Tanpa disadari, secara tidak langsung orangtua seringkali membungkam mulut anak. Pasalnya, hampir semua pertanyaan yang diajukan orang lain dijawab oleh orangtua. Bagaimana pandangan para pakar?
Wartapilihan.com, Jakarta –Seorang profesional trainer di bidang parenting, Adlil Umarat mengatakan, agar anak mudah mengkomunikasikan perasaannya, penting untuk memberikan kepercayaan dan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu sendiri. Hal itu akan berdampak hingga ia dewasa kelak.
“Kasih kesempatan dan kepercayaan agar anak yang jawab. Pas ditanya nama, yang jawab orangtua juga. Semua diambil alih orangtua. Saat anak sakit, dibawa ke dokter. Pas diperiksa dokter dan ditanya, ‘Sakit apa? Apa yang dirasakan?’ Yang jawab siapa biasanya? Orangtua,” jelas Adlil kepada Warta Pilihan, Kamis pagi, (7/9/2017).
“(Bahkan) sampai kuliah juga. Saya ngajar di salah satu kampus swasta sebagai dosen praktisi. Mahasiswa takut bicara, takut jawab pertanyaan dosen. Mungkin nunggu emaknya ngejawabin,” seloroh Adlil menceritakan pengalamannya.
Lelaki yang jadi trainer di Childhood Optimizer Trainer ini menyayangkan, orangtua sering menggunakan standar orang dewasa yang dititipkan pada anak usia dini. Dampaknya, ketika ia dewasa, kepercayadiriannya sulit terbentuk.
“Kenapa kita takut anak kita salah? Salahnya anak kecil kan (memiliki) resiko rendah. Kalau udah jadi anggota DPR, ya udah gak boleh salah lagi. Kalau sekarang kebalik. Di Indonesia, DPR-nya main-main,” ungkap alumni Sosiologi UI ini prihatin.
Sementara itu, seorang terapis anak yang juga dosen di PGSD STKIP Kusuma Negara, Siti Jubaedah mengatakan, anak sering sulit berkomunikasi pasca hadirnya anggota keluarga baru (adik, red). Sang kakak sering memiliki perasaaan diabaikan atau tidak disayang. Namun, anak sulit mengungkapkan perasaannya sehingga ia bisa memendamnya.
“Kalau masalahnya karena ada dedek bayi biasanya ini sering terjadi, sindrome pasca hadirnya adik baru. Biasanya kakaknya akan merasa diabaikan, tidak disayang alias dicuekin oleh bundanya atau ayahnya,” papar Jubaedah, ketika Warta Pilihan menanyainya, Kamis pagi, (7/9/2017).
Untuk menyiasatinya, orangtua, menurut Jubaedah, perlu untuk libatkan sang kakak untuk mengurus adik. Juga, ketika sang adik tidur, sang kakak dapat diajak bicara dengan berkualitas.
“Bantu ambilkan celana, popok atau bantu jagain saat adik sedang tidur. Bunda biasanya harus sering mengajak bicara si kakak kalau si dedek sedang tidur. Nah, ini biasanya luput dari perhatian bunda karena bunda pastinya sibuk dengan urusan lainnya dibanding dekat dengan si kakak,” imbuhnya.
“Kasus anak yang terhambat bicara biasanya banyak penyebabnya. Jadi kalau ingin kasih terapi biasanya perlu dilakukan asesmen dulu supaya tahu persis masalahanya,” pungkas Jubaedah.
Eveline Ramadhini