Alokasi Dana Desa terus meningkat. Tahun ini jumlahnya mencapai Rp 60 triliun. Jumlah ini meningkat ketimbang tahun 2016 yang hanya Rp 46,98 triliun. Peningkatan tersebut apakah diimbangi dengan pemerataan pembangunan antar desa?.
Wartapilihan.com, Jakarta —Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediaerso Teguh Widodo menuturkan, kenaikan dana desa yang meningkat setiap tahun karena bersifat strategis. Dapat menambah lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pelayanan publik dan lain sebagainya. Tentu dana tersebut terasa efektif jika pengelolaan, pemanfaatan dan pertangunggjawabannya dikelola dengan baik.
“Kita perlu melakukan reformulasi dana desa dan pembagian secara demografis. Tahun 2018 nanti kita akan mengurangi bobot rata, kemudian mempercepat akselerasi pengentasan kemiskinan,” kata Boediarso dalam sebuah diskusi “Dana Desa; Pro Rakyat atau Elite?” di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (3/8).
Secara demografis, lanjut Boediarso, karakter desa dibagi menjadi 5 bagian yaitu desa sangat tertinggal, tertinggal, berkembang, maju, dan mandiri. Desa sangat tertingggal dan tertinggal di Papua kini di atas 60%, sedangkan di Jawa 31% dan Sumatera dengan angka tertinggi yaitu 75%.
“Dana itu akan kita berikan afirmasi kepada desa tertinggal terutama daerah Kepulauan dan Perbatasan dengan menggunakan asas pemerataan dan keadilan. Rasio desa paling rendah dan defiasi paling rendah menjadi prioritas,” ujarnya.
Senada dengannya, Plt (pelaksana tugas) Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Taufik Madjid menyatakan, dana desa merupakan rekognisi dan lebih pro rakyat tetapi harus di evaluasi.
“Kita harus melakukan evaluasi karena pada 2015 dan 2016 titik beratnya pada infrastruktur. Maka kami mewanti-wanti jangan sampai dana desa dipakai untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan sosial-swadaya desa. Kosehivitas Kemenkeu, Kemendes, dan Kemendag menjadi satu kesatuan dalam membangun desa,” imbuhnya.
Selain itu, kata Taufik, konstruksi dana desa berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 60 tahun 2014 yaitu terkait penyaluran, pemanfaatan dana, pengawasan, dan pelaporan dana desa yang disampaikan dalam 4 program yaitu penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, kesejahteraan, dan pemberdayaan masyarakat.
“Kami sudah membentuk team Satgas Dana Desa. Mudah-mudahan ini menjadi satu pembelajaran untuk kita semua,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menyampaikan, hubungan supradesa masih sering di kooptasi oleh kepentingan politik pemerintah Kabupaten termasuk soal anggaran.
“Kontrol masyarakat sendiri sangat diperlukan, transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci. Tantangan ke depan bukan lagi menambah dosis otoritas tetapi membangun kapasitas bahkan partisipasi masyarakat lebih tinggi,” terang dia.
Menurutnya, membangun manusia (kesehatan, pendidikan dan karakter) lebih utama daripada membangun fisik (infrastruktur) tanpa meninggalkan pembangunan fisik.
“Ke depan bagaimana menerapkan kebijakan yang afirmatif dan menghilangkan ketimpangan sosial yang sangat dalam,” tandasnya.
Kepala Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah Junaedhi Mulyono menambahkan, regulasi dari Otonomi Daerah PP 72 sudah mengatur tata kelola desa dengan benar. Namun, perangkat aparatur desa lemah dalam perencanaan dan membuat RPJM (rencana program jangka menengah) hanya sebagai proses pencairan dana dan pembangunan infrastruktur. Bukan pada pembangunan sosial, budaya dan pemberdayaan masyarakat.
“Dana desa sangat bermanfaat bagi kami yang ada di desa, saat ini dari Undang-Undang desa anggarannya cukup besar, mudah-mudahan tahun depan bertambah agar kemandirian terwujud,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi