Oleh Jamil Azzaini
Wartapilihan.com – Awalnya, di salah satu group wa kami, ada yang bertanya kepada bapak Muhammad Zainul Majdi (kami berada di group wa yang sama) tentang kebenaran surat permohonan maaf dari Steven Hadisurya Sulistyo. Mendapat pertanyaan tersebut, lelaki yang hafal Al Quran sekaligus Gubernur Nusa Tenggara Barat yang kami lebih akrab memanggilnya Tuan Guru Bajang itu, menjelaskan kronologi kejadian.
Inti kejadiannya, pada Minggu 9 April 2017 sekitar pukul 14.30, Tuan Guru beserta istrinya sedang antre di counter Batik Air di Bandara Changi Singapura. Tuan Guru kemudian keluar barisan untuk bertanya kepada petugas perihal jadwal penerbangan, dan tetap meninggalkan sang istri di barisan. Saat kembali ke istrinya di barisan tersebut, tiba-tiba dari arah belakang muncul seorang mahasiswa yang protes keras kepada Tuan Guru karena ia merasa antriannya diserobot.
Tuan Guru dengan tenang menjelaskan bahwa beliau dan istrinya sudah antre terlebih dahulu, namun Steven Hadisurya Sulistyo kelahiran Jakarta, 01 September 1991 asal Indonesia tetap mencaci maki Tuan Guru Bajang. Tidak tahan dengan hinaan dan cacian, Tuan Guru Bajang pun pindah ke barisan antrian yang lain. Namun sang pemuda tetap mencacinya.
Karena caciannya merendahkan dan kasar, akhirnya Tuan Guru Bajang, melaporkan mahasiswa tersebut ke polisi. Bukan karena merendahkan dirinya, tetapi ia melaporkan kejadian itu karena sang pemuda merendahkan negerinya. “Saya perlu memberikan pelajaran kepada anak muda itu agar dia menghormati bangsanya.” Memang hinaan kepada Tuan Guru Bajang dengan kata-kata “Dasar Indo, Dasar Indonesia, Dasar Pribumi, Dasar Tiko.” Sangatlah tidak layak diucapkan, apalagi sang pencaci itu juga warga negara Indonesia.
Saya pun bertanya kepada sahabat dan saudara saya yang mengerti kata “tiko.” Dan usai mendapat penjelasan makna “tiko” dari berbagai macam sudut pandang, entah mengapa saya ikut sakit hati, saya ikut tersinggung, saya marah. Saya pun berkata dengan nada tinggi “orang yang sangat saya muliakan dan hormati ini ternyata dicaci begitu hina dan kotor.”
Namun ketika emosi bergejolak, saya langsung membayangkan wajah Tuan Guru Bajang yang adem, yang dengan tulus memaafkan anak muda yang merendahkannya. Terima kasih Tuan Guru, bapak bukan hanya Gubernur, bapak juga adalah GURU bagi kami semua. Kami rindu pemimpin yang sekaligus layak dipanggil GURU dimana perilaku, ucapan dan tindakannya layak ditiru. I Love You Guruku.
Salam SuksesMulia