Asas Contrarius Actus dalam Perppu Ormas 2/2017 menjadi hal krusial dan sorotan fraksi-fraksi di DPR agar pemerintah tidak bersikap sewenang-wenang.
Wartapilihan.com, Jakarta –Penetapan peraturan pengganti perundang-undangan organisasi masyarakat (Perppu Ormas) dirasakan kehadirannya oleh Pemerintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam menangkal faham dan gerakan radikal. Hal itu disampaikan Kepala Divisi Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia Irjen. Pol. Raja Erizman dalam RDP (rapat dengar pendapat) dengan Komisi II di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (19/10).
“Perppu ini diundangkan dengan maksud melakukan penguatan terhadap Pancasila dan UUD. Polri siap mendukung pemerintah apabila ada Ormas yang ideologinya berentangan dengan Pancasila,” kata Raja Erizman.
Perppu Ormas, kata dia, merupakan langkah awal pemerintah dalam merespon ajaran-ajaran yang menyimpang dari Pancasila di tengah-tengah masyarakat. “Dengan diundang-undangkannya Perppu ini, diharapkan tidak terjadi fanatisme golongan (ashabiyah) dan ungkapan kebencian yang mengganggu masyarakat,” tegasnya.
Senada hal itu, Inspektur Jenderal TNI Dodik Wijanarko menyetujui langkah pemerintah menerbitkan Perppu 2/2017 yang nantinya akan di sampaikan pada sidang paripurna pada 28 Oktober mendatang.
“Kami dari pihak TNI, setelah kami mengikuti dikeluarkannya Perppu, pada prinsipnya TNI mendukung kebijakan politik negara tersebut. Kami mempertegas mendukung Perppu Nomor 2 Tahun 2017 menjadi Undang-Undang,” ujarnya.
Sementara itu, politisi Partai Gerindra Sareh Wiyono menegaskan, fraksinya menolak Perppu dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya pembubaran Ormas tanpa jalur pengadilan dan frasa paham lain yang dianggap ambigu serta multi tafsir. Kemenkumham, kata dia, jelas memiliki fakta dan data apakah suatu Ormas bertentangan dengan Pancasila atau tidak.
“Sehingga kita sangat penting untuk memperhatikan kegentingan yang memaksa itu seperti apa. Harus dijelaskan kepada publik dengan data yang referentif. Pemerintah seharusnya memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi tanpa mengancam hak-hak masyarakat,” saran dia.
Yandri Susanto dari F-PAN menambahkan, pihaknya menolak Perppu bukan berarti anti Pancasila. Tetapi khawatir dalam jangka panjang terjadi politik balas dendam apabila Perppu disahkan menjadi Undang-Undang.
“Sebab, tafsir tunggal hanya ada di Kemenkumham dan Kemendagri. Perppu ini bisa digunakan Pemerintah 15 20 tahun mendatang membubarkan suatu Ormas sewaktu-waktu. Konsep Perppu sangat dangkal apabila fungsi yudikatif di ambil Pemerintah,” tandasnya sambil mengatakan Undang-Undang Subversif di era Soekarno yang digunakan juga oleh pemerintahan Soeharto dalam memberangus orang-orang Soekarno.
Ahmad Zuhdi