Sejak 2017 lalu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mendeklarasikan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pasal 2 ayat (2), yakni pajak rokok dapat digunakan juga untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional. Tepatkah keputusan tersebut?
Wartapilihan.com, Jakarta –Menurut Azas Tigor Nainggolan selaku aktivis Solidaritas Advokat Publik Untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA-INDONESIA), hal ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah mengatur bahwa pajak rokok merupakan salah satu pajak Provinsi.
“Dengan demikian Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku,” kata Azas, kepada Warta Pilihan, Rabu, (25/4/2018).
Ia mengatakan, kelemahan oleh Permenkes RI ini telah menimbulkan kerugian yang sangat besar akibat pengambilalihan pajak rokok daerah yakni masyarakat di daerah, pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum Kawasan Tanpa Rokok Daerah menjadi tidak optimal.
“Selain itu, Permenkes RI ini memberi indikasi bahwa Pemerintah Pusat ingin menarik kembali “kekuasaannya/kewenangannya” yang sebelumnya telah dilimpahkan dalam rangka Otonomi Daerah,” tukas dia.
Azas menjelaskan, secara yuridis tidak ada kekuatan hukum karena bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan dari segi kemanfaatan, Permenkes ini mubazir karena telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Derah Pasal 2 ayat (1) huruf (e), Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat (1) huruf c;.
Oleh karena itu, dengan demikian maka ia mendesak Mahkamah Agung Republik Indonesia segera melakukan judicial review dengan harapan agar dapat memutuskan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pasal 2 ayat (2) tidak sah atau tidak berlaku secara umum.
“Kami juga menghimbau kepada Menteri Kesehatan untuk mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pasal 2 ayat (2),” imbuh dia.
Eveline Ramadhini