk segera mengadakan kembali buoy yang baru, sebagai upaya dalam mengganti buoy yang rusak.
“Memang menyedihkan ya, alat seperti itu untuk menyelamatkan nyawa manusia, tapi hanya untuk mengikat perahu dan dipakai mancing,” katanya.
Daryono menampik gempa Palu telah diprediksi sejak tahun lalu. Menurut dia, BMKG hanya sekadar memberikan informasi kejadian gempa atau tsunami yang terjadi untuk memberikan informasi tanggap darurat.
“Kalau untuk kajian (prosedur tetap) seperti itu, tugasnya peneliti, akademisi dan para ahli. Secara operasional BMKG hanya memberikan informasi,” ujar dia.
Jumlah korban terus bertambah
Kepala Pusat Data Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, saat ini korban meninggal dunia akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah mencapai 1.424 orang.
Sutopo menjelaskan, korban meninggal dunia karena tertimbun bangunan yang runtuh dan juga tersapu tsunami.
Korban tersebut berasal dari Palu 1.203 orang, Donggala 144 orang, Sigi 64 orang, Parigi Moutong 12 orang dan satu dari Pasangkayu, Sulawesi Barat. “Hingga siang ini, korban meninggal dunia 1.424 orang,” ujar Sutopo.
Selain itu, ungkap dia, ada 2.549 orang mengalami luka berat dan sedang mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Kemudian, ada 113 orang yang masih dinyatakan hilang. Data orang hilang itu hanya yang dilaporkan oleh keluarganya saja.
“Sebagian dirawat di luar wilayah Palu, sertit Makassar dan wilayah lain. Hingga kini sudah ada 1.407 orang meninggal dunia sudah dimakamkan. Sebagian dari korban itu dimakamkan secara massal,” terang dia.
Aktifkan komando kewilayahan
Dalam kesempatan sama, perwakilan dari Mabes TNI Kolonel Danet Hendriyanto mengatakan pihaknya telah mengerahkan PesawatHercules 10 Unit, Heli Super Puma 1 unit, Heli CN 24 unit, KRI 4 unit, dan Pesawat Kasa TNI AL 1 unit.
Selain itu, ia berharap komando kewilayahan seperti Kodim dapat membentuk suatu kontigensi bencana untuk mengantisipasi kejadian bencana alam di wilayah tugasnya. “Jadi, TNI sudah melakukan antisipasi sejak awal. Nah, untuk kelanjutannya dilakukan oleh kawan-kawan dari BNPB, Basarnas dan BMKG,” ujarnya.
Mengenai operasi militer selain perang (OMSP), ia menuturkan hal tersebut menjadi salah satu gugus tugas TNI guna membantu mengevakuasi para korban, mencari dan menyelamatkan. “Kemudian kita berkoordinasi dengan Pemda setempat terkait penanganannya, penguburannya dan langkah-langkah pembangunan kedepannya,” tandasnya.
Ahmad Zuhdi